Mereka masih saja berkeyakin an (beri’tiqo d) sebagaiman a i’tiqod ulama Ibnu Taimiyyah sebelum bertobat bahwa Allah Azza wa Jalla berada/ bertempat di atas langit, meninggi atau melayang (tidak bersentuh) di atas ‘Arsy artinya Allah Azza wa Jalla berada/ bertempat jauh/ tinggi di atas ‘Arsy karena ‘Arsy adalah ciptaanNya yang paling tinggi dan paling besar.
Hakikat “di langit” “di atas” bukanlah dipahami sebagai tempat bagi Allah Azza wa Jalla namun sebagai padanan bagi Yang Maha Tinggi (Al ‘Aliy) dan Yang Maha Mulia (Al Jaliil)
Allah ta’ala berfirman dalam hadist Qudsi yang diriwayatk an oleh Imam Ahmad dan Ibnu ’Umar r.a.: “Sesungguhn ya langit dan bumi tidak akan mampu menampung Aku. Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimany a.”
Imam Sayyidina Ali ra mengatakan “Sesungguhn ya Allah menciptaka n ‘Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakka n kekuasaan- Nya bukan untuk menjadikan nya tempat bagi DzatNya”
Imam Sayyidina Ali ra mengatakan yang maknanya: “Sesungguhn ya yang menciptaka n ayna (tempat) tidak boleh dikatakan bagi-Nya di mana (pertanyaa n tentang tempat), dan yang menciptaka n kayfa (sifat-sif at makhluk) tidak boleh dikatakan bagi-Nya bagaimana“
Pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid mutlak) alias Imam Mazhab yang empat, contohnya Imam Syafi’i rahimahull ah mengatakan
إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكان ولا يجوز عليه التغير في ذاته ولا التبديل في صفاته (إتحاف السادة المتقين بشرح إحياء علوم الدين, ج 2، ص 24)
“Sesungguhn ya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Kemudian Dia menciptaka n tempat, dan Dia tetap dengan sifat-sifa t-Nya yang Azali sebelum Dia menciptaka n tempat tanpa tempat. Tidak boleh bagi-Nya berubah, baik pada Dzat maupun pada sifat-sifa t-Nya” (LIhat az-Zabidi, Ithâf as-Sâdah al-Muttaqî n…, j. 2, h. 24).
Imam al Qusyairi menyampaik an, ” Dia Tinggi Yang Maha Tinggi, Luhur Yang Maha Luhur dari ucapan “bagaimana Dia?” atau “dimana Dia?”. Tidak ada upaya, jerih payah, dan kreasi-kre asi yang mampu menggambar i-Nya, atau menolak dengan perbuatan- Nya atau kekurangan dan aib. Karena, tak ada sesuatu yang menyerupai -Nya. Dia Maha Mendengar dan Melihat. Kehidupan apa pun tidak ada yang mengalahka n-Nya. Dia Dzat Yang Maha Tahu dan Kuasa“.
Allah Azza wa Jalla ada sebagaiman a sebelum diciptakan ‘Arsy, sebagaiman a sebelum diciptakan langit, sebagaiman a sebelum diciptakan ciptaanNya , sebagaima na sebelum ada kata “di mana”. Dia tidak berubah dan tidak berpindah. Yang berubah dan berpindah adalah ciptaanNya . Dia sebagaiman a awalnya dan sebagaiman a akhirnya.
Allah Azza wa Jalla dekat tidak bersentuh dan jauh tidak berjarak.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Dan apabila hamba-hamb a-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat“.( Al Baqarah [2]:186 ).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf [50] :16 )
“Dan sujudlah dan dekatkanla h (dirimu kepada Tuhan)“. (QS Al-’Alaq [96]:19 )
Rasulullah bersabda yang artinya, “Saat yang paling dekat antara seorang hamba dan Rabb-nya adalah ketika ia sujud, maka perbanyakl ah doa ketika itu.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” (QS Al-Waqi’ah [56]: 85 ).
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Awal, maka tidak ada sesuatu pun yang mendahului -Mu, Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Akhir, maka tidak ada sesuatu setelah-Mu . Ya Allah, Engkaulah Yang Zhahir, maka tidak ada yang menutupi-M u. Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Bathin, maka tidak ada yang samar dari-Mu”. (HR Muslim 4888)
“Tidak ada yang menutupi-M u”, “tidak ada yang samar dari-Mu” maknanya tidak ada atas, bawah, depan, belakang , kanan, kiri bagi Allah Azza wa Jalla. Tidak ada satupun yang sanggup membatasiN ya.
Manusia terhalang atau menghijabi dirinya sehingga tidak dapat melihat Rabb dengan hatinya adalah karena dosa mereka. Setiap dosa merupakan bintik hitam hati (ketiadaan cahaya), sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati. Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari melihat Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Sebagaiman a firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan barangsiap a yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhn ya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
Syaikh Ibnu Athoillah mengatakan , “Sesungguh nya yang terhalang adalah anda, hai kawan. Karena anda sebagai manusia menyandang sifat jasad, sehingga terhalang untuk dapat melihat Allah. Apabila anda ingin sampai melihat Allah, maka intropeksi ke dalam, lihatlah dahulu noda dan dosa yang terdapat pada diri anda, serta bangkitlah untuk mengobati dan memperbaik inya, karena itu-lah sebagai penghalang anda. Mengobatin ya dengan bertaubat dari dosa serta memperbaik inya dengan tidak berbuat dosa dan giat melakukan kebaikan“
Mereka yang memperjala nkan diri kepada Allah Azza wa Jlla sehingga mereka dapat bertemu dengan Allah Azza wa Jalla adalah mereka yang membersihk an hati (tazkiyatu n nafs) yang berarti mengosongk an dari sifat sifat yang tercela (takhalli) kemudian mengisinya dengan sifat sifat yang terpuji (tahalli) yang selanjutny a beroleh kenyataan Tuhan (tajjalli) atau mencapai muslim yang Ihsan atau mencapai muslim yang berma’rifa t atau melihat Rabb dengan hatinya.
Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan atau muslim yang telah berma’rifa t.
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.
Kondiri terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh)
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=2&ay atno=3&act ion=displa y&option=c om_muslim
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaim u dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah- Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Ny a? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Muslim yang telah mencapai Ihsan atau muslim yang telah berma’rifa t, minimal mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau yang terbaik mereka yang dapat melihat Allah dengan hati maka mereka mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindar i perbuatan maksiat, menghindar i perbuatan keji dan mungkar hingga terbentukl ah muslim yang berakhlaku l karimah sesuai dengan tujuan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla
Rasulullah menyampaik an yang maknanya “Sesungguhn ya aku diutus (Allah) untuk menyempurn akan Akhlak.” (HR Ahmad).
Mereka yang dekat dengan Allah atau mereka mendapat kemuliaan atau yang kembali ke sisi Allah yang Maha Mulia adalah mereka yang mengikuti cahayaNya atau petunjukNy a yakni mereka yang memperguna kan akal qalbu di jalan Allah dan RasulNya atau dengan kata lain adalah manusia yang bertaqwa.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Sesungguhn ya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (Al-Hujura at [49]: 13 )
Indikator manusia bertaqwa adalah minimal menjadi muslim berakhlaku l atau muslim yang sholeh
Mereka yang mulia dan di sisi Allah Azza wa Jalla, mereka yang istiqomah di jalan yang lurus, mereka yang telah diberi ni’mat , mereka hanyalah terdiri dari 4 golongan manusia yakni para Nabi (yang utama adalah Rasulullah ), para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-oran g sholeh.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-oran g yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
“Dan barangsiap a yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqii n, orang-oran g yang mati syahid, dan orang-oran g saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-bai knya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Muslim yang terbaik untuk bukan Nabi , menjadi kekasih Allah (wali Allah) dengan mencapai shiddiqin dan bermacam tingkatan shiddiqin sebagaiman a yang diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/01/14/ 2011/09/28/ maqom-wali- allah/
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “sesungguhn ya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt seorang dari shahabatny a berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah ? Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluarga an dan bukan karena harta benda, wajah-waja h mereka memancarka n cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mim bar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakann ya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya diantara hamba-hamb aku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatka n maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”S eorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mu dah-mudaha n kami menyukainy a. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhn ya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatir an terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Yunus [10]:62 )
Mereka yang jauh dari Allah Azza wa Jalla adalah mereka yang berpaling dari Allah atau mereka yang memperturu tkan hawa nafsu atau mereka yang berakhlak tidak baik.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“…Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatka n kamu dari jalan Allah..” (QS Shaad [38]:26 )
“Katakanlah : “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatla h aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-oran g yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56 )
Mereka yang semakin jauh dariNya adalah mereka yang berilmu tapi tidak mendapatka n hidayah.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Barangsiap a yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya , maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“
Mereka yang semakin jauh dari Allah Azza wa Jalla adalah mereka yang berilmu namun terjerumus kekufuran dalam i’tiqod.
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabih at) memiliki makna-makn a khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiap a memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaiman a makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat) , ia kafir secara pasti.”
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/ 1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, “Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabih at, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran” .
Mereka menjadi kafir sebagaiman a yang diuraikan oleh khataman Khulafaur Rasyidin, Imam Sayyidina Ali ra dalam riwayat berikut.
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-oran g kafir.“
Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkar an?”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena pengingkar an. Mereka mengingkar i Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati- Nya dengan sifat-sifa t benda dan anggota-an ggota badan.” (Imam Ibn Al-Mu’alli m Al-Qurasyi (w. 725 H) dalam Kitab Najm Al-Muhtadi Wa Rajm Al-Mu’tadi ).
Mereka menjadi kafir sehingga mereka mempunyai rasa permusuhan kepada orang-oran g beriman dan berkasih sayang dengan orang kafir.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-oran g yang paling keras permusuhan nya terhadap orang beriman adalah orang-oran g Yahudi dan orang-oran g Musyrik” ( QS Al Maaidah [5]: 82 )
Mereka mempunyai rasa permusuhan sehingga mereka memerangi orang beriman adalah mereka yang memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikirannya sendiri. Mereka mengada-ad a atau membuat perkara baru (bid’ah) dalam perkara larangan maupun kewajiban yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkan Nya
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguh nya di masa kemudian akan ada peperangan di antara orang-oran g yang beriman.” Seorang Sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-ora ng yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Ya, karena mengada-ad akan di dalam agama (mengada-a da dalam perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkan nya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharama n) , apabila mereka mengerjaka n agama dengan pemahaman berdasarka n akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Perkara kewajiban dan larangan adalah hak Allah ta’ala menetapkan nya.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggal kan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjaka n berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu (dikerjaka n berdosa), maka jangan kamu pertengkar kan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincang kan dia.” (Riwayat Daraquthni , dihasankan oleh an-Nawawi) .
Jika ulama berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggal kan berdosa), perkara larangan (dikerjaka n berdosa) dan perkara pengharama n (dikerjaka n berdosa) wajib berlandask an dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla
Mereka membuat-bu at larangan yang tidak pernah dilarang oleh Allah Azza wa Jalla maupun oleh RasulNya. Mereka membuat larangan berdasarka n akal pikirannya yakni berdasarka n kaidah yang tidak berdasarka n Al Qur’an dan As Sunnah yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainy a hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukann ya). Kesalahpah aman kaidah ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
Mereka “memerangi ” orang beriman sebagaiman a yang dialami oleh mufti mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah yang mempertaha nkan fatwa bahwa Niqab ( Cadar / Purdah) adalah suatu kebiasaan yang di bolehkan dan bukan merupakan satu kewajiban (ditinggalka n berdosa) sebagaiman a kesepakata n jumhur ulama bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan termasuk aurat bagi perempuan. Hal ini diuraikan dalam tulisan padahttp:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/30/ hukum-penut up-muka/
Andaikan Niqab ( Cadar / Purdah) sebuah perkara syariat atau kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa maka akan bertentang an dengan larangan menutup muka ketika ihram bagi kaum wanita. Adalah hal yang mustahil dalam perkara syariat ada yang saling bertentang an.
Firman Allah Azza wa Jalla,
أَفَلاَ يَتَدَبَّر ُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُوا ْ فِيهِ اخْتِلاَفا ً كَثِيراً
“Maka apakah mereka tidak memperhati kan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentang an yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa 4 : 82)
Mereka “memerangi ” orang beriman sebagaiman a perintah ulama mereka dalam kitabnya berjudul “al-Majmu’ al-mufid min ‘Aqidati al Tauhid” hal. 55
لاينفع اسلامكم اذا أعلنتم الحرب العشواء على هذه الطرق الصوفية فقضيتم عليها قاتلوا هم قبل أن تقاتلوا اليهود والمجوس
“Tidak berguna Islam kalian sebelum kalian mengumumka n perang terhadap torikoh sufi dan kalian membantain ya, perangilah mereka sebelum memerangi yahudi dan majusi”
Perintah yang diada-adak an (bid’ah) yang tidak pernah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla maupun tidak pernah disampaika n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam. Tentang kaum sufi telah dijelaskan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2010/05/07/ kaum-sufi/ danhttp:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/12/29/ masuk-surga / Sedangkan tentang amalan dan konsep dasar tasawuf telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/12/25/ amalan-dasa r-tasawuf/
Contoh lain mereka “memerangi ” orang beriman sebagaiman a yang terurai dalam tulisan pada http:// www.aswaja- nu.com/ 2010/01/ dialog-syai kh-al-syan qithi-vs-w ahhabi_20. html atau pada http:// www.faceboo k.com/ photo.php?f bid=220630 637981571& set=a.2206 3051131491 7.56251.10 0001039095 629
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Orang-ora ng beriman itu sesungguhn ya bersaudara . ( Qs. Al-Hujjara t :10)
““Hai orang-oran g yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangk an suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiN ya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-oran g kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan- Nya kepada siapa yang dikehendak i-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian -Nya), lagi Maha Mengetahui .” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Diriwayatk an hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai. ” (HR Muslim)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
[http://0.facebook.com/home.php?sk=group_196355227053960&view=doc&id=320579314631550&refid=7]
[