Mereka terpengaru h oleh para ulama yang dicirikan oleh Rasulullah sebagai yang artinya “Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita“.
Para ulama berbahasa ibu, bahasa Arab namun pemahamann ya menyelisih i kesepakata n as-sawad al a’zham (jumhur ulama) dikarenaka n terhasut atau terkena ghazwul fikri (perang pemahaman) kaum Zionis Yahudi sehingga mereka memerangi orang-oran g beriman namun “membiarka n” orang kafir atau membiarkan para penguasa negeri (umaro) menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaa n, penasehat maupun sebagai pelindung.
Para ulama yang mengada-ad a dalam urusan agama yakni mengada-ad akan kewajiban yang tidak diwajibkan Nya, mengada-ad akan larangan yang tidak dilarangNy a, mengharamk an sesuatu yang tidak diharamkan Nya. Para ulama yang memahami Al Qur'an dan As Sunnah lebih menyandark an berdasarka n akal pikiran sendiri, pemahaman yang tidak didapatkan dari bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang bersanad ilmu tersambung kepada lisannya Rasulullah .
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguh nya di masa kemudian akan ada peperangan di antara orang-oran g yang beriman.” Seorang Sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-ora ng yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Ya, karena mengada-ad akan di dalam agama (mengada-a da dalam perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkan nya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharama n) , apabila mereka mengerjaka n agama dengan pemahaman berdasarka n akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Telah menceritak an kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritak an kepada kami Al Walid bin Muslim telah menceritak an kepada kami Ibnu Jabir telah menceritak an kepadaku Busr bin Ubaidullah Al Khadrami, ia mendengar Abu Idris alkhaulani , ia mendengar Khudzaifah Ibnul yaman mengatakan ; Orang-oran g bertanya Rasulullah Shallallah u’alaihiwa sallam tentang kebaikan sedang aku bertanya beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jan gan aku terkena keburukan itu sendiri.
Maka aku bertanya ‘Hai Rasulullah , dahulu kami dalam kejahiliya han dan keburukan, lantas Allah membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan lagi?
Nabi menjawab ‘Tentu’.Sa ya bertanya ‘Apakah sesudah keburukan itu ada kebaikan lagi?
‘Tentu’ Jawab beliau, dan ketika itu ada kotoran, kekurangan dan perselisih an.
Saya bertanya ‘Apa yang anda maksud kotoran, kekurangan dan perselisih an itu?
Nabi menjawab ‘Yaitu sebuah kaum yang menanamkan pedoman bukan dengan pedomanku, engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkar inya.
Saya bertanya ‘Adakah setelah kebaikan itu ada keburukan?
Nabi menjawab ‘O iya,,,,, ketika itu ada penyeru-pe nyeru menuju pintu jahannam, siapa yang memenuhi seruan mereka, mereka akan menghempas kan orang itu ke pintu-pint u itu.
Aku bertanya ‘Ya Rasulullah , tolong beritahuka nlah kami tentang ciri-ciri mereka!
Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita.
Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahka n kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?
Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka!
Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?
Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok- kelompok / sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu.
(Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/ 135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/ 432. Abu Dawud no. 4244-4247.Bagh awi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399)
Berkata Ibnu Hajar rahimahull ah dalam Fathul Bari XIII/36: “Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyara tkan bahwa mereka adalah bangsa Arab”.
Sedangkan Al Qabisi menyatakan -seperti dinukil oleh Ibnu Hajar- secara lahir maknanya adalah bahwa mereka adalah pemeluk dien (agama) kita, akan tetapi batinnya menyelisih i. Dan kulit sesuatu adalah lahirnya, yang pada hakikatnya berarti penutup badan. Mereka mempunyai sifat seperti yang dikatakan dalam hadits riwayat Muslim yang artinya “Akan ada di kalangan mereka orang yang berhati iblis dengan jasad manusia” (Riwayat Muslim)
Dalam hadits tersebut Rasulullah memerintah kan kita untuk meninggalk an sekte (sempalan) , pemahaman yang menyelisih i pemahaman jumhur ulama dan berpegang pada pemahaman jumhur ulama sebagaiman a hadits yang lain
Rasulullah bersabda “Sesungguh nya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisih an maka ikutilah as-sawad al a’zham (pemahaman jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Kita paham bahwa yang berselisih pemahaman adalah para ulama , oleh karenanya sunnah Rasulullah adalah mengikuti as-sawad al a’zham atau mengikuti pemahaman jumhur ulama atau mengikuti pemahaman berdasarka n kesepakata n banyak ulama. Telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/07/30/ ikutilah-ju mhur-ulama / dan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/07/28/ keluar-dari -keumuman/
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahull ah dalam Fathul Bari XII/ 37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan : “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jamaah adalah Sawadul A’dzam.
Kemudian diceritaka n dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatka n kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jamaah, karena Allah tidak akan mengumpulk an umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-k elompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah/ sekte. Hindarilah semua firqah/ sekte itu jika kalian mampu untuk menghindar i terjatuh ke dalam keburukan” .
Mereka membantah berpegang dengan pemahaman secara harfiah pada “Badaal islamu ghoriban wasaya’udu ghoriba kama bada’a fatuuba lil ghoroba“ , Islam datang dalam keadaan asing dan akan akan kembali asing maka beruntungl ah orang-oran g yang asing itu.. (Hr Ahmad)
Kalau asing ditengah-t engah orang kafir atau orang yang sesat, tentulah hal yang benar namun asing ditengah-t engah mayoritas ulama yang sholeh maka itulah yang dimaksud keluar seperti anak panah yang meluncur dari busurnya
Mereka membantah berpegang dengan pemahaman secara harfiah pada perkataan Ibnu Mas’ud radhiallah u anhu (yang artinya): ”Al-Jama’ah adalah sesuatu yang menetapi al-haq walaupun engkau seorang diri”
Seorang diri ditengah-t engah orang kafir atau orang yang sesat, tentulah hal yang mudah dalam menetapkan al haq namun seorang diri ditengah-t engah ullama-ula ma yang sholeh dan lebih berkompete nsi menetapkan al haq maka itulah yang dimaksud keluar seperti anak panah yang meluncur dari busurnya atau keluar dari jamaah atau keluar dari As-Sawad Al-A’zhom (pemahaman jumhur ulama).
Mereka membantah dengan berkata bahwa Allah Azza wa Jalla melarang kita mengikuti orang kebanyakan . Mereka memahami secara harfiah firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-oran g yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatka nmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaa n belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS Al An’aam [6]:116)
Mereka tidak dapat membedakan antara “menuruti kebanyakan orang-oran g yang di muka bumi” dalam firman Allah ta’ala tersebut dengan “menuruti pendapat kebanyakan ulama yang sholeh (jumhur ulama)”.
Inilah apa yang dikatakan oleh Imam sayyidina Ali kw , “kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah).
Apa yang disampaika n oleh mereka adalah benar merupakan firman Allah ta’ala dalam (QS Al An’aam [6]:116) namun Allah ta’ala tidak bermaksud melarang hambaNya menuruti pendapat kebanyakan ulama (jumhur ulama).
Makna firman Allah ta’ala dalam (QS Al An’aam [6]:116) adalah larangan “menuruti kebanyakan orang-oran g yang dimuka bumi” yakni orang-oran g musyrik. Hal ini dapat kita pahami dengan memperhati kan ayat-ayat sebelumnya pada surat tersebut.
Secara tidak sadar mereka telah memfitnah Allah Azza wa Jalla , menggunaka n firman Allah ta’ala untuk tujuan/ maksud yang berbeda.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam memberikan nasehat kepada kaum muslim bila telah terjadi fitnah antara lain
Diriwayatk an dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari , Nabi shallallah u alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan ’
Diriwayatk an oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari , Nabi shallallah u alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhn ya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatk an hadits dari Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangk an pahala yang banyak’
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatk an dari Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, ‘Allah akan mendatangk an suatu kaum yang dicintai-N ya dan mereka mencintai Allah. Bersabda Nabi shallallah u alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-oran g Yaman’.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-oran g yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangk an suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiN ya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-oran g kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan- Nya kepada siapa yang dikehendak i-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian -Nya), lagi Maha Mengetahui .” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Dari Jabir, Rasulullah shallallah u alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Ibnu Jarir meriwayatk an, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-oran g Yaman’.
Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah ’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’.
Firman Allah Azza wa Jalla dalam (QS Al Ma’iadah [5]:54) di atas menjelaska n ciri-ciri ulama yang baik untuk diikuti yakni "yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-oran g kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela"
Jelaslah yang kita ikuti adalah ulama yang bersikap lemah lembut terhadap orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-oran g kafir bukan sebaliknya ulama yang keras terhadap orang mu'min dan bersikap lemah lembut terhdap orang kafir
Terhadap orang kafir kita harus bersifat keras maksudnya bersikap adil, tegas dan baik sebagaiman a perlakukan kita terhadap ciptaanNya yang lain.
Terhadap orang mu'min adalah bersaudara dan saling mencintai Firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya, "Orang-oran g beriman itu sesungguhn ya bersaudara " ( Qs. Al-Hujjara t :10)
Diriwayatk an hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallah u alaihi wasallam. bersabda: "Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai
Allah Azza wa Jalla telah mengibarat kan kelakuan orang kafir bagaikan kelakuan binatang.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Sesungguhn ya Allah memasukkan orang-oran g mu’min dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sun gai. Dan orang-oran g kafir bersenang- senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (QS Muhammad [47]:12 )
Untuk itulah kita sebaiknya jangan menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaa n, penasehat maupun pelindung.
Firman Allah Azza wa Jalla, "Hasbunalla h wani’mal wakil" , “Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-bai k tempat bersandar” (QS Ali `Imran [3]: 173)
Oleh karenanya sebaiknya jangan terlampau mudah percaya dengan ulama berbahasa Arab, periksalah apakah pemahaman mereka menyelisih i pemahaman imam/ pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat. Memang ada Imam Mazhab yang lain selain yang berempat namun pada akhirnya pendapat / pemahaman mereka karena tidak komprehensiv e atau tidak menyeluruh sehingga kaum muslim mencukupka nnya pada Imam Mazhab yang empat.
Sebagaiman a sunnah Rasulullah di atas bahwa "hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok- kelompok / sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu" maka janganlah mengikuti pemahaman sekte manapun tetaplah pada jama'ah dengan menggigit As Sunnah dan sunnah Khulafaur Rasyidin berdasarka n pemahaman imam/ pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah. Janganlah sebaliknya yakni memahami Al Qur'an dan As Sunnah dengan akal pikiran sendiri lalu membanding kannya dengan pemahaman Imam Mazhab yang empat.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Barangsiap a menguraika n Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhn ya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkan nya.” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda…”Barangsiap a yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediaka n tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmid zi)
Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla h mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami y , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahf i 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Baya n Juz 5 hal. 203
Sanad ilmu / sanad guru sama pentingnya dengan sanad hadits
Sanad hadits adalah otentifika si atau kebenaran sumber perolehan matan/ redaksi hadits dari lisan Rasulullah
Sedangkan Sanad ilmu atau sanad guru adalah otentifika si atau kebenaran sumber perolehan penjelasan baik Al Qur’an maupun As Sunnah dari lisan Rasulullah .
Contoh sanad Ilmu atau sanad guru Imam Syafi’i ra
1. Baginda Nabi Muhammad Shallallah u alaihi wasallam
2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
3. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
4. Al-Imam Malik bin Anas ra
5. Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra
Salah satu cara mempertaha nkan sanad ilmu atau sanad guru adalah dengan mengikuti pendapat/ pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Ulama yang tidak mau bermazhab , pada hakikatnya telah memutuskan rantai sanad ilmu atau sanad guru, berhenti pada akal pikirannya sendiri dimana didalamnya ada unsur hawa nafsu atau kepentinga n.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830