PERTANYAAN
:
Assalamu'alaikum. Mau tanya
masalah ASI yang diperdagangkan, itu bagaimana menurut islam?apalagi sekarang
sudah ada keju dan es krim yang dibuat dari ASI (di luar negeri sudah ada).
Terus bagaimana kalau si anak minum ASI yang diperjual-belikan tersebut ? apakah
juga tidak menjadi anak sepersusuan ibu ASI (dimana ASI itu berasal) ? semoga
paham maksud pertanyaan saya. Mohon penjelasannya, trims. [Lailia
Zain].
JAWABAN
:
Wa'alaikumsalam. JUAL BELI
ASI (AIR SUSU IBU). Menurut MALIKIYYAH, SYAFI'IYYAH dan pendapat yang paling
shahih di kalangan HANABILAH menghukumi BOLEH. Sedang menurut MALIKIYYAH
menyatakan TIDAK BOLEH
ويصح
بيع لبن الآدميات لأنه طاهر منتفع به فأشبه لبن الشياه ومثله لبن الآدميين بناء على
طهارته وهو المعتمد كما مر في باب النجاسة
Dan sah hukumnya menjual
air susu wanita karena ia suci dan dapat diambil manfaatnya maka hukumnya
menyerupai susu kambing, juga sama bolehnya menjual air susu laki-laki karena
memandang kesuciannya dan yang demikian adalah pendapat yang dapat dijadikan
pegangan. [ Mughni al-Muhtaaj II/12 ].
(فرع)
بيع لبن الآدميات جائز عندنا لا كراهة فيه هذا المذهب وقطع به الاصحاب الا الماوردى
والساشى والرويانى فحكوا وجها شاذا عن أبى القاسم الانماطى من اصحابنا أنه نجس لا
يجوز بيعه وانما يربى به الصغير للحاجة وهذا الوجه غلط من قائله وقد سبق بيانه في
باب إزالة النجاسة فالصواب جواز بيعه قال الشيخ أبو حامد هكذا قاله الاصحاب قال ولا
نص للشافعي في المسألة هذا مذهبنا * وقال ابو حنيفة ومالك لا يجوز بيعه وعن أحمد
روايتان كالمذهبين
[ CABANG ] Menjual air susu
wanita boleh menurut kami (Syafi’iyyah) tidak makruh sama sekali dan ini
pendapat yang dijadikan madzhab dan menjadi keputusan pengikut-pengikut
syafi’iyyah kecuali menurut al-Mawardi, as-Saasyi dan ar-Royyaani yang menurut
mereka dengan mengutip pendapat Abu Qasim menyatakan bahwa air susu adalah najis
yang tidak dapat diperjual belikan dan diberikan pada bayi kecil karena ada
kepentingan…. Dst. Abu Hanifah dan Imam Malik menyatakan tidak boleh sedang
menurut Imam Ahmad terdapat dua pendapat. [ Al-Majmuu’ Syarh al-Muhadzdzab
IX/254 ].
بَيْعُ
لَبَنِ الآْدَمِيِّ :
11
- ذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَهُوَ الأَْصَحُّ عِنْدَ
الْحَنَابِلَةِ إِلَى جَوَازِ بَيْعِ لَبَنِ الآْدَمِيَّةِ إِذَا حُلِبَ ،
لأَِنَّهُ لَبَنٌ طَاهِرٌ مُنْتَفَعٌ بِهِ ، وَلأَِنَّهُ لَبَنٌ أُبِيحَ شُرْبُهُ ،
فَأُبِيحَ بَيْعُهُ قِيَاسًا عَلَى سَائِرِ الأَْنْعَامِ ، وَلأَِنَّهُ يَجُوزُ
أَخْذُ الْعِوَضِ عَنْهُ فِي إِجَارَةِ الظِّئْرِ ، فَأَشْبَهَ الْمَنَافِعَ .
وَلاَ يَجُوزُ بَيْعُهُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَهُوَ قَوْل جَمَاعَةٍ مِنَ
الْحَنَابِلَةِ ، لأَِنَّ اللَّبَنَ لَيْسَ بِمَالٍ فَلاَ يَجُوزُ بَيْعُهُ ،
وَالدَّلِيل عَلَى أَنَّهُ لَيْسَ بِمَالٍ إِجْمَاعُ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ وَالْمَعْقُول ،
__________
(1)
بدائع الصنائع 5 / 145 ، والفروق للقرافي وتهذيبه 3 / 240 - 241 ، ونهاية المحتاج 1
/ 227 ، والمغني 4 / 288 .
(2)
بدائع الصنائع 5 / 145 .
[ JUAL BELI ASI ] Kalangan
Malikiyyah dan Syafi’iyyah dan pendapat yang paling shahih dikalangan hanabilah
menyatakan bolehnya jual beli ASI karena :
1.Suci
2.Dapat diambil manfaatnya
3.ASI boleh diminum maka
boleh untuk dijual dengan mengqiyaskan hukumnya pada susu-susu binatang ternak
lainnya
4.Boleh menarik bea atas jasa
menyusui anak orang
Menurut Hanafiyyah jual
beli ASI hukumnya tidak boleh, ini juga sebuah pendapat yang terdapat di
kalangan Hanabilah karena ASI bukan tergolong jenis harta yang dapat diperjual
belikan berdasarkan IJMA’ para shahabat Nabi ra. Dan berdasarkan logika. [
Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 35/199 ].
Adapun syarat menyusu yang
menjadikan si Penyusu anak Rodho' yang punya susu adalah :
1. Susuan tersebut terjadi
pada usia-usia di antara dua tahun pertama dari usia anak yang menyusu darinya.
Dan jika seandainya usia yang menyusu itu di atas dua tahun maka tidaklah
menjadikannya haram untuk dinikahi, ini adalah pendapat jumhur ulama berdasarkan
sabda Rasulullah saw, ”Tidak ada rodho’ (susuan) kecuali diantara usia dua
tahun.” (HR. Daruquthni dari Ibnu Abbas).
Imam Malik menambahkan dari
masa dua tahun itu dengan dua bulan dikarenakan masa dua bulan ini dibutuhkan
bagi anak itu sebagai masa transisinya dari mengkonsumsi susu kepada makanan
lain. Hal itu apabila anak itu tidak disapih sebelum masa dua tahun sedangkan
apabila ia sudah disapih dan makan makanan kemudian menyusu maka susuannya itu
tidak menjadikannya sebagai mahram. Imam Abu Hanifah menentukan masa susuan itu
adalah dua tahun setengah. Setengah tahun itu adalah masa transisi bagi anak itu
untuk berpindah dari mengkonsumsi susu kepada makanan yang lainnya.
2. Hendaklah anak itu
menyusu sebanyak lima susuan secara terpisah sebagaimana kebiasaan, dimana anak
itu meninggalkan puting susunya dengan kehendaknya tanpa adanya halangan seperti
bernafas, istirahat sejenak atau sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba sehingga
menjadikannya lupa dari menyusu. Dalam hal ini tidak pula disyaratkan
hisapan-hisapan tersebut harus mengenyangkannya, demikian pendapat para ulama
madzhab Syafi’i serta pendapat yang paling kuat dari para ulama madzhab
Hambali.
Terhadap orang dewasa yang
sudah baligh dan berakal yang menyusu kepada seorang wanita maka jumhur ulama
dari kalangan sahabat, tabi’in dan para fuqoha mengatakan bahwa tidak ada susuan
yang menjadikannya mahram kecuali apabila terjadi pada saat ia masih kecil,
meskipun terjadi perselisihan dalam penentuan batas usia anak kecil tersebut.
Diantara dalil-dalil yang dipakai jumhur adalah :
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ
الرَّضَاعَةَ
Artinya : “.....Selama dua
tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al Baqoroh :
233)
Sabda Rasulullah saw,
”Sesungguhnya susuan itu hanyalah yang mengenyangkannya dari rasa lapar.” (HR.
Bukhori Muslim) artinya susu yang diminumnya itu mengenyangkannya dan ia tidak
memiliki makanan selainnya. Tentunya orang yang sudah dewasa tidaklah termasuk
didalamnya terlebih lagi hadits ini menggunakan kata-kata hanyalah. (al-Fiqhul
Islami wa Adillatuhu juz IX hal 6637 – 6638). Wallaahu A'lamu Bis Showaab.
[Masaji
Antoro, Mbah Jenggot II].