Ada kesalah-ka prahan yang demikian meluas di kalangan umat Islam, yang saya sendiri pun pernah mengalami. Yakni, tentang kekhusyuka n shalat. Banyak diantara kita yang tanpa sadar telah menjadikan ‘khusyuk’ sebagai tujuan shalat. Dan lantas, melupakan tujuan yang sesungguhn ya dari shalat itu sendiri.
Sesungguhn ya, shalat bukan bertujuan untuk memperoleh kekhusyuka n. Karena fungsi dasar shalat memang bukan untuk mencapai kekhusyuka n. Fungsi dasar shalat menurut al Qur’an ada dua, yakni: dzikrullah dan meminta pertolonga n.
QS. Thaahaa (20): 14
Sesungguhn ya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku (lidzikriy ).
QS. Al Baqarah (2): 45-46
Dan mintalah pertolonga n (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjak an) shalat. Dan sesungguhn ya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-oran g yang khusyuk.
(yaitu) orang-oran g yang meyakini, bahwa mereka akan bertemu Tuhannya (di dalam shalatnya) , dan bahwa mereka (kelak) akan kembali kepada-Nya (bertemu di akhirat).
Khusyuk, dalam ayat di atas didefinisi kan sebagai ’keyakinan ’ akan bertemu Allah di dalam shalat maupun di luar shalat ~ kelak di hari akhir. Jadi khusyuk bukan tujuan, melainkan motivasi agar kita memiliki keyakinan bahwa kita bisa bertemu Allah di dalam aktifitas ibadah kita.
Karena itu, khusyuk bukan menjadi tujuan yang harus dicapai. Cukup ditanamkan ke dalam jiwa kita bahwa kita akan bertemu dan bisa bertemu Allah. Di dalam shalat kita atau ibadah apa pun yang kita lakukan. Karena itu, istilah khusyuk bukan hanya digunakan di dalam ibadah shalat, melainkan juga dalam aktifitas keseharian . Yakni, menunjuk kepada orang-oran g yang setiap saat merasa ‘bersama’ Allah. ’Dilihat’ Allah. Dan ’bertemu’ dengan-Nya kemana pun dia menghadapk an wajahnya. Yang karenanya, ia selalu berusaha untuk berbuat kebaikan-k ebaikan.
QS. Al Anbiyaa’ (21): 90
Maka Kami memperkena nkan doanya, dan Kami anugerahka n kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung . Sesungguhn ya mereka adalah orang-oran g yang selalu bersegera dalam perbuatan- perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-oran g yang khusyuk kepada Kami.
Jadi, ketika kita merasa sudah selalu bersama Allah dalam setiap aktifitas, maka kita sudah termasuk orang-oran g yang khusyuk itu. Dan orang-oran g yang seperti inilah yang berpotensi untuk khusyuk juga di dalam shalat. Asal tidak salah menempatka n niat, yaitu: shalat untuk mengejar kekhusyuka n.
Maka, kalau Anda cermati QS. 2: 45-46 di atas, antara shalat dan kekhusyuka n itu prosesnya lebih dulu kekhusyuka n. Karena itu kalimatnya begini: ’... yang demikian (menjadika n shalat sebagai media minta tolong) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-oran g yang khusyuk... ’
Jadi, hanya orang-oran g yang sudah khusyuklah yang akan merasa mudah dan ringan untuk meminta pertolonga n kepada Allah lewat shalat. Jangan terbalik: dengan shalat kita mengejar kekhusyuka n.
Berarti, prosesnya harus dibalik. Kita belajar khusyuk dulu di luar shalat ~ yakni membangun kedekatan dengan-Nya setiap saat ~ maka dengan sendirinya , shalat kita akan menjadi mudah dan ringan untuk minta tolong kepada-Nya . Saat itu, pasti kita ’sudah bertemu’ dengan-Nya di dalam shalat. Bagaimana tidak, lha wong kita sudah berdialog untuk meminta pertolonga n kepada-Nya .
Karena itu, bagi yang belum bertemu Allah di dalam shalat, sebaiknya belajar membangun kekhusyuka n di luar shalat. Jadikanlah setiap peristiwa sebagai media untuk berdialog dengan-Nya . Dapat musibah dikaitkan dengan Allah, dapat kenikmatan juga dikaitkan dengan Allah. Bangun tidur dikaitkan dengan Allah, sarapan dikaitkan dengan Allah, bekerja dikaitkan dengan Allah, ketemu kawan dikaitkan dengan Allah, diskusi dikaitkan dengan Allah, dan seterusnya sampai tidur kembali dikaitkan dengan Allah.
Inilah orang-oran g yang khusyuk itu. Dan orang yang semacam ini, akan dengan ringannya melakukan shalat untuk meminta pertolonga n kepada-Nya . Di luar shalat ia khusyuk, di dalam shalat pun ia khusyuk. Karena kekhusyuka n memang sudah menjadi jiwanya setiap saat...
Maka, melakukan ibadah shalat bukan untuk mengejar kekhusyuka n. Orang yang demikian, justru telah menggeser perhatian utamanya: dari bertuhan kepada Allah menjadi bertuhan kepada kekhusyuka n. Maka, Allah tidak akan menganuger ahkan kekhusyuka n kepadanya. Karena yang dirindukan memang bukan Allah, melainkan ’kekhusyuk an’.
Allah tidak mengajarka n cara untuk mencapai kekhusyuka n, melainkan sekedar memotivasi untuk menjadi khusyuk, yakni mengaitkan segala peristiwa dengan kehadiran- Nya. Apa pun yang hadir di sekitar kita adalah Allah. Baik maupun buruk. Allah sedang menampakka n Diri-Nya kepada kita dalam semua peristiwa. Di luar shalat maupun di dalamnya. Lha Dia sedang menampakka n Diri-Nya kepada kita, kok kita tidak menyambut- Nya, melainkan malah sibuk mencari ’kekhusyuk an’ dengan berpusat pada diri sendiri... :(
’Kekhusyuk an’ baru akan diperoleh kalau kita memusatkan perhatian kepada Allah, bukan kepada diri sendiri. Kita tinggal memperhati kan-Nya dan kemudian menyambut- Nya, bukan mencari. Dia sudah hadir. Sudah hadir dimana pun dan kemana pun kita menghadap. Bukan dicari, cuma disadari dan ’diperhati kan’ belaka.
Dia sudah hadir di dalam segala yang kita lihat...
Dia sudah hadir di segala yang kita dengar...
Dia sudah hadir di segala yang kita ucapkan...
Dia sudah hadir di segala yang kita pikirkan.. .
Dia sudah hadir di segala yang kita diskusikan ...
Dia sudah hadir di seluruh penjuru peristiwa yang melingkupi kita...
Bahkan Dia sudah hadir di triliunan sel-sel tubuh kita...
Karena Dia memang sudah meliputi kita dan seluruh alam semesta...
Kenapa kita masih mencari-Ny a...?
Perhatikan saja apa yang sedang muncul dalam kesadaran Anda...
Dan kemudian rasakanlah , bahwa Allah sedang ’menampaka n’ Diri-Nya di ufuk mana pun kita menghadapk an wajah...
QS. Al Baqarah (2): 115
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhn ya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui .
QS. An Nisaa’ (4): 126
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.
Wallahu a’lam bishshwab
~ salam ~