Oleh
Ibnu Abdillah Al-Katibiy
Syarat
wajib zakat fitrah :
1. Islam
2. Merdeka (bukan budak,
hamba sahaya)
3. Mempunyai kelebihan
makanan atau harta dari yang diperlukan di hari raya dan malam hari raya.
Maksudnya mempunyai kelebihan dari yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan
orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, pada malam dan siang hari raya.
Baik kelebihan itu berupa makanan, harta benda atau nilai uang.
4. Menemui waktu wajib
mengeluarkan zakat fitrah. Artinya menemui sebagian dari bulan Ramadhan dan
sebagian dari awalnya bulan Syawwal (malam hari raya).
Keterangan:
Yang dimaksud “ mempunyai
kelebihan di sini “ adalah kelebihan dari kebutuhan pokok sehari-harinya. Maka
barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari, seperti rumah yang layak, perkakas
rumah tangga yang diperlukan, pakaian sehari-hari dan lain-lain tidak menjadi
perhitungan. Artinya, jika tidak mampu membayar zakat fitrah, harta benda di
atas tidak wajib dijual guna mengeluarkan zakat.
Jenis
dan kadar zakat fitrah :
1. Berupa bahan makanan
pokok daerah tersebut (bukan uang)
2. Sejenis. Tidak boleh
campuran
3. Jumlahnya mencapai satu
Sho’ untuk setiap orang. ( 1 Sho’ = 4 mud = kurang lebih 3 Kilogram )
4. Diberikan di tempatnya
orang yang dizakati.
Misalnya, seorang ayah yang
berada di Surabaya dengan makanan pokok beras, menzakati anaknya yang berada di
Kediri dengan makanan pokok jagung. Maka jenis makanan yang digunakan zakat
adalah jagung dan diberikan pada faqir miskin di Kediri.
Catatan
:
- Menurut Imam Abu Hanifah,
zakat fitrah boleh dikeluarkan dalam bentuk qimah atau uang.
- Jika tidak mampu 1 sho’,
maka semampunya bahkan jika tidak mempunyai kelebihan harta sama sekali, maka
tidak wajib zakat fitrah.
Waktu
mengeluarkan zakat fitrah
Waktu pelaksanaan
mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5 kelompok :
1. Waktu
wajib : Yaitu,
ketika menemui bulan Ramadhan dan menemui sebagian awalnya bulan Syawwal. Oleh
sebab itu orang yang meninggal setelah maghribnya malam 1 Syawwal, wajib
dizakati. Sedangkan bayi yang lahir setelah maghribnya malam 1 Syawwal tidak
wajib dizakati.
2. Waktu
jawaz : Yaitu,
sejak awalnya bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.
3. Waktu
Fadhilah : Yaitu, setelah terbit fajar
dan sebelum sholat hari raya.
4. Waktu
makruh : Yaitu, setelah sholat hari
raya sampai menjelang tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawwal kecuali jika
ada udzur seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka
hukumnya tidak makruh.
5. Waktu
haram : Yaitu,
setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti
hartanya tidak ada ditempat tersebut atau menunggu orang yang berhak menerima
zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan status dari zakat yang dikeluarkan
tanggal 1 Syawwal adalah qodho’.
Syarat
sahnya zakat :
1.
Niat.
Harus niat di dalam hati
ketika mengeluarkan zakat, memisahkan zakat dari yang lain, atau saat memberikan
zakat kepada wakil untuk disampaikan kepada yang berhak atau antara memisahkan
dan memberikan.
- Niat
zakat untuk diri sendiri :
نَوَيْتُ
اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِي / هَذَا زَكاَةُ مَالِي
اْلمَفْرُوْضَةْ
" Saya
niat mengeluarkan zakat untuk diriku / ini adalah zakat harta wajibku
“
Jika niat zakat fitrah atas
nama orang lain, hukumnya diperinci sebagai berikut :
a. Jika orang lain yang
dizakati termasuk orang yang wajib ditanggung nafkah dan zakat fitrahnya,
seperti istri, anak-anaknya yang masih kecil, orang tuanya yang tidak mampu dan
setrusnya, maka yang melakukan niat adalah orang yang mengeluarkan zakat tanpa
harus minta idzin dari orang yang dizakati. Namun boleh juga makanan yang akan
digunakan zakat diserahkan oleh pemilik kepada orang-orang tersebut supaya
diniati sendiri-sendiri.
b. Jika mengeluarkan zakat
untuk orang yang tidak wajib ditanggung nafkahnya, seperti orang tua yang mampu,
anak-anaknya yang sudah besar (kecuali jika dalam kondisi cacat atau yang sedang
belajar ilmu agama), saudara, ponakan, paman atau orang lain yang tidak ada
hubungan darah dan seterusnya, maka disyaratkan harus mendapat idzin dari
orang-orang tersebut. Tanpa idzin dari mereka , maka zakat yang dikeluarkan
hukumnya tidak sah.
- Niat
atas nama anaknya yang masih kecil :
نَوَيْتُ
اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي الصَّغِيْرِ...
“ Saya
niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang masih kecil…”
- Niat
atas nama ayahnya :
نَوَيْتُ
اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ اَبِي ...
“ Saya
niat mengeluarkan zakat atas nama ayahku…”
- Niat
atas nama ibunya :
نَوَيْتُ
اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنء اُمِّي ...
“ Saya
niat mengeluarkan zakat atas nama ibuku…”
- Niat
atas nama anaknya yang sudah besar dan tidak mampu :
نَوَيْتُ
اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي اْلكَبِيْرِ...
“ Saya
niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang sudah besar…”
2.
Dikeluarkan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat
Orang-orang
yang berhak menerima zakat :
Ada 8 golongan yang berhak
menerima zakat dalam Al-Quran Allah Swt berfirman :
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.
a.
Faqir
Faqir adalah orang yang
tidak mempunyai harta atau pekerjaan sama sekali, atau orang yang mempunyai
harta atau pekerjaan namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Misalnya dalam
sebulan ia butuh biaya sebesar Rp; 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat
Rp; 200.000 (tidak mencapai separuh yang dibutuhkan). Yang dimaksud dengan harta
dan pekerjaan di sini adalah harta yang halal dan pekerjaan yang halal dan
layak. Dengan demikian yang termasuk golongan faqir adalah :
1.Tidak mempunyai harta dan
pekerjaan sama sekali
2.Mempunyai harta, namun
tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan harta yang ada sangat tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan selama umumnya usia manusia.
3.Mempunyai harta dan
pekerjaan, harta saja atau pekerjaan saja namun harta atau pekerjaan tersebut
haram menurut agama. Bagi orang yang mempunyai harta yang melimpah atau
pekerjaan yang menjanjikan, namun haram menurut agama, maka orang tersebut
termasuk faqir sehingga berhak dan boleh menerima zakat.
4.Tidak mempunyai harta dan
mempunyai pekerjaan, namun tidak layak baginya. Seperti pekertjaan yang bisa
merusak harga diri, kehormatan dan lain-lain.
b.
Miskin.
Miskin adalah orang yang
mempunyai harta atau pekerjaan yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya dan
orang-orang yang ditanggung nafkahnya. Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya
sebesar Rp; 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat Rp; 400.000 (mencapai
separuh yang dibutuhkan).
c.
Amil.
Amil zakat yaitu
orang-orang yang diangkat oleh Imam atau pemerintah untuk menarik zakat kepada
orang yang berhak menerimanya dan tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau
Negara. Amil zakat meliputi bagian pendataan zakat, penarik zakat, pembagi zakat
dan lain-lain. Jumlah zakat yang diterima oleh amil disesuaikan dengan pekerjaan
yang dilakukan alias memakai standart ujroh mistly (bayaran sesuai tugas
kerjaannya masing-masing).
Syarat-syarat
amil zakat :
1.Islam
2.Laki-laki
3.Merdeka
4.Mukallaf
5.Adil
6.Bisa melihat
7.Bisa mendengar
8.Mengerti masalah zakat
(faqih / menguasai)
d.
Muallaf
Secara harfiyah,
muallaf
qulubuhum
adalah orang-orang yang dibujuk hatinya. Sedangkan orang-orang yang termasuk
muallaf, yang nota bene berhak menerima zakat adalah :
1. Orang yang baru masuk
Islam dan Iman (niat) nya masih lemah
2. Orang yang baru masuk
Islam dan imannya sudah kuat, namun dia mempunyai kemuliaan dikalangan kaumnya.
Dengan memberikan zakat kepadanya, diharapkan kaumnya yang masih kafir mau masuk
Islam.
3. Orang Islam yang
melindungi kaum muslimin dari gangguan dan keburukan orang-orang
kafir
4. Orang Islam yang membela
kepentingan kaum muslimin dari kaum muslim yang lain yang dari golongan anti
zakat atau pemberontak dan orang-orang non Islam.
Semua orang yang tergolong
muallaf di atas berhak menerima zakat dengan syarat Islam. Sedangakan membujuk
non muslim dengan menggunakan harta zakat itu tidak boleh.
e. Budak
mukatab
Budak mukatab yaitu budak
yang dijanjikan merdeka oleh tuannya apabila sudah melunasi sebagian jumlah
tebusan yang ditentukan dengan cara angsuran. Tujuannya untuk membantu melunasi
tanggungan dari budak mukatab.
f.
Ghorim (orang yang berhutang)
Ghorim terbagi menjadi 3
bagian :
1. Orang yang berhutang
untuk mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang bertikai.
2. Orang yang berhutang
untuk kemaslahatan diri sendiri dan keluarga.
3. Orang yang berhutang
untuk kemaslahatan umum, seperti berhutang untuk membangun masjid, sekolah,
jembatan dan lain-lain.
4.Orang yang berhutang
untuk menanggung hutangnya orang lain.
g.
Sabilillah
Sabilillah yaitu orang yang
berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji. Sabilillah berhak menerima
zakat untuk seluruh keperluan perang. Sejak berangkat sampai kembali, sabilillah
dan keluarganya berhak mendapatkan tunjangan nafkah yang diambilkan dari zakat.
Sedangkan yang berhak memberikan zakat untuk sabilillah adalah imam (penguasa)
bukan pemilik zakat.
Keterangan
:
Dikalangan ulama terdapat
khilaf tentang makna fii sabilillah; Ada pendapat mengatakan bahwa yang dimaksud
fii sabilillah tiada lain adalah orang-orang yang menjadi sukarelawan untuk
berperang di jalan Allah Swt dan tidak mendapatkan gaji, dan inilah pendapat
mayoritas para ulama (pendapat yang kuat). Sebagian ulama mengatakan bahwa fii
sabilillah adalah semua aktifitas yang menyangkut kebaikan untuk Allah
sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Qaffal, seperti untuk sarana-sarana
pendidikan dan peribadatan Islam. Dan pendapat ini adalah lemah.
h. Ibnu
sabil (musafir)
Ibnu sabil yaitu orang yang
memulai bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati daerah
tempat zakat dengan syarat :
1. Bukan bepergian untuk
maksyiat
2. Membutuhkan biaya atau
kekurangan biaya. Walaupun ia mempunyai harta di tempat yang ia tuju.
Orang-orang
yang tidak berhak menerima zakat :
1. Orang kafir atau
murtad
2. Budak / hamba sahaya
selain budak mukatab
3. Keturunan dari bani
Hasyim dan Bani Muthalib (para habaib), sebagaimana hadits shohih, Nabi Saw
bersabda :
إِنَّ
هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ
لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ
“
Sesungguhya shodaqah ini (zakat) adalah kotoran manusia dan tidak dihalalkan
bagi Muhammad dan keluarga Muhammad “.
4. Orang kaya. Yaitu orang
yang penghasilannya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok
hidupnya.
5. Orang yang ditanggung
nafkahnya. Artinya, orang yang berkewajiban menanggung nafkah, tidak boleh
memberikan zakatnya kepada orang yang ditanggung tersebut.
Mekanisme
pembagian zakat
Apabila zakat dibagikan
sendiri oleh pemilik atau wakilnya, maka perinciannya sebagai berikut
:
- Jika orang yang berhak
menerima zakat terbatas (bisa dihitung), dan harta zakat mencukupi, maka
mekanisme mengeluarkan zakatnya harus mencakup semua golongan penerima zakat
yang ada di daerah tempat kewajiban zakat. Dan dibagi rata antar golongan
penerima zakat.
- Jika orang yang berhak
menerima zakat tidak terbatas atau jumlah harta zakat tidak mencukupi, maka
zakat harus diberikan pada minimal tiga orang untuk setiap golongan penerima
zakat.
Pemilik zakat tidak boleh
membagikan zakatnya pada orang-orang yang bertempat di luar daerah kewajiban
zakat. Zakat harus diberikan pada golongan penerima yang berada di daerah orang
yang dizakati meskipun bukan penduduk asli wilayah tersebut.
Sedangkan jika pembagian
dilakukan oleh Imam (penguasa), baik zakat tersebut diserahkan sendiri oleh
pemilik kepada Imam atau diambil oleh Imam, maka harus dibagi dengan cara
sebagai berikut :
a. Semua golongan penerima
zakat yang ada harus mendapat bagian
b. Selain golongan amil,
semua golongan mendapat bagian yang sama.
c. Masing-masing individu
dari tiap golongan penerima mendapat bagian (jika harta zakat
mencukupi)
d. Jika hajat dari
masingf-masing individu sama, maka jumlah yang diterima juga harus
sama.
Catatan
:
Menurut pendapat Imam Ibnu
Ujail Rh adalah :
1. Zakat boleh diberikan
pada satu golongan dari beberapa golongan yang berhak menerima zakat.
2. Zakatnya satu orang
boleh diberikan pada satu yang berhak menerima zakat.
3. Boleh memindah zakat
dari daerah zakat.
Tiga pendapat terakhir
boleh kita ikuti (taqlid) walaupun berbeda dengan pendapat dari Imam Syai’i .
Mengingat sulitnya membagi secara rata pada semua golongan, apalagi zakat fitrah
yang jumlahnya tidak begitu banyak.
Tanya
jawab seputar masalah zakat :
♦ Soal :
Sah kah
panitia zakat / amil yang dibentuk oleh kelurahan ?
Jawab
: Jika
memenuhi persyaratan-persyaratannya seperti diangkat oleh Imam dan panitia itu
termasuk orang yang menguasai bab zakat, maka dapat disebut amil zakat. ( Buka
kitab Al-Bajury, jilid 1 hal: 290 ).
♦ Soal
: Apakah
pengurus panitia zakat yang didirikan oleh suatu organisasi Islam itu termasuk
amil menurut Syare’at, ataukah tidak ?
Jawab
: Panitia
pembagian zakat yang ada pada waktu ini tidak termasuk amil zakat
menurut agama Islam, sebab mereka tidak diangkat oleh Imam (kepala negara).
(Buka kitab Al-Bajuri 1/283 dan At-Taqrirat : 424).
♦ Soal
: Bolehkah
zakat fitrah dijual oleh panitia zakat dan hasil penjualannya dipergunakan
menurut kebijaksanaan panitia ?
Jawab :
Zakat fitrah
tidak boleh dijual kecuali oleh mustahiqnya. (Buka kitab Al-Anwar juz 1 bab
zakat)
♦ Soal
: Bolehkah
zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi panitia-panitia zakat atau
badan-badan sosial tersebut ?
Jawab
: Tidak boleh
zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi panitia-panitia atau
badan-badan sosial. (Buka kitab Al-Muhadzdzab, jilid 1 hal : 169)
Referensi
:
1. Bulughul
Maram
2. Fathul Qorib
3. Tanwirul
Qulub
4. Hasyiah
Al-Bajuri
5. Bughyatul
Mustarsyidin
6. I’anah
At-Tholibin
7. Al-Majmu’ Syarhul
Muhadzdzab
8. Tuhfatul
Muhtaj
9. Ihya
Ulumuddin
10. Ahkamul
Fuqaha