Mereka yang mengaku-ak u mengikuti pemahaman Salafush Sholeh yang kenyataann ya adalah pengikut pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah sering mengedepan kan pembagian atau periodisas i ulama Salaf dan ulama khalaf. Pembagian atau periodisas i ini tidak pernah disampaika n oleh Rasulullah maupun oleh Salafush Sholeh. Pembagian atau periodisas i ini ditengarai adalah bagian dari hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi untuk memecah belah umat Islam.
Salafush Sholeh artinya kaum muslim terdahulu yang sholeh pada masa tiga generasi. Namun harus kita ingat bahwa kaum muslim baik ulama salaf maupun ulama khalaf (ulama kemudian / ulama setelah tiga generasi) mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi muslim yang sholeh atau muslim disisiNya, generasi tidak membatasi untuk menjadi sholeh.
Nabi shallallah u ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “sebaik-ba ik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian orang-oran g pada masa berikutnya , kemudian orang-oran g pada masa berikutnya , kemudian setelah mereka akan datang suatu kaum kesaksian mereka mendahului sumpah mereka, dan sumpah mereka mendahului kesaksian mereka.” (HR Bukhari 5949)
Ada beberapa hadits yang senada baik yang diriwayatk an Imam Bukhari maupun Imam Muslim namun hampir semuanya diikuti dengan perkataan Rasulullah yang artinya “kemudian setelah mereka akan datang suatu kaum kesaksian mereka mendahului sumpah mereka, dan sumpah mereka mendahului kesaksian mereka.”
Dari perkataan Rasulullah ini dapat kita pahami generasi terbaik tidak terbatas hanya pada tiga generasi pertama namun diiikuti generasi-g enerasi berikutnya bagi mereka yang bersaksi bahwa “Muhammad adalah utusan Allah”.
Ini terkait dengan firman Allah ta’ala yang artinya, “kuntum khayra ummatin ukhrijat lilnnaasi“, “Kamu (umat Rasulullah ) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (QS Ali Imran [3]:110 ).
Sahabat dikatakan “sebaik-ba ik manusia” karena termasuk manusia awal yang “melihat” Rasulullah atau manusia awal yang bersaksi atau bersyahada t.
Ibnu Hajar al-Asqalan i asy-Syafi’ i berkata:
“Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam“
Begitu pula dengan Tabi’in (orang yang “melihat”/ ”bertemu” dengan Sahabat) maupun Tabi’ut Tabi’in (orang yang “melihat”/ ”bertemu” dengan Tabi’in adalah “sebaik-ba ik manusia” karena mereka termasuk manusia awal yang bersaksi atau bersyahada t.
Bahkan Allah Azza wa Jalla menjamin untuk masuk surga bagi “sebaik-ba ik manusia” paling awal atau manusia yang bersaksi/ bersyahadat paling awal atau yang membenarka n Nabi Muhammad Shallallah u alaihi wasallam sebagai utusan Allah ta’ala paling awal atau as-sabiqun al-awwalun . Hal ini dinyatakan dalam firmanNya yang artinya,
“Orang-oran g yang terdahulu lagi yang pertama-ta ma (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-oran g yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediaka n bagi mereka surga-surg a yang mengalir sungai-sun gai di dalamnya selama-lam anya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS At Taubah [9]:100 )
Mereka yang termasuk 10 paling awal bersyahada t/ bersaksi atau yang termasuk “as-sabiqu n al-awwalun ” adalah, Abu Bakar Ash Shidiq ra, Umar bin Khattab ra, Ustman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra, Thalhah bin Abdullah ra, Zubeir bin Awwam ra, Sa’ad bin Abi Waqqas ra, Sa’id bin Zaid ra, ‘Abdurrahm an bin ‘Auf ra dan Abu ‘Ubaidah bin Jarrah ra .
Jadi yang disebut generasi terbaik atau sebaik-bai k manusia adalah bagi seluruh umat Nabi Sayyidina Muhammad Shallallah u alaihi wasallam atau bagi seluruh manusia yang telah bersaksi/ bersyahadat atau bagi seluruh muslim sampai akhir zaman.
Seluruh muslim mempunyai kesempatan untuk menjadi sholeh tanpa dibatasi zaman kapan mereka hidup.
Allah Azza wa Jalla tidak pernah membatasi manusia untuk menjadi terbaik atau paling mulia
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Sesungguhn ya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (Al-Hujura at [49]: 13 )
Indikator manusia bertaqwa adalah minimal menjadi muslim berakhlaku l atau muslim yang sholeh
Muslim terbaik atau muslim yang paling mulia adalah muslim yang mendapatka n tempat (maqom) di sisi Allah Azza wa Jalla yakni mereka yang istiqomah di jalan yang lurus, mereka yang telah diberi ni’mat , mereka hanyalah terdiri dari 4 golongan manusia yakni para Nabi (yang utama adalah Rasulullah ), para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-oran g sholeh.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-oran g yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
“Dan barangsiap a yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqii n, orang-oran g yang mati syahid, dan orang-oran g saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-bai knya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Muslim yang terbaik untuk bukan Nabi dan menjadi kekasih Allah (wali Allah) dengan mencapai shiddiqin dan bermacam tingkatan shiddiqin sebagaiman a yang diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/01/14/ 2011/09/28/ maqom-wali- allah/
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “sesungguhn ya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt seorang dari shahabatny a berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah ? Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluarga an dan bukan karena harta benda, wajah-waja h mereka memancarka n cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mim bar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakann ya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya diantara hamba-hamb aku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatka n maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”S eorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mu dah-mudaha n kami menyukainy a. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhn ya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatir an terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Yunus [10]:62 )
Para Salafush Sholeh maupun muslim yang sholeh niscaya mereka akan masuk surga.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Adapun orang-oran g yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Ny a niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Ny a. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya .” ( QS An Nisaa’ [4]:175
Namun mereka yang niscaya masuk surga berbeda kedekatan denganNya atau maqom (derajat) disisi Nya
Contoh perbedaan maqom (derajat) disisiNya ketika zaman Salafush Sholeh
Suatu hari Umar r.a. kedatangan rombongan dari Yaman, lalu ia bertanya :
“Adakah di antara kalian yang datang dari suku Qarn?”.
Lalu seorang maju ke dapan menghadap Umar. Orang tersebut saling bertatap pandang sejenak dengan Umar. Umar pun memperhati kannya dengan penuh selidik.
“Siapa namamu?” tanya Umar.
“Aku Uwais”, jawabnya datar.
“Apakah engkau hanya mempunyai seorang Ibu yang masih hidup?, tanya Umar lagi.
“Benar, Amirul Mu’minin”, jawab Uwais tegas.
Umar masih penasaran lalu bertanya kembali “Apakah engkau mempunyai bercak putih sebesar uang dirham?” (maksudnya penyakit kulit berwarna putih seperti panu tapi tidak hilang).
“Benar, Amirul Mu’minin, dulu aku terkena penyakit kulit “belang”, lalu aku berdo’a kepada Allah agar disembuhka n. Alhamdulil lah, Allah memberiku kesembuhan kecuali sebesar uang dirham di dekat pusarku yang masih tersisa, itu untuk mengingatk anku kepada Tuhanku”.
“Mintakan aku ampunan kepada Allah”.
Uwais terperanja t mendengar permintaan Umar tersebut, sambil berkata dengan penuh keheranan. “Wahai Amirul Mu’minin, engkau justru yang lebih behak memintakan kami ampunan kepada Allah, bukankah engkau sahabat Nabi?”
Lalu Umar berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallah u alaihi wasallam berkata “Sesungguh nya sebaik-bai k Tabiin adalah seorang bernama Uwais, mempunyai seorang ibu yang selalu dipatuhiny a, pernah sakit belang dan disembuhka n Allah kecuali sebesar uang dinar di dekat pusarnya, apabila ia bersumpah pasti dikabulkan Allah. Bila kalian menemuinya mintalah kepadanya agar ia memintakan ampunan kepada Allah”
Uwais lalu mendoa’kan Umar agar diberi ampunan Allah. Lalu Uwais pun menghilang dalam kerumunan rombongan dari Yaman yang akan melanjutka n perjalanan ke Kufah. (H.R. Muslim dan Ahmad)
Uwais ra adalah contoh kekasih Allah (Wali Allah) pada generasi Tabi'in , dimana permintaan nya pasti dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla
Dalam sebuah haditas Qudsi, Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatka n diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (amal ketaatan/ perkara syariat), jika hamba-Ku terus menerus mendekatka n diri kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintain ya, maka Akulah pendengara nnya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangann ya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikann ya untuk berjalan,jikalau ia meminta-Ku , pasti Kuberi, dan jika meminta perlindung an kepada-KU, pasti Ku-lindung i. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaiman a keragu-rag uan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya. (HR Muslim 6021)
Seorang Wali Allah, mereka yang telah berma’rifa t, mereka yang disisiNya, mereka yang telah sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla, jika mereka memohon kepada Allah Azza wa Jalla , pasti akan dikabulkan Nya. Cuma mereka kadang malu untuk memohon kepada Allah karena telah mencukupka n diri kepada pengaturan Nya.
Para Wali Allah (kekasih Allah), mereka yang disisiNya pastilah dapat melihat Allah dengan hatinya atau mereka yang telah berma'rifa t atau mereka yang telah sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaim u dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah- Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Ny a? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Wali Allah (kekasih Allah), mereka yang telah berma’rifa t, mereka yang disisiNya, mereka yang telah sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla adalah muslim yang Ihsan
Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan atau muslim yang telah berma’rifa t.
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.
Kondiri terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh)
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=2&ay atno=3&act ion=displa y&option=c om_muslim
Jadi perjalanan manusia hingga sampai dapat mencapai maqom (derajat) disisiNya sehingga berma'rifa t atau bertemu dengan Allah, melihat Allah dengan hati adalah
Muslim -> Mukmin -> Muhsin
Muslim adalah minimal manusia yang telah bersyahada t
Muslim yang menjalanka n amal ketaatan atau perkara syariat (syarat hamba Allah) atau “bukti cinta” adalah disebut orang beriman (mukmin)
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Katakanlah : “Jika kamu (benar-ben ar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosam u.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imron [3]:31 )
“Katakanlah : “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhn ya Allah tidak menyukai orang-oran g kafir” (QS Ali Imron [3]:32 )
“dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-oran g yang beriman.” (QS Al Anfaal [8]:1 )
Muslim yang menjalanka n amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan menjalanka n amal kebaikan atau mereka yang mengungkap kan cintanya kepada Allah Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (orang-ora ng yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-oran g yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-oran g yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-oran g yang beruntung” (QS Lukman [31]:2-5)
Jadi tujuan manusia hidup pada hakikatnya adalah untuk menjadi muslim yang Ihsan, muslim yang baik, muslim sholeh atau muslim yang berakhlaku l karimah sebagaiman a tujuan Rasulullah diutus oleh Allah Azza wa Jalla
Rasulullah menyampaik an yang maknanya “Sesungguhn ya aku diutus (Allah) untuk menyempurn akan Akhlak.” (HR Ahmad).
Berikut pernyataan para ulama-ulam a terdahulu tentang siapakah yang dimaksud mereka yang mencapai muslim yang terbaik atau muslim yang ihsan atau muslim yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati.
Al-Imam Al-Kabir Abdul Qahir Al-Baghdad i berkata :
الفصل الأول من فصول هذا الباب في بيان أصناف أهل السنة والجماعة. اعلموا أسعدكم الله أن أهل السنة والجماعة ثمانية أصناف من الناس… والصنف السادس منهم: الزهاد الصوفية الذين أبصروا فأقصروا، واختَبروا فاعتبروا، ورضوا بالمقدور وقنعوا بالميسور، وعلموا أن السمع والبصر والفؤاد كل أُولئك مسؤول عن الخير والشر، ومحاسب على مثاقيل الذر، فأعدُّوا خير الإِعداد ليوم المعاد، وجرى كلامهم في طريقَيْ العبارة والإِشارة على سَمْتِ أهل الحديث دون من يشتري لهو الحديث، لا يعملون الخير رياء، ولا يتركونه حياء، دينُهم التوحيد ونفي التشبيه، ومذهبهم التفويضُ إِلى الله تعالى، والتوكلُ عليه والتسليمُ لأمره، والقناعةُ بما رزقوا، والإِعراضُ عن الاعتراض عليه. {ذلكَ فضلُ اللهِ يؤتِيهِ مَنْ يشاءُ واللهُ ذو الفضلِ العظيمِ
“ Fasal pertama dari fasal-fasa l bab ini, tentang penjelasan kelompok-k elompok Ahlus sunnah waljama’ah . Ketahuilah , semoga Allah membuat kalian bahagia, sesungguhn ya Ahlus sunnah waljama’ah ada delapan kelompok manusia..( hingga ucapan beliau)..”
Kelompok ke enam di anatara mereka adalah orang-oran g yang zuhud dan ahlis shufi yang mereka memandang dengan mata hati hingga mereka bisa berlaku sederhana, mereka mendapat ujian dan mereka mengambil pelajarann ya. Mereka ridha dengan ketentuan dan legowo dengan hal yang ringan. Mereka ahli shufi mengetahui bahwa pendengara n, penglihata n dan hati semuanya akan dimintai pertangung jawabannya dari kebaikan atau keburukan dan akan dihisab walau seberat biji atom pun. Maka mereke mempersiap kan diri dengan sebaik-bai k bekal untuk hari kembali kelak dan ucapan mereka berjalan di dalam dua jalan ibarat dan isyarat berdasarka n karakter ahli hadits bukan orang yang menjual permainan hadits. Mereka beramal kebaikan tidak dengan pamer dan tidak meninggalk an kebaikan karena malu. Agama mereka Tauhid dan meniadakan Tasybih (penyerupa an) dan mazdhab mereka Tafwidh (menyerahk an makna) kepada Allah Swt, tawakkal dan penyerahan diri kepada perintah Allah. Qonaah terhadap rezeki yang mereka dapat dan berpaling dari mengeluh atas-Nya. Itulah keutamaan Allah yang Allah berikan pada orang yang dikehendak i-Nya dan Allah maha memiliki keutamaan yang agung “. (Al-Farq bainal Firaq halaman : 236)
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Abdu Rauf al-Manawi berkata :
وإني كنت قبل أن يكتب الشباب خط العذار , أردد ناظري في أخبار الأولياء الأخيار , وأتتبع مواقع إشارات حكم الصوفية الأبرار , وأترقب أحوالهم وأسبر أقوالهم … حتى حصلت من ذلك على فوائد عاليات , وحكم شامخات ساميات فألهمت أن أقيد ما وقفت عليه في ورقات , وأن أجعله في ضمن التراجم , كما فعله بعض الأعاظم الأثبات , فأنزلت الصوفية في طبقات , وضربت لهم في هذا المجموع سرادقات , ورتبتهم على حروف المعجم عشر طبقات , كل مائة سنة طبقة , وجمعتهم كواكب كلها معالم للهدي , ومصابيح للدجى , ورجوم للمسترقة
“ Sesungguhn ya aku sebelum seorang pemuda dicatat akan catatan alasannya, ingin mencermati kisah-kisa h para wali Allah yang terpilih, aku telusuri isyarat-is yarat hokum ahli shufi yang baik dan aku selidiki keadaan-ke adaan mereka dan aku kuak ucapan-uca pan mereka hingga aku mendapatka n beberapa faedah yang tinggi sebab itu dan hikmah-hik mah berbobot nan luhur. Lalu aku mendapatka n ilham agar mencatat apa yang aku dalami itu pada sebuah buku, dan agar aku buat isi biografi perjalanan mereka sebagaiman a telah dilakukan sebagian besar ulama. Maka aku posisikan ulama shufi dalam beberapa tingkatan dan ku beberkan beberapa tenda dalam kumpulan ini. Aku tertibkan nama mereka menjadi sepuluh tingkatan. Setiap seratus tahun satu tingkatan dan aku kumpulkan bintang-bi ntang seluruhnya bagaikan petunjuk bagi kebenaran dan penerang bagi kegelapan serta panah api bagi si pencuri “. (Al-Kawaik u Ad-Durriyy ah fii Tarajimi ash-Shufiy yah halaman : 3-4, karya imam Abdur Raouf al-Manawi)
Al-Imam Al-Allamah Al-Mufassi r Fakhruddin Ar-Razi berkata :
الباب الثامن في أحوال الصوفية:اع لم أن أكثر مَنْ حَصَرَ فرق الأمة، لم يذكر الصوفية وذلك خطأ، لأن حاصل قول الصوفية أن الطريق إِلى معرفة الله تعالى هو التصفية والتجرد من العلائق البدنية، وهذا طريق حسن.. وقال أيضاً: والمتصوفة قوم يشتغلون بالفكر وتجرد النفس عن العلائق الجسمانية، ويجتهدون ألاَّ يخلو سرَّهم وبالَهم عن ذكر الله تعالى في سائر تصرفاتهم وأعمالهم، منطبعون على كمال الأدب مع الله عز وجل، وهؤلاء هم خير فرق الآدميين
“ Bab kedelapan : Tentang keadaan-ke adaan ahli tasawwuf. Ketahuilah , sesungguhn ya kebanyakan orang yang menghitung pembagian golongan umat tidak menyebut golongan ahli tasawwuf dan hal itu salah, karena keseluruha n ucapan ahli tasawwuf adalah sesungguhn ya jalan menuju pengenalan kepada Allah Ta’ala adalah Tashfiyyah (penyucian ) dan membersihk an diri dari ketergantu ngan badan, dan jalan ini merupakan jalan yang baik. Beliau juga berkata “ Kaum shufi adalah orang-oran g yang menyibukka n diri dengan tafakkur dan membersihk an jiwa dari ketergantu ngan jasmaniyah , berusaha keras agar hati mereka tidak kosong dari mengingat Allah Ta’ala di dalam gerak-geri k mereka, selalu berpegang dengan kesempurna an adab bersama Allah, dan merekalah paling baiknya golongan anak manusia “. (I’tiqadaa t firaqil Muslimin wal musyrikin halaman : 72-73, Karya imam Fakhruddin Ar-Razi)
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi berkata :
اعلم وفقني الله وإياك أن علم التصوف في نفسه علم شريف رفيع قدره سني أمره ، لم تزل أئمة الإسلام وهداة الأنام قديماً وحديثاً يرفعون مناره وَيُجِلُّو ن مقداره ويعظمون أصحابه ويعتقدون أربابه ، فإنهم أولياء الله وخاصته من خلقه بعد أنبيائه ورسله ، غير أنه دخل فيهم قديماً وحديثاً دخيل تشبهوا بهم وليسوا منهم وتكلموا بغير علم وتحقيق فزلوا وصلوا وأضلوا ، فمنهم من اقتصر على الاسم وتوسل بذلك إلى حطام الدنيا ، ومنهم من لم يتحقق فقال بالحلول وما شابهه فأدى ذلك إلى إساءة الظن بالجميع ، وقد نبه المعتبرون منهم على هذا الخطب الجليل ونصوا على أن هذه الأمور السيئة من ذلك الدخيل.
“ Ketahuilah , semoga Allah memberikan taufiq-Nya padaku dan kamu, sesungguhn ya ilmu tasawwuf itu sendiri adalah ilmu yang mulia, tinggi derajatnya dan luhur urusannya. Para imam Islam dan para ulama penunjuk manusia sejak dulu hingga sekarang selalu mengangkat lambangnya , meninggika n martabatny a dan mengangung kan para pemeluknya dan meyakini kemulian ahlinya. Karena mereka adalah para wali Allah Swt dan orang-oran g khusus-Nya dari makhluk-Ny a setelah para nabi dan rasul-Nya, akan tetapi masuklah sesuatu yang asing sejak dulu hingga sekarang yang menyerupai penganut tasawwuf padahal sama sekali mereka bukanlah dari ahli tasawwuf. Mereka berbicara tanpa ilmu dan mengerti hakikat, sehingga mereka tergelinci r, sesat dan menyesatka n. Di antara mereka ada yang mencukupka n saja dengan nama dan menjadikan perantara untuk mengambil keuntungan dunia. Di antara mereka ada yang belum mencapai hakikat sehingga mereka berucap dengan hulul dan semisalnya , sehingga itu semua membuat munculnya buruk sangka terhadap semua ajaran tasawwuf. Sungguh para pengambil pelajaran dari mereka telah member peringatan atas nasehat mulia ini dan menetapkan bahwa semua perkara buruk ini muncul dari sesuatu yang asing (di luar tasawwuf) tersebut “. (Ta’yidul Haqiqah al-‘Aliyya h Wa Tasyiduth Thariqah asy-Syadzi liyyah halaman : 7, karya imam as-Suyuthi )
Al-Imam Al-Allamah Syaikhul Islam Tajuddin As-Subuki berkata :
حَيَّاهمُ الله وبيَّاهم وجمعنا في الجنة نحن وإِياهم. وقد تشعبت الأقوال فيهم تشعباً ناشئاً عن الجهل بحقيقتهم لكثرة المُتلبِّس ين بها، بحيث قال الشيخ أبو محمد الجويني لا يصح الوقف عليهم لأنه لا حدَّ لهم. والصحيح صحته، وأنهم المعرضون عن الدنيا المشتغلون في أغلب الأوقات بالعبادة.. ثم تحدث عن تعاريف التصوف إِلى أن قال: والحاصل أنهم أهل الله وخاصته الذين ترتجى الرحمة بذكرهم، ويُستنزل الغيث بدعائهم، فرضي الله عنهم وعنَّا بهم
“ Semoga Allah memanjangk an hidup para penganut tasawwuf dan mengangkat derajat mereka serta mengumpulk an kita dan mereka di surga. Sungguh telah banyak pendapat miring tentang mereka yang bersumber dari kejahilan akan hakekat mereka disebabkan oknum-oknu m yang membuat samar ajaran tasawwuf. Oleh karenanya syaikh Abu Muhammad Al-Juwaini berkata “ Tidak boleh berhenti dalam mendefinis kan mereka, sebab mereka tak memiliki batasan istilah. Yang benar adalah keabsahann ya dan definisi shufiyyah adalah orang-oran g yang berpaling dari dunia yang menyibukka n diri disebagian besar waktunya dengan beribadah. Kemudian bermuncula nlah ta’rif-ta’ rif baru tentang tasawwuf.. (sampai ucapan beliau) : “..Kesimpu lannya ulama tasawwuf adalah keluarga dan orang-oran g khusus Allah yang diharapan turunnya rahmat dengan menyebut nama mereka dan turunnya hujan dengan perantara doa mereka. Maka semoga Allah meridhoi mereka dan kita semua dengan sebab mereka “. (Mu’idun Ni’am wa Mubidun Niqam halaman : 140, karya imam Subuki)
Al-Allamah al-Hafidz Ibnu Hajar al-Haitami berkata :
إياك أن تنتقد على السادة الصوفية : وينبغي للإنسان حيثُ أمكنه عدم الانتقاد على السادة الصوفية نفعنا الله بمعارفهم، وأفاض علينا بواسطة مَحبتَّنا لهم ما أفاض على خواصِّهم، ونظمنا في سلك أتباعهم، ومَنَّ علينا بسوابغ عوارفهم، أنْ يُسَلِّم لهم أحوالهم ما وجد لهم محملاً صحيحاً يُخْرِجهم عن ارتكاب المحرم، وقد شاهدنا من بالغ في الانتقاد عليهم، مع نوع تصعب فابتلاه الله بالانحطاط عن مرتبته وأزال عنه عوائد لطفه وأسرار حضرته، ثم أذاقه الهوان والذلِّة وردَّه إلى أسفل سافلين وابتلاه بكل علَّة ومحنة، فنعوذ بك اللهم من هذه القواصم المُرْهِقا ت والبواتر المهلكات، ونسألك أن تنظمنا في سلكهم القوي المتين، وأن تَمنَّ علينا بما مَننتَ عليهم حتى نكون من العارفين والأئمة المجتهدين إنك على كل شيء قدير وبالإجابة جدير.
“ Berhati-ha tilah kamu dari menentang para ulama shufi. Dan sebaiknya bagi manusia sebisa mungkin untuk tidak menentang para ulama shufi, semoga Allah member manfaat kpeada kita dengan ma’rifat-m a’rifat mereka dan melimpahka n apa yang Allah limpahkan kepada orang-oran g khususnya dengan perantara kecintaan kami pada mereka, menetapkan kita pada jalan pengikut mereka dan mencurahka n kita curahan-cu rahan ilmu ma’rifat mereka. Hendaknya manusia menyerahka n apa yang mereka lihat dari keadaan para ulama shufi dengan kemungkina n-kemungki nan baik yang dapat mengeluark an mereka dari melakukan perbuatan haram.
Kami sungguh telah menyaksika n orang yang sangat menentang ulama shufi, mereka para penentang itu mendapatka n ujian dari Allah dengan pencabutan derajatnya , dan Allah menghilang kan curahan kelembutan -Nya dan rahasia-ra hasia kehadiran- Nya. Kemudian Allah menimpakan para penentang itu dengan kehinaan dan kerendahan dan mengembali kan mereka pada derajat terendah. Allah telah menguji mereka dengan semua penyakit dan cobaan . Maka kami berlindung kepada-Mu ya Allah dari hantaman-h antaman yang kami tidak sanggup menahannya dan dari tuduhan-tu duhan yang membinasak an. Dan kami memohon agar Engkau menetapi kami jalan mereka yang kuat, dan Engkau anugerahka n kami apa yang telah Engkau anugerahka n pada mereka sehingga kami menjadi orang yang mengenal Allah dan imam yang mujtahid, sesungguhn ya Engkau maha Mampu atas segala sesuatu dan maha layak untuk mengabulka n permohonan “. (Al-Fatawa Al-Haditsi yyah : 113, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami )
Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqala ni berkata :
وروى الخطيب بسند صحيح أن الإمام أحمد سمع كلام المحاسبي فقال لبعض أصحابه ما سمعت في الحقائق مثل كلام هذا الرجل ولا أرى لك صحبتهم . قلت – أي الإمام ابن حجر – إنما نهاه عن صحبتهم لعلمه بقصوره عن مقامهم فإنه في مقام ضيق لا يسلكه كل واحد ويخاف على من يسلكه أن لا يوفيه حقه. وقال الأستاذ أبو منصور البغدادي – عن الحارث المحاسبي – في الطبقة الأولى من أصحاب الشافعي كان إماما في الفقه والتصوف والحديث والكلام وكتبه في هذه العلوم أصول من يصنف فيها
“ Al-Khatib meriwayatk an dengan sanad yang shahih bahwa imam Ahmad mendengar ucapan Al-Muhasib i, maka beliau berkata pada sahabat-sa habatnya “ Aku belum pernah mendengar ucapan tentang hakikat-ha kikat seperti ucapan al-Muhasib i ini dan aku berpendapa t jangan engkau berteman dengan semisal al-Muhasib i. Aku (Ibnu Hajar) katakana : “ Sesungguhn ya imam Ahmad melarang untuk berteman dengan orang semisal al-Muhasib i , karena beliau mengetahui pendeknya maqam (kedudukan nya) dibandingk an kedudukan mereka. Karena al-Muhasib i berada di dalam maqam dhiq (sempit) yang tidak mampu ditapaki oleh setiap orang dan dikhawatir kan bagi orang yang menapaki tidak bisa memenuhi haqnya. Ustadz Abul Manshur al-Baghdad i berkata “ Dari al-Harits al-Muhasib i di dalam bab Tingkatan pertama dari pengikut Imam Syafi’i “ Beliau al-Muhasib i adalah seorang imam di bidang ilmu fiqih, tasawwuf, hadits dan kalam. Dan kitab beliau di dalam ilmu ini merupakan ushul / sandaran bagi ulama yang mengarang kitab ilmu “. (Tahdzib at-Tahdzib juz 2 halaman : 117, karya imam Ibnu Hajar al-Asqalan i)
Imam Nawawi Rahimahull ah berkata :
أصول طريق التصوف خمسة: تقوى الله في السر والعلانية. اتباع السنة في الأقوال والأفعال. الإِعراض عن الخلق في الإِقبال والإِدبار. الرضى عن الله في القليل والكثير.ال رجوع إِلى الله في السراء والضراء.
“ Pokok-poko k metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapa n maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian- Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshi d fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi)
Al-Imam Al-Hafidz Abu Nu’aim Al-Ashfiha ni berkata :
أما بعد أحسن الله توفيقك فقد استعنت بالله عز وجل وأجبتك الى ما ابتغيت من جمع كتاب يتضمن أسامي جماعة وبعض أحاديثهم وكلامهم من أعلام المتحققين من المتصوفة وأئمتهم وترتيب طبقاتهم من النساك من قرن الصحابة والتابعين وتابعيهم ومن بعدهم ممن عرف الأدلة والحقائق وباشر الأحوال والطرائق وساكن الرياض والحدائق وفارق العوارض والعلائق وتبرأ من المتنطعين والمتعمقين ومن أهل الدعاوى من المتسوفين ومن الكسالى والمتثبطين المتشبهين بهم في اللباس والمقال والمخالفين لهم في العقيدة والفعال وذلك لما بلغك من بسط لساننا ولسان أهل الفقه والآثار في كل القطر والأمصار في المنتسبين إليهم من الفسقة الفجار والمباحية والحلولية الكفار وليس ما حل بالكذبة من الوقيعة والإنكار بقادح في منقبة البررة الأخيار وواضع من درجة الصفوة الأبرار بل في إظهار البراءة من الكذابين , والنكير على الخونة الباطلين نزاهة للصادقين ورفعة للمتحققين ولو لم نكشف عن مخازي المبطلين ومساويهم ديانة , للزمنا إبانتها وإشاعتها حمية وصيانة , إذ لأسلافنا في التصوف العلم المنشور والصيت والذكر المشهور
“ Selanjutny a, semoga Allah memperbagu s taufiqmu, maka sungguh aku telah memohon pertolonga n kepada Allah Ta’ala dan menjawabmu atas apa yang engkau mau dari pengumpula n kitab yang mengandung nama-nama kelompok dan sebagian hadits dan ucapan mereka dari ulama hakikat dari orang-oran g ahli tasawwuf, para imam dari mereka, penertiban tingkatan mereka dari orang-oran g ahli ibadah sejak zaman sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in dan setelahnya dari orang yang memahami dalil dan hakikat. Menjalanka n hal ihwal serta thariqah, bertempat di taman (ketenanga n) dan meninggalk an ketergantu ngan. Berlepas dari orang-oran g yang berlebihan dan orang-oran g yang mengaku-ng aku, orang-oran g yang berandai-a ndai dan dari orang-oran g yang malas yang menyerupai mereka di dalam pakaian dan ucapan dan bertentang an pada mereka di dalam aqidah dan perbuatan. Demikian itu ketika sampai padamu dari pemaparan lisan kami dan lisan ulama fiqih dan hadits di setiap daerah dan masa tentang orang-oran g yang menisabatk an diri pada mereka adalah orang-oran g fasiq, fajir, suka mudah berkata mubah dan halal lagi kufur. Bukanlah menghalalk an dengan kedustaan, umpatan dan pengingkar an dengan celaan di dalam manaqib orang-oran g baik pilihan dan perendahan dari derajat orang-oran g suci lagi baik, akan tetapi di dalam menampakka n pelepasan diri dari orang-oran g pendusta dan pengingkar an atas orang-oran g pengkhiana t, bathil sebagai penyucian bagi orang-oran g jujur dan keluhuran bagi orang-oran g ahli hakikat. Seandainya kami tidak menyingkap kehinaan dan keburukan orang-oran g yang mengingkar i tasawwuf itu sebagai bagian dari agama, maka kami pasti akan menjelaska n dan mengupasny a sebagai penjagaan, karena salaf kami di dalam ilmu tasawwuf memiliki ilmu yang sudah tersebar dan nama yang masyhur “. (Muqoddima h Hilyah Al-Awliya, karya imam Al-Ashfiha ni)
Al-Imam Al-Kabir Al-Mufassi r An-Nadzdza r Abi Al- muzdhaffar Al-Isfiray aini berkata :
في الباب الخامس عشر : في بيان اعتقاد أهل السنة والجماعة وبيان مفاخرهم ومحاسن أحوالهم وسادسها : علم التصوف والإشارات , وما لهم فيها من الدقائق والحقائق , لم يكن قط لأحد من أهل البدعة فيه حظ بل كانوا محرومين مما فيه من الراحة والحلاوة , والسكينة والطمأنينة وقد ذكر أبو عبد الرحمن السلمي من مشايخهم قريبا من ألف ، وجمع إشاراتهم وأحاديثهم ولم يوجد في جملتهم قط من ينسب إلى شيء من بدع القدرية والروافض ، والخوارج ، وكيف يتصور فيهم من هؤلاء وكلامهم يدور على التسليم ، والتفويض والتبري من النفس ، والتوحيد بالخلق والمشيئة ، وأهل البدع ينسبون الفعل ، والمشيئة ، والخلق ، والتقدير إلى أنفسهم ، وذلك بمعزل عما عليه أهل الحقائق من التسليم والتوحيد
Di bab ke-15 : Tentang penjelasan aqidah Ahlus sunnah waljama’ah dan penjelasan kebanggaan serta kebaikan hal ihwal mereka. Fasal yang ke- 6 adalah : Ilmu Tasawwuf dan isyarat dan apa yang mereka miliki dari ilmu-ilmu yang lembut dan ilmu hakikat. Yang tidak akan mendapat bagian sedikitpun dari ilmu ini orang-oran g ahli bid’ah bahkan mereka terhalang mendapatka n apa yang ada pada ulama tasawwuf dari ketenangan , manisnya ibadah, sakinah dan tuma’ninah . Abu Abdirrahma n As-Salmi telah menyebutka n guru-guru mereka hampir mendekati seribu, mengumpulk an isyarat dan hadits mereka namun tak ditemukan satu pun dari mereka orang-oran g ahli bid’ah seperti qodariyyah , rowafidh dan khowarij. Bagaimana bisa tergambar pada mereka padahal ucapan ahli tasawwuf berputar pada taslim, tawakkal dan berlepas dari diri. Dan bertauhid dengan akhlak dan keinginan. Sedangkan ahlul bid’ah menisbatka n perbuatan dan keinginan, akhlak dan pennetuan pada diri mereka. Hal ini bertentang an dengan ahli hakikat dari sifat taslim dan tauhid “. (At-Tabshi r fiddin halaman : 164, karya imam al-Isfiray aini)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830