Awal beragama adalah mengenal Allah Azza wa Jalla (makrifatu llah) , akhir beragama atau tujuan beragama adalah muslim yang berakhlaku l karimah atau muslim yang Ihsan atau muslim yang meyaksikan Allah (bermakrif at)
Sedangkan anak kunci mengenal Allah Azza wa Jalla adalah mengenal diri sendiri
Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu, siapa yang kenal dirinya akan Mengenal Allah
Firman Allah Taala yang artinya “Kami akan memperliha tkan kepada mereka tanda-tand a (kekuasaan )
Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah
bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak
cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhn ya Dia menyaksika n segala sesuatu?“ (QS. Fush Shilat [41]:53 )
Pengenalan diri bahwa pada hakikatnya semua manusia telah menyaksika n Allah ketika mereka belum lahir ke alam dunia, pada keadaan fitri , sebelum panca inderanya berfungsi.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan (ingatlah) , ketika Tuhanmu mengeluark an keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (QS- Al A’raf 7:172)
Setelah manusia terlahir ke alam dunia , maka mereka lupa akan kesaksian atau penyaksian terhadap Allah.
Hakikat kata insan (manusia) adalah nasiya , nis yan, tidak tahu, lupa.
Fitrah manusia adalah bertuhan, mencari Allah, ingin kembali menyaksika n Allah. Syarat untuk dapat menyaksika n Allah adalah fitri, suci sebagaiman a sebelum manusia lahir ke dunia
Manusia terhalang atau menghijabi dirinya sehingga tidak dapat menyaksika n Allah dengan hatinya adalah karena dosa mereka. Setiap dosa merupakan bintik hitam hati (ketiadaan
cahaya), sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati.
Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari menyaksika n Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Sebagaiman a firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan barangsiap a
yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan
lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhn ya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Seandainy a bukan karena setan menyelimut i jiwa anak cucu Adam, niscaya mereka menyaksika n malaikat di langit” (HR Ahmad).
Allah Azza wa Jalla menciptaka n tauladan bagi manusia pada diri Muhammad shallallah u alaihi wasallam.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sesungguhn ya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatanga n) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:2 1)
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4 )
Beliau sejak kecil dikenal berakhlak baik, jujur, amanah , dapat dipercaya dan sifat-sida t baik lainnya ditengah-t engah masyarakat jahiliyah.
Fitrahnya untuk menyaksika n Allah menghantar kan Rasulullah untuk berkhalwat (mengasing kan diri dari keramaian) dan bertahanut s (perenunga n/ kontemplas dirii) di gua hira.
Dari mulai disanalah diturunkan syarat-sya rat untuk menyaksika n Allah kembali yang dinamakan perkara syariat atau dikenal dengan agama dimulai dengan menyaksika n Allah secara lisan yang dikenal dengan syahadat
Anak manusia dikatakan berada pada “on track” untuk dapat kembali menyaksika n Allah adalah setelah mereka mengucapka n syahadat.
Syahadat adalah penyaksian Allah yang diucapkan dan kemudian dibuktikan dengan memenuhi perkara syariat atau syarat sebagai hamba Allah yakni menjalanka n kewajibanN ya (ditinggal kan berdosa) , menjauhi laranganNy a (dikerjaka n berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkan Nya (dikerjaka n berdosa)
Muslim yang membuktika n syahadat dengan menjalanka n perkara syariat disebut mukmin, orang beriman
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Katakanla h: “Jika kamu (benar-ben ar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosam u.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS Ali Imron [3]:31 )
“Katakanlah : “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhn ya Allah tidak menyukai orang-oran g kafir” (QS Ali Imron [3]:32 )
“dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-oran g yang beriman.” (QS Al Anfaal [8]:1 )
Muslim yang menjalanka n amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan menjalanka n amal kebaikan atau mereka yang mengungkap kan
cintanya kepada Allah Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut
muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau
sholihin.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (orang-ora ng yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-oran g yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-oran g yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-oran g yang beruntung” (QS Lukman [31]:2-5)
Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan atau muslim yang telah bermakrifa t.
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.
Kondiri terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh)
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ’ (HR Muslim 11) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=2&ay atno=3&act ion=displa y&option=c om_muslim
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaim u dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah- Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Ny a? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Muslim yang telah mencapai Ihsan atau muslim yang telah bermakrifa t,
minimal mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla
atau yang terbaik mereka yang dapat melihat Allah dengan hati maka
mereka mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindar i perbuatan maksiat, menghindar i perbuatan keji dan mungkar hingga terbentukl ah muslim yang berakhlaku l karimah sesuai dengan tujuan beragama atau sesuai dengan tujuan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla
Rasulullah menyampaik an yang maknanya “Sesungguh nya aku diutus (Allah) untuk menyempurn akan Akhlak.” (HR Ahmad).
Seorang muslim yang dikatakan telah mentaati Allah dan RasulNya adalah minimal muslim yang berakhlaku l karimah atau muslim yang sholeh dan mereka akan berkumpul dengan orang-oran g disisiNya. Hanya 4 golongan manusia yang disisiNya yakni para Nabi (Rasululla h yang utama), para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-oran g sholeh
Firman Allah ta'ala yang artinya “Dan barangsiap a yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqii n, orang-oran g yang mati syahid, dan orang-oran g saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-bai knya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Maqom Shiddiqin atau kedekatan dengan Allah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/09/09/ 2011/09/28/ maqom-wali- allah/
Semakin dekat kita kepada Allah sehingga menjadi kekasihNya (Wali Allah)
Telah menceritak an kepadaku Muhammad bin 'Utsman bin Karamah telah menceritak an kepada kami Khalid bin Makhlad Telah menceritak an kepada kami Sulaiman bin Bilal telah menceritak an kepadaku Syarik bin Abdullah bin Abi Namir dari 'Atho` dari Abu Hurairah menuturkan , Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam bersabda: "Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-KU, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatka n
diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang
telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatka n diri kepadaKu dengan amalan sunnah, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintain ya, maka Akulah pendengara nnya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangann ya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikann ya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku , pasti Kuberi, dan jika meminta perlindung an kepada-KU, pasti Ku-lindung i. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaiman a keragu-rag uan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya." (HR Bukhari 6021)
Wali Allah adalah,
Mereka yang mencintai Allah dan Allah mencintai mereka
Mereka yang saling mencintai karena Allah ta'ala
Wajah-waja h mereka memancarka n cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mim bar dari cahaya
Mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia
Mereka adalah muslim yang terbaik bukan Nabi yang dirindukan para Nabi dan para Syuhada
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “sesungguhn ya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt seorang dari shahabatny a berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah ?
Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan
sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan
anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluarga an dan bukan karena harta benda, wajah-waja h mereka memancarka n cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mim bar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakann ya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya diantara hamba-hamb aku
itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan
pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatka n maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”S eorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mu dah-mudaha n kami menyukainy a. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya,
dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut
seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang
disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhn ya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatir an terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Yunus [10]:62 )
Jika belum dapat menyaksika n Allah dengan hati atau belum mencapai ma’rifat maka setiap kita akan bersikap atau melakukan perbuatan, ingatlah selalu perkataan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bahwa “Jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830