Oleh Masaji
Antoro
Dalam menjalani hubungan
‘intim’ antara suami istri, islam mengajarkan berbagai macam etika yang telah
diatur berdasarkan hadits Nabi, di antaranya :
§Disunahkan membaca BASMALAH
sebelum menjalani senggama kemudian membaca “QUL HUWA ALLAAHU AHAD” dilanjutkan
dengan membaca takbir (ALLAAHU AKBAR), tahlil (LAA ILAAHA ILLALLAAH) dan
disunahkan meskipun tidak sedang mengharapkan keturunan dari persenggamaannya
untuk berdoa :
بسم
الله العلي العظيم، اللهم اجعلها ذرية طيبة، إن كنت قدرت أن تخرج ذلك من صلبي » «
اللهم جنِّبني الشيطان، وجنب الشيطان مارزقتني
BISMILLAAHIL ’ALIYYIL
‘AZHIIM, ALLAAHUMA IJ’ALHAA DZURRIYYATAN THOYYIBATAN IN KUNTA QADDARTA AN
TAKHRUJA DZAALIKA MIN SHULBII, ALLAAHUMMA JANNIBNII AS-SYAITHAANA WA JANNIBIS
SYAITHAANA MAA ROZAQTANII
“Dengan menyebut nama Allah
yang agung, Ya Allah, jadikanlah ia anak yang baik bila Engkau takdirkan ia
lahir dari keturunanku, jauhkanlah aku dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari
anak yang akan Engkau karuniakan kepadaku.” (HR. Abu Daud).
§Berpaling dari arah kiblat,
jangan menghadap kiblat saat menjalani senggama sebagai bentuk penghormatan pada
kiblat.
§Memakai penutup, jangan
melakukan persenggamaan dengan telanjang bulat karena ini hukumnya makruh sepert
sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam “Bila salah seorang diantara
kalian hendak mendatangi istrinya, pakailah penutup dan janganlah kalian berdua
telanjang seperti telanjangnya keledai” (HR. Ibn Maajah Nail al-Authaar
VI/194).
§Diawali dengan cumbuan,
sentuhan dan ciuman.
§Saat seorang suami telah
mencapai orgasme, jangan berlalu begitu saja, hantarkan secara perlahan-lahan
istrinya dalam mencapai orgasme karena tak jarang pencapaian klimaks seorang
wanita datangnya cenderung belakangan.
§Dimakruhkan terlalu banyak
pembicaraan saat melakukan senggama.
§Bila tanpa adanya ‘udzur
(halangan), jangan biarkan empat malam sekali berlalu tanpa hubungan
badan.
§Saat istri tengah datang
bulan, sementara keinginan berhubungan tak dapat tertahankan, untuk menghindari
keharaman sebaiknya istri memakai kain penutup pada anggota tubuh antara pusar
dan lutut saat mencumbuinya.
§Bagi yang menginginkan
mengulangi senggama untuk yang kesekian kalinya sebaiknya terlebih dahulu dicuci
kelaminnya, karena hal ini dapat menambah gairah dan dapat menjaga
kebersihan.
§Tidak ada anjuran khusus
menjalani senggama dimalam-malam tertentu seperti malam senin atau jumah namun
sebagian ulama ada yang mensunahkan menjalaninya dimalam jumah.
§Disunahkan bagi seorang
suami di malam pengantin saat berkeinginan menjalani persenggamaan terlebih
dahulu memegang rambut depan (ubun-ubun) istrinya sambil berdoa :
اللهم
إني أسألك من خيرها وخير ما جبلتها عليه، وأعوذ بك من شرها وشر ما جبلتها
عليه
Allahumma
inni as-aluka min khairihaa wa khairi ma jabaltuhaa 'alaiih, wa a'uudzubika min
syarrihaa wa syarri maa jabaltuhaa 'alaiih.
“Ya Allah sesungguhnya aku
memohon kepada mu kebaikannya (isteri) dan kebaikan apa yang saya ambil dari
padanya, serta aku berlindung kepadaMu dari kejahatannya dan kejahatan apa yang
aku ambil daripadanya" (HR. Ibn Majah dan Abu Dawud dari Umar Bin Syu’aib dari
ayahnya dari kakeknya, Nail al-Authaar VI/189).
Referensi : Al-Mughni
VII/25, Ihyaa’ ‘Uluumiddiin II/46, Kisyaf alQana’ V/216, Mukhtashar Minhaj
alQaashidiin hal. 73, Fath al-Mu’iin hal. 107, al-Adzkaar li an-Nawaawi hal. 159
dan Nail al-Authaar VI/194. [ Al-Fiqh al-Islaam IV/194-195 ]. Wallaahu A’lamu
Bis Showaab.
آداب
الجماع :
للجماع
آداب كثيرة ثابتة في السنة النبوية منها مايأتي (1) : تستحب التسمية قبله، ويقرأ {
قل هو الله أحد } [الإخلاص:1/112]، ويكبر ، ويهلل، ويقول ولو مع اليأس عن الولد: «
باسم الله العلي العظيم، اللهم اجعلها ذرية طيبة، إن كنت قدرت أن تخرج ذلك من صلبي
» « اللهم جنِّبني الشيطان، وجنب الشيطان مارزقتني » رواه أبو داود. وينحرف عن
القبلة، ولايستقبل القبلة بالوقاع، إكراماً للقبلة. وأن يتغطى نفسه هو وأهله بغطاء،
وألا يكونا متجردين (2) فذلك مكروه كما سيأتي.وأن يبدأ بالملاعبة والضم والتقبيل.
وإذا قضى وطره، فليتمهل لتقضي وطرها ، فإن إنزالها ربما تأخر. ويكره الإكثار من
الكلام حال الجماع، ولايخليها عن الجماع كل أربع ليال مرة بلا عذر. وتأتزر الحائض
بإزار مابين السرة والركبة إذا أراد الاستمتاع بها.
(1)
المغني: 25/7، إحياء علوم الدين: 46/2 ومابعدها، كشاف القناع: 216/5 ومابعدها،
مختصر منهاج القاصدين: ص73، فتح المعين: ص 107،الأذكار للنووي: ص 159، نيل الأوطار:
194/6.
(2)
روى ابن ماجه حديثاً عن عتبة بن عبد السُّلمي: « إذا أتى أحدكم أهله، فليستتر،
ولايتجردا تجرد العَيْرين » أي الحمارين ( نيل الأوطار: 194/6).
ومن
أراد أن يجامع مرة ثانية، فليغسل فرجه، ويتوضأ؛ لأن الوضوء يزيد نشاطاً ونظافة.
وليس في السنة استحباب الجماع في ليال معينة كالاثنين أو الجمعة، ومن العلماء من
استحب الجماع يوم الجمعة….ويستحب في ليلة الزفاف قبل الجماع أن يأخذ الرجل بناصية
المرأة ويقول: «اللهم إني أسألك من خيرها وخير ما جبلتها عليه، وأعوذ بك من شرها
وشر ما جبلتها عليه» (1) .
(1)
ثبت ذلك بحديث رواه ابن ماجه وأبو داود عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده (نيل
الأوطار: 189/6).
Dalam
Islam Semua Ada Etikanya
Dari bangun hingga tidur,
ajarannya oleh islam telah diatur. Coba ini masalah ajaran nabi tentang
menghindari bahaya saat kita tidur.
(الروايات
التي ذكرت علة إطفاء المصابيح عند النوم (الخوف من النار) الرواية
الأولي: حَدَّثَنَا
أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (لا تَتْركوا
النَّارَ فِي بُيُوتِكُمْ حِينَ تَنَامُون) متفق عليه.
”Janganlah kalian
meninggalkan api di rumah kalian saat kalian tidur” (HR. Mutafaq
‘alaih).
الرواية
الثانية: حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
(احْتَرَقَ بَيْتٌ بِالْمَدِينَةِ عَلَى أَهْلِهِ مِنْ اللَّيْلِ فَحُدِّثَ
بِشَأْنِهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ هَذِهِ
النَّارَ إِنَّمَا هِيَ عَدُوٌّ لَكُمْ فَإِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوهَا عَنْكُم)
رواه البخاري.
Sebuah rumah dimadinah
terbakar kemudian beritanya diceritakan pada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda “Sungguh api bias menjadi musuh kalian, saat kalian
tidur padamkan ia terlebih dulu dari kalian” (HR. Bukhari).
الرواية
الثالثة: حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ كَثِيرٍ هُوَ ابْنُ شِنْظِيرٍ عَنْ عَطَاءٍ
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَجِيفُوا
الْأَبْوَابَ وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ رُبَّمَا جَرَّتْ
الْفَتِيلَةَ فَأَحْرَقَتْ أَهْلَ الْبَيْت) رواه البخاري.
“Tutuplah bejana-bejana,
tutuplah pintu-pintu, padamkan lampu-lampu karena seekor tikus dapat melewati
sumbu lampu dan membakar seluruh penghuni rumah” (HR. Bukhori)
Dan masih banyak riwayat
lagi tentang ANJURAN MEMATIKAN LAMPU SEBELUM TIDUR
Obat
Kuat Bersenggama
Untuk lebih membahagiakan
suami istri adakah obat / makanan / minuman / doa biar greeng / nambah HOT gitu
loh.. hehehe ?
تدليك
العضو الذكرى بزيت الزيتزن وعسل النحل الطبيعى يعمل على زياده قوة
الانتصاب
"Mengurut Mr. P, memakai
minyak zait zaitun dan madu lebah konon dapat menambah ketahanan ereksi". Tapi
yang terpenting dari kesemua itu tentunya menjaga vitalitas, kebugaran dan dapat
mengontrol kestabilan pikiran.
Telanjang
Saat Bersetubuh
Saat bersetubuh sunnah
keduanya memakai kain penutup, boleh apa saja yang penting jangan kelihatan
telanjang, bisa pakai selimut, bila ngga punya selimut ya terpaksa pakai pakaian
yang dikenakan, berikut sedikit uraian hadits diatas menurut Syekh Abd Ro'uf
alMunaawi.
(إذا
أتى أحدكم أهله) أي أراد جماع حليلته (فليستتر) أي فليتغط هو وإياها بثوب يسترهما
ندبا وخاطبه بالستر دونها لأنه يعلوها وإذا استتر الأعلى استتر الأسفل (ولا
يتجردان) خبر بمعنى النهي أي ينزعان الثياب عن عورتيهما فيصيران متجردين عما
يسترهما (تجرد العيرين) تشبيه حذفت أداته وهو بفتح العين تثنية عير وهو الحمار
الأهلي وغلب على الوحشي وذلك حياء من الله تعالى وأدبا مع الملائكة وحذرا من حضور
الشيطان فإن فعل أحدهما ذلك كره تنزيها لا تحريما إلا إن كان ثم من ينظر إلى شئ من
عورته فيحرم وجزم الشافعية بحل نظر الزوج إلى جميع عورة زوجته حتى الفرج بل حتى ما
لا يحل له التمتع به كحلقة دبرها
(Apabila salah seorang
diantara kalian hendak mendatangi istrinya) artinya berkeinginan menggauli istri
halalnya (maka pakailah penutup) artinya disunahkan baginya dan istrinya memakai
kain yang dapat menutupi keduanya, yang terkena khithab (perintah menutup)
dirinya (suami) bukan istri karena biasanya saat menjalani senggama suami
diatas, saat yang diatas sudah memakai penutup dengan sendirinya yang dibawah
juga tertutup.
(Dan jangan kalian
telanjang) artinya keduanya tanpa penutup kain pakaian. Unsur pelarangan ini
disebabkan karena malu dengan Allah, beretika dengan malaikat serta mencegah
datangnya syaithan pada keduanya, bila salah seorang dari keduanya melakukan
telanjang saat berhubungan hukumnya makruh tanzih kecuali saat disekitar mereka
berdua terdapat orang yang dapat melihat aurat keduanya maka hukumnya menjadi
haram.
Kalangan syafi’iyyah
menilai bolehnya seorang suami melihat aurat istrinya secara keseluruhan hingga
alat kelaminnya bahkan hingga hal yang tidak halal baginya untuk mendatanginya
seperti lubang anus istrinya. [ Faidh alQadiir I/308 ].
Menunda
Mandi Junub Karena Dingin
Boleh menunda mandi,
asalkan tidak sampai keluar waktu sholat. Dan bagi wanita yang telah berhenti
masa haidnya disunahkan menjalani wudhu karena wudhunya dapat mengecilkan hadats
yang dia tanggung disamping dapat merangsang dirinya untuk mensegerakan
menjalani mandi wajib, seperti bahasan yang telah lewat kemarin :
www.fb.com/groups/piss.ktb/234602293229253
www.fb.com/groups/piss.ktb/234602293229253
Saat
Bersenggama Lampu Dimatikan ?
Belum pernah dengar
keterangan bersetubuh sebaiknya di bawah lampu terang biar anaknya putih, tapi
bila menilik kesunahan memakai kain saat senggama maka indikasinya mestinya
kesunahannya juga dalam kondisi gelap sebab alasan anjuran senggama dengan
menggunakan kain adalah "malu dengan Allah, beretika dengan malaikat serta
mencegah datangnya syaithan pada keduanya".
Gaya
Bersenggama
Bersetubuh dengan gaya
apapun diperbolehkan, sambil duduk, berdiri, jongkok, tengkurap, gaya dada,
kupu-kupu, katak meloncat.... BEBAS asalkan tepat sasaran....
{
نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم } قال يقول يأتيها من حيث شاء مقبلة أو مدبرة
إذا كان ذلك في الفرج
Istri-istrimu adalah
(seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223). Artinya
gaulilah ia sesukamu baik dari depan atau belakang asalkan semuanya mengarah
pada kelaminnya. [ alMuhaddzab II/62 ].
الاستمتاع
واجب على الرجل للمرأة إذا انتفى العذر، بما يحقق الإعفاف والصون عن الحرام، وتباح
كل وجوه الاستمتاع إلا الإتيان في الدبر فهو حرام. ومكان الوطء باتفاق المذاهب: هو
القبل، لا الدبر (1) ، لقوله تعالى: {نساؤكم حرث لكم، فأتوا حرثكم أنى شئتم}
[البقرة:223/2] (2) أي على أية كيفية: قائمة، أو قاعدة، مقبلة، أو مدبرة، في
أقبالهن (3) . قال ابن عباس: إنما قوله: {فأتوا حرثكم أنى شئتم} [البقرة:223/2].
قائمة، وقاعدة، ومقبلة، ومدبرة، في أقبالهن، لا تعدو ذلك إلى غيره. وله عبارة أخرى
في الآية: إن شئت فمقبلة، وإن شئت فمدبرة، وإن شئت فباركة، وإنما يعني ذلك موضع
الولد للحرث، يقول: ائت الحرث حيث شئت.
Menggauli hukumnya wajib
bagi seorang suami pada istrinya bila tanpa adanya udzur untuk menjauhkan dan
menjaga dari dari keharaman, dan diperbolehkan senggama dalam berbagai cara
asalkan bukan pada lubang anusnya karena ini haram. Tempat yang digunakan
‘bercinta’ menurut kesepakan ulama adalah kelaminnya bukan duburnya, berdasarkan
firman Allah ta’aalaa :
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah
tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS.
2:223).
Artinya dengan berbagai macam cara dan gaya : Berdiri, duduk, dari depan,
belakang asal dikelaminnya.
Berkata Ibn Abbas ra. “maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS.
2:223). Artinya dengan berbagai macam cara dan gaya : Berdiri, duduk, dari
depan, belakang asal dikelaminnya jangan melampaui batas pada yang selain
kelamin.
Ibn Abbas juga punya
pernyataan lain sehubungan ayat ini “Bila kamu ingin gaya dari depan silahkan,
Bila kamu ingin gaya dari belakang silahkan, Bila kamu ingin gaya setengah
menderumpun silahkan, aku mengartikannya khusus pada tempat lahirnya anak
(kelamin), datangilah dengan gaya sesukamu”. [ alFiqh al-Islaam IV/191
].
BERSENGGAMA
Bernilai SHODAQAH
ثَوَابُ
الْوَطْءِ الْمَشْرُوعِ :
8
- وَرَدَ عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُول
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال : وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ
صَدَقَةٌ . (1) قَالُوا : يَا رَسُول اللَّهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ،
وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ ؟ قَال : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ،
أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَل كَانَ
لَهُ أَجْرٌ (2) .
وَبِنَاءً
عَلَى ذَلِكَ ذَهَبَ جَمَاهِيرُ أَهْل الْعِلْمِ إِلَى ثَوَابِ الرَّجُل عَلَى
جِمَاعِهِ لِحَلِيلَتِهِ إِذَا قَارَنَتْهُ نِيَّةٌ صَالِحَةٌ كَإِعْفَافِ نَفْسِهِ
أَوْ حَلِيلَتِهِ عَنْ إِتْيَانِ مُحَرَّمٍ، أَوْ قَضَاءِ حَقِّهَا مِنْ
مُعَاشَرَتِهَا بِالْمَعْرُوفِ الْمَأْمُورِ بِهِ، أَوْ طَلَبِ وَلَدٍ صَالِحٍ
يُوَحِّدُ اللَّهَ تَعَالَى، وَيَقُومُ بِنَشْرِ الْعِلْمِ وَالدِّينِ، وَيَحْمِي
بَيْضَةَ الإِْسْلاَمِ، أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ مِنَ الأَْغْرَاضِ الْمَبْرُورَةِ (3)
.
9
- أَمَّا إِذَا لَمْ يَنْوِ الْمُجَامِعُ غَيْرَ قَضَاءِ شَهْوَتِهِ
وَنَيْل
لَذَّتِهِ، فَقَدِ اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي ثَوَابِ جِمَاعِهِ عَلَى قَوْلَيْنِ
:
أَحَدُهُمَا
: لِبَعْضِ أَهْل الْعِلْمِ، وَإِلَيْهِ مَال ابْنُ قُتَيْبَةَ، وَهُوَ أَنَّهُ
يُثَابُ وَيُؤْجَرُ فِي جِمَاعِ حَلِيلَتِهِ مُطْلَقًا دُونَ أَنْ يَنْوِيَ شَيْئًا
(1) ، وَاسْتَدَلُّوا عَلَى ذَلِكَ : بِمَا رَوَى أَبُو ذَرٍّ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ - عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال : وَفِي
بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ (2) حَيْثُ دَل ظَاهِرُ إِطْلاَقِهِ عَلَى أَنَّ
الإِْنْسَانَ يُؤْجَرُ فِي جِمَاعِ حَلِيلَتِهِ مُطْلَقًا، إِذْ إِنَّهُ كَمَا
يَأْثَمُ فِي الزِّنَا الْمُضَادِّ لِلْوَطْءِ الْحَلاَلِ، فَإِنَّهُ يُؤْجَرُ فِي
فِعْل الْحَلاَل (3) .
وَالثَّانِي
: لِجَمَاعَةٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ - مَال إِلَيْهِ ابْنُ حَجَرٍ الْهَيْتَمِيُّ -
وَهُوَ أَنَّهُ إِنْ لَمْ يَنْوِ بِجِمَاعِ حَلِيلَتِهِ إِعْفَافَ نَفْسِهِ أَوْ
زَوْجِهِ أَوْ طَلَبَ وَلَدٍ فَلاَ أَجْرَ لَهُ عَلَى ذَلِكَ الْوَطْءِ،
وَاحْتَجُّوا عَلَى ذَلِكَ بِمَا جَاءَ فِي رِوَايَةٍ لِحَدِيثِ أَبِي ذَرٍّ -
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - مِنَ التَّصْرِيحِ بِالاِحْتِسَابِ لِنَيْل الثَّوَابِ،
وَنَصُّهَا : قُلْتُ : نَأْتِي شَهْوَتَنَا وَنُؤْجَرُ ؟ قَال : أَرَأَيْتَ لَوْ
جَعَلْتَهُ فِي حَرَامٍ أَكُنْتَ تَأْثَمُ ؟ قَال : قُلْتُ : نَعَمْ . قَال :
فَتَحْتَسِبُونَ بِالشَّرِّ وَلاَ تَحْتَسِبُونَ بِالْخَيْرِ ؟ (4) .
وَوَرَدَ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال لِسَعْدِ بْنِ
أَبِي وَقَّاصٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : لَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا
وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى اللُّقْمَةَ تَجْعَلُهَا فِي فِي
امْرَأَتِكَ (1) .
وَوَرَدَ
أَيْضًا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال : إِذَا
أَنْفَقَ الْمُسْلِمُ نَفَقَةً عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا، كَانَتْ لَهُ
صَدَقَةً " (2) . فَدَل ذَلِكَ عَلَى أَنَّ الْعَبْدَ إِنَّمَا يُؤْجَرُ فِيهَا
إِذَا احْتَسَبَهَا (3) . وَإِذَا كَانَ هَذَا فِي الإِْنْفَاقِ الْوَاجِبِ
مُشْتَرَطًا، فَأَوْلَى فِي الْجِمَاعِ الْمُبَاحِ (4)
PAHALA BERSENGGAMA
Dari Abu Dzar al-Ghiffaary
ra bahwa Rasulullaah bersabda : Persetubuhan salah seorang di antara kamu
(dengan istrinya) adalah SHODAQOH”. Para sahabat bertanya, “ Wahai Rasulullah,
apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat
pahala?”. Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi
syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi
syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim II/697-698 No.
2376).
Berdasarkan hadits ini
Mayoritas Ulama menyatakan berpahalanya seorang suami saat menggauli istrinya
bila disertai niat yang benar dan baik seperti agar menghindarkan dirinya atau
istrinya dari perbuatan hina (zina) yang diharamkan, untuk memenuhi kebutuhun
istrinya dalam rangka menjalankan perintah wajibnya bergaul dengannya dengan
baik, mendapatkan keturunan shalih yang dikemudian hari diharapkan menjadi sosok
yang bertauhid kepada Allah Ta’aalaa, menyebarkan ilmu dan agama, menjadi pemuka
dalam islam serta tujuan-tujuan baik lainnya
Sedang bila dalam
senggamanya seseorang tidak didahului dengan niat-niat diatas kecuali sekedar
melampiaskan syahwatnya, mencari kepuasan seksnya para Ulama Fuqaha berbeda
pendapat dalam meraih pahala senggama tidaknya :
1. Ibn Qutaibah menyatakan
seseorang berhak mendapatkan pahala secara mutlak saat menyenggamai istrinya
meskipun tanpa disertai niat seperti keterangan diatas berdasarkan hadits
riwayat Abu Dzar diatas dimana dari zhahirnya hadits jelas menyatakan bahwa
asalkan seseorang menyetubuhi istrinya maka pahala dia dapatkan sebagaimana bila
ia zina maka seketika dosa juga ia dapatkan.
2. Ibn Hajar al-Haytami
menilai berhaknya seseorang atas pahala senggama disyaratkan dengan disertaai
niat berdalih hadits riwayat Abu Dzar yang menjelaskan dapatnya seseorang atas
pahala senggama :
“Aku bertanya, Wahai
Rasulullah, apakah (jika) aku memenuhi syahwatnya, aku mendapat pahala?”.
Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada
yang haram, dia berdosa ?”. Aku menjawab “Ya”. Rasulullah berkata “maka
perhitungkanlah dalam kejelekan dan jangan memperhitungkannya dalam kebaikan”
(HR. Ahmad V/154).
Juga berdasarkan hadits
nabi lain saat bersabda pada Sa’d Bin Abi Waqash ra “Tidaklah engkau menafkahkan
satu nafkah yang dengannya engkau mengharap keridhaan Allah kecuali engkau akan
diberi pahala dengannya sampaipun satu suapan yang engkau berikan ke mulut
istrimu. (HR. Bukhari-Fath alBaari VIII/109 dan Muslim IV/1251).
Dan juga hadits nabi lain,
Beliau bersabda “Apabila seorang muslim memberi nafkah kepada keluarganya dan
dia mengharapkan pahala dengannya maka nafkah tadi teranggap sebagai sedekahnya.
(HR. Bukhari -Fath alBaari IX/97 dan Muslim II/795 dari hadits riwayat Abi
Mas’ud al-Anshaary).
Dari hadits-hadits diatas
diterangkan bahwa seorang diganjar atas yang ia lakukan saat ia berharap pahala,
dan bila dalam masalah nafkah lahir yang notabene merupakan kewajiban bagi suami
disyaratkan dalam mendapatkan pahala bila ia berniat mengaharapkannya maka dalam
hal senggama yang hukumnya mubah tentu lebih dibutuhkan pensyaratannya. [
Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 44/15-16 ].
ORAL SEX
لَمْسُ
فَرْجِ الزَّوْجَةِ :
11
- اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّهُ يَجُوزُ لِلزَّوْجِ مَسُّ فَرْجِ زَوْجَتِهِ
. قَال ابْنُ عَابِدِينَ : سَأَل أَبُو يُوسُفَ أَبَا حَنِيفَةَ عَنِ الرَّجُل
يَمَسُّ فَرْجَ امْرَأَتِهِ وَهِيَ تَمَسُّ فَرْجَهُ لِيَتَحَرَّكَ عَلَيْهَا هَل
تَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا ؟ قَال : لاَ ، وَأَرْجُو أَنْ يَعْظُمَ الأَْجْرُ (2)
.
وَقَال
الْحَطَّابُ : قَدْ رُوِيَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ قَال : لاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ
إِلَى الْفَرْجِ فِي حَال الْجِمَاعِ ، وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ : وَيَلْحَسَهُ
بِلِسَانِهِ ، وَهُوَ مُبَالَغَةٌ فِي الإِْبَاحَةِ ، وَلَيْسَ كَذَلِكَ عَلَى
ظَاهِرِهِ (3) .
وَقَال
الْفَنَانِيُّ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ : يَجُوزُ لِلزَّوْجِ كُل تَمَتُّعٍ مِنْهَا
بِمَا سِوَى حَلْقَةِ دُبُرِهَا ، وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا (4)
وَصَرَّحَ
الْحَنَابِلَةُ بِجَوَازِ تَقْبِيل الْفَرْجِ قَبْل الْجِمَاعِ ، وَكَرَاهَتِهِ
بَعْدَهُ (1) .
__________
(2)
حاشية ابن عابدين 5 / 234 .
(3)
مواهب الجليل 3 / 406، والخرشي على مختصر خليل 3 / 166 .
(4)
إعانة الطالبين 3 / 340 ط مصطفى الحلبي 1938م .
(1)
كشاف القناع 5 / 16، 17 .
MEMEGANG
KELAMIN ISTRI
Ulama Fiqh sepakat bolehnya
seorang suami menyentuh kemaluan istrinya. Berkata Ibn ‘Abidin “Abu Yusuf yakni
Abu Hanifah ditanya tentang seorang laki-laki yang menyentuh kemaluan istrinya
dan istrinya juga menyentuh kelaminnya untuk saling membangkitkan gairah, adakah
yang demikian berdosa ?”. Abu Hanifah menjawab “Tidak, bahkan aku berharap yang
demikian dilipat gandakan pahalanya” (Hasyiyah Ibn ‘Aabidiin V/234). Berkata
al-Hatthaab “Diriwayatkan dari Imam malik beliau berkata “Tidak berdosa bila
seseorang melihat kemaluan saat senggama” Dan dalam riwayat lain terdapat
penambahan “Dan menjilati kemaluan istrinya dengan lidahnya” hal demikian sangat
diperbolehkan menurut Imam Malik padahal tidak demikian (dalam I’anah Imam malik
melarangnya namun kalangan madzhab lain memperbolehkannya). Berkata al-Fannaany
dari kalangan Syafi’iyyah “Diperbolehkan bagi suami bersenang-senang dengan
segala cara bersama istrinya bahkan hingga menghisap kelentitnya asal bukan
menyetubuhi anusnya. Kalangan Hanabilah menilai mencium kelamin istri sebelum
senggama diperbolehkan namun setelah senggama di makruhkan. [ Al-Mausuu’ah
al-Fiqhiyyah 32/90 ].
(
تتمة ) يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها أو استمناء بيدها
لا بيده وإن خاف الزنا خلافا لأحمد ولا افتضاض بأصبع ويسن
ملاعبة الزوجة إيناسا وأن لا يخليها عن الجماع كل أربع ليال مرة بلا عذر وأن يتحرى
بالجماع وقت السحر وأن يمهل لتنزل إذا تقدم إنزاله وأن يجامعها عند القدوم من سفره
وأن يتطيبا للغشيان وأن يقول كل ولو مع اليأس من الولد بسم الله اللهم جنبنا
الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا وأن يناما في فراش واحد والتقوي له بأدوية مباحة
بقصد صالح كعفة ونسل وسيلة لمحبوب فليكن محبوبا فيما يظهر قاله شيخنا ويحرم عليها
منعه من استمتاع جائز ويكره لها أن تصف لزوجها أو غيره امرأة أخرى لغير
حاجة
(
قوله بما سوى حلقة دبرها ) أما التمتع بها بالوطء فحرام لما ورد أنه اللوطية الصغرى
وأنه لا ينظر الله إلى فاعله وأنه ملعون ( قوله ولو بمص بظرها ) أي ولو كان التمتع
بمص بظرها فإنه جائز قال
في القاموس البظر بالضم الهنة وسط الشفرة العليا
[ PELENGKAP ] Diperbolehkan
bagi suami bersenang-senang dengan segala cara bersama istrinya asal bukan
menyetubuhi anusnya bahkan dibolehkan menghisap kelen*titnya, berusaha
mengeluarkan sperma dengan tangan istrinya dan bukan tangannya sendiri meskipun
ia khawatir akan melakukan zina berbeda menurut Imam Ahmad dan dilarang
memecahkan keperawanan memakai jari.
Etika
senggama :
• Disunahkan menyenangkan
istri dengan berbagai cumbuan
• Bila tanpa adanya ‘udzur
(halangan) jangan biarkan empat malam sekali berlalu tanpa hubungan
badan
• Memilih menjalani
senggama di sepertiga malam akhir
• Mehantarkan istrinya
mencapai orgasme kala dirinya telah mencapai klimaks
• Menggaulinya setelah
pulang dari bepergian
• Memakai
wewangian
• Masing-masing dari suami
istri disunahkan meskipun tidak sedang mengharapkan keturunan dari
persenggamaannya untuk berdoa :
بسم
الله اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا
BISMILLAAHI ALLAAHUMMA
JANNIBNAA AS-SYAITHAANA WA JANNIBIS SYAITHAANA MAA ROZAQTANAA
“Dengan
menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah
syaitan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepada kami.” (HR. Abu
Daud).
• Tidur dalam satu
selimut
• Memakai oramuan-ramuan
kuat yang dilegalkan
• Memiliki tujuan baik
seperti menghindari perbuatan hina (zina), mendapatkan keturunan “Perantara hal
yang disukai berarti juga disukai”
• Diharamkan bagi istri
melarang suaminya melakukan kesenangan-kesenangan yang diperbolehkan
bersamanya
• Dimakruhkan bagi istri
menggambarkan perempuan lain pada suaminya atau pada pria lainnya tanpa ada
kepentingan
[ Hasyiyah I’aanah
at-Thoolibiin III/340 ]. Wallaahu A'lamu Bis Showaab
Mengapa
Memilih Waktu Sepertiga Malam Terakhir ?
ويسن
أن يتحرى بالجماع وقت السحر لانتفاء الشبع والجوع المفرطين حينئذ إذ هو مع أحدهما
مضر غالبا
Disunahkan memilih senggama
di waktu menjelang subuh karena tidak adanya rasa terlalu kenyang atau lapar di
waktu ini, karena saat senggama dalam keadaan kenyang atau lapar pada umumnya
menyakitkan. [ I’aanah at-Thoolibiin III/273 ].
Macam-Macam
Lafadz Niat Mandi :
نَوَيْتُ
رَفْعَ الْجنابة
(saya niat menghilangkan janabat)
نَوَيْتُ
رَفْعَ اْلحَدَثْ اْلاكْبَر
(saya niat menghilangkan hadats besar)
نَوَيْتُ
فَرْضَ الْغُسْلِ
(saya niat mandi wajib)
Adapun untuk lebih
lengkapnya, bisa menggunakan niat-niat dibawah ini :
• Niat Mandi
Jinabah
نَوَيْتُ
الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْجِنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ
تَعَالَى
Aku niat mandi untuk
menghilangkan hadats besar dari jinabah, fardlu karena Allah ta’ala
• Niat Mandi
Haidl
نَوَيْتُ
الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْحَيْضِ فَرْضًا لِلهِ
تَعَالَى
Aku niat mandi untuk
menghilangkan hadats besar dari haidl, fardlu karena Allah ta’ala
• Niat Mandi
Nifas
نَوَيْتُ
الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ النِّفَاسِ فَرْضًا لِلهِ
تَعَالَى
Aku niat mandi untuk
menghilangkan hadats besar dari nifas, fardlu karena Allah SWT
• Niat Mandi Wiladah
(melahirkan)
نَوَيْتُ
الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْوِلَادَةِ فَرْضًا لِلهِ
تَعَالَى
Aku niat mandi untuk
menghilangkan hadast wiladah, fardlu karena Allah ta’ala
• Niat Mandi Shalat
Jum’at
نَوَيْتُ
الْغُسْلَ لِصَلَاةِ الْجُمْعَةِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
Aku niat mandi untuk shalat
Jum’at, sunnah karena Allah ta’ala
• Niat Mandi Shalat ‘Iedul
Fitri
نَوَيْتُ
الْغُسْلَ لِعِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
Aku niat mandi untuk shalat
‘iedul fithri, sunnah karena Allah ta’ala
• Niat Mandi Shalat ‘Iedul
Adha
نَوَيْتُ
الْغُسْلَ لِعِيْدِ الَاضْحَى سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
Aku niat mandi untuk shalat
‘iedul adha, sunnah karena Allah ta’ala
MAKAN
BAGI ORANG JUNUB HUKUMNYA MAKRUH
قال
أصحابنا ويكره للجنب أن ينام حتي يتوضأ ويستحب إذا اراد أن يأكل أو يشرب أو يطأ من
وطئها أولا أو غيرها أن يتوضأ وضوءه للصلاة ويغسل فرجه في كل هذه
الاحوال
Berkata Para pengikut
as-Syafi'i "Dimakruhkan bagi orang junub tidak hingga ia wudhu dan disunahkan
bila hendak makan atau minum atau menggauli istri yang ia gauli pertama atau
lainnya menjalankan wudhu sebagaimana wudhu saat ia hendak shalat dan juga
disunahkan membasuh kemaluannya". [ Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhaddzab II/156
].
ويكره
للجنب الأكل والشرب والنوم والجماع قبل غسل الفرج والوضوء وكذا منقطعة الحيض
والنفاس
Dimakruhkan bagi orang
junub makan, minum, tidur dan senggama sebelum ia membasuh kemaluannya dan
melakukan wudhu begitu juga bagi wanita yang telah putus haid dan nifasnya. [
Al-Muqaddimah al-Hadramiyyah I/43 ].
(
ويكره للجنب الأكل والشرب والنوم والجماع قبل غسل الفرج والوضوء ) لما صح من الأمر
به في الجماع وللاتباع في البقية إلا الشرب فمقيس على الأكل (
وكذا منقطعة الحيض والنفاس ) فيكره لها ذلك كالجنب بل أولى
Dimakruhkan bagi orang
junub makan, minum, tidur dan senggama sebelum ia membasuh kemaluannya dan
melakukan wudhu karena berdasarkan perintah agama yang shahih dalam masalah
senggama dan mengikuti nabi dalam masalah lainnya kecuali dalam masalah minum
yang hukumnya diqiyaskan pada masalah makan, begitu juga bagi wanita yang telah
putus haid dan nifasnya maka makruh baginya sebagaimana orang junub bahkan
baginya lebih utama. [ Minhaj alQawim I/95 ].
DAN BAGI
ORANG JUNUB YANG MAU MAKAN (SEBELUM BERKESEMPATAN MANDI) DISUNAHKAN MENGAMBIL
AIR WUDHU
Orang junub yang hendak
makan disunahkan wudhu, ibarohnya :
وفي
الصَّحِيحَيْنِ كان النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم إذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وهو
جُنُبٌ غَسَلَ فَرْجَهُ وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ وكان صلى اللَّهُ عليه
وسلم إذَا كان جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أو يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ
لِلصَّلَاةِ وقيس
بالجنب الحائض والنفساء إذا انقطع دمهما وبالأكل والشرب والحكمة في ذلك تخفيف الحدث
غالبا والتنظيف وقيل لعله ينشط للغسل
Dalam Riwayat Bukhari dan
Muslim : ”adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bila hendak tidur
sementara beliau junub membasuh kelaminnya dan mengambil wudhu sebagaimana
wudhunya untuk mengerjakan shalat”. ”adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam saat beliau junub dan berkehendak makan mengambil wudhu sebagaimana
wudhunya untuk mengerjakan shalat”.
Hikmah wudhu bagi orang
junub menjalankan wudhu:
1. Meringankan hadats yang
sedang ia tanggung
2. Kebersihan
3. Memberi kesemangatan
dalam bersegera mandi
[ Referensi : Asnaa
al-Mathaalib I/68 dan Mughni al-Muhtaaj I/63 ]. Wallohu a'lam bishshowab.