Dalam tulisan sebelumnya pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/01/27/ perkataan-m enyesatkan / telah disampaika n bahwa karena perkataan bid’ah yang menyesatka n yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” , “Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukann ya” sehingga mereka ragu mana yang merupakan amal kebaikan mana yang amal keburukan. Bahkan ada yang ikut-ikuta n bahwa “baik itu relatif tergantung sudut pandang manusia atau kesepakata n antar manusia”
Landasan atau pegangan kita untuk melakukan perbuatan diluar apa yang telah diwajibkan oleh Allah Azza wa Jalla, diluar perkara wajib dikerjakan dan wajib dijauhi dan tidak pernah dilakukan atau dicontohka n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam maupun oleh para Sahabat radliallah u ‘anhu adalah
Sikap atau perbuatan yang baik adalah jika sikap atau perbuatan tersebut tidak bertentang an dengan Al Qur’an dan As Sunnah
Sikap atau perbuatan yang buruk adalah jika sikap atau perbuatan tersebut bertentang an dengan Al Qur’an dan As Sunnah
قاَلَ الشّاَفِعِ ي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ماَ أَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتاَباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعاً أَوْ أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضاَلَةُ ، وَماَ أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخاَلِفُ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُوْ دَةُ -(حاشية إعانة 313 ص 1الطالبين -ج )
Artinya ;
Imam Syafi’i ra berkata –Segala hal yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah ) dan menyalahi pedoman Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataa n sahabat) adalah bid’ah yang sesat (bid’ah dholalah). Dan segala kebaikan yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah )
dan tidak menyelahi pedoman tersebut maka ia adalah bid’ah yang
terpuji (bid’ah mahmudah atau bid’ah hasanah), bernilai pahala.
(Hasyiah Ianathuth- Thalibin –Juz 1 hal. 313)
Cara lain untuk mengetahui suatu perbuatan adalah kebaikan atau keburukan dengan mengembali kannya kepada hati atau akal qalbu (raja atau hakim atau penguasa dari akal pikiran).
Wabishah bin Ma’bad r.a. berkata: Saya datang kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan?” Saya menjawab, “Benar.”Be liau bersabda, “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa-apa yang menenteram kan jiwa dan hati, sedangkan dosa adalah apa-apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-oran g memberi fatwa yang membenarka nmu.” hadits diriwayatk an oleh Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ad-Darami dengan sanad hasan
Nawas bin Sam’an r.a. meriwayatk an dari Nabi shallallah u alaihi wasallam.,
beliau bersabda, “Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa
adalah segala hal yang mengusik jiwamu dan engkau tidak suka jika orang
lain melihatnya .” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim).
Permasalah an manusia tidak lagi dapat menggunaka n hati atau akal qalbu mereka untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk adalah karena dosa
Setiap dosa merupakan bintik hitam hati (ketiadaan
cahaya), sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati
Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan barangsiap a
yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan
lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar. Karena sesungguhn ya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada” (QS Al Hajj [22]:46 )
Mereka yang berpendapa t bahwa peringatan Maulid Nabi adalah perbuatan dosa karena termasuk bid’ah yang menyesatka n (bid’ah dholalah) dan setiap kesesatan akan bertempat di neraka menyampaik an pendapat mereka yang lain seperti,
“Kalau orang Nasrani memperinga ti hari kelahirann ya Nabi Isa bin Maryam, maka sebagian orang Islam juga ikut-ikuta n memperinga ti hari kelahirann ya nabi Muhammad shallallah u ‘alaihi wa sallam”.
Intinya mereka berpendapa t bahwa peringatan Maulid Nabi adalah salah satu bentuk bertasyabu h dengan kaum Nasrani atau menyerupai perbuatan kaum Nasrani. Bagi mereka kaum muslim yang memperinga ti Maulid Nabi termasuk mereka yang terhasut oleh kaum Zionis Yahudi atau mengekor pada kaum Zionis Yahudi.
Bertasyabu h yang terlarang adalah bertasyabu h perbuatan yang bertentang an dengan Al Qur’an dan As Sunnah atau bertasyabu h perbuatan yang akan mengantar kepada perbuatan yang bertentang an dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Bukanlah sebuah kesalahan bagi kaum Nasrani memperinga ti hari kelahirann ya Nabi Isa bin Maryam. Kesalahan mereka adalah menjadikan Yesus , yang diyakini oleh mereka Nabi Isa bin Maryam menjadi putera Tuhan.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasu l-Nya dan janganlah kamu mengatakan : “(Tuhan itu) tiga”, berhentila h (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhn ya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan- Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara“. ( QS An Nisaa [4]:171 )
“Orang-oran g Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-oran g Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikianla h itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-oran g kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS At Taubah [9]:30 )
Hukum asal perbuatan diluar perkara syariat atau diluar dari apa yang telah diwajibkan Nya (wajib dijalankan dan wajib dijauhi) adalah mubah sampai ada dalil yang melarangny a
Tidak ada larangan dalam Al Qur’an dan As Sunnah untuk memperinga ti hari kelahiran seorang manusia.
Kita boleh memperinga ti atau mengingat masa lampau untuk bekal hari esok. Bahkan hal ini adalah anjuran dari Allah Azza wa Jalla, sebagaiman a firmanNya, “Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad” “Perhatika n masa lampaumu untuk hari esokmu” (QS al Hasyr [59] : 18 )
Kita mengingat kelahiran kita dan kejadian-k ejadian di waktu lampau untuk bekal kita mengisi biodata, riwayat hidup. Kita mengingat apa yang telah disampaika n orang tua, ulama kita dahulu untuk bekal menjalanka n kehidupan kita hari ini dan esok. Kita memperinga ti Maulid Nabi dan perjalanan hidupnya sebagai bekal kita meneladani dan mengimplem entasikann ya dalam kehidupan kita hari ini dan esok.
Mereka yang mengikuti pendapat ulama-ulam a mereka bahwa peringatan Maulid Nabi adalah berdosa adalah mereka yang mengada-ad a dalam perkara agama atau membuat perkara baru (bid’ah) dalam perkara syariat yakni perkara larangan yang jika dikerjakan / dilanggar akan berdosa.
Perkara agama atau perkara syariat termasuk perkara larangan bersumber hanya dari Allah ta'ala.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Perkara larangan adalah hak Allah ta’ala menetapkan nya dan Allah ta’ala tidak lupa.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggal kan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjaka n berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu (dikerjaka n berdosa), maka jangan kamu pertengkar kan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincang kan dia.” (Riwayat Daraquthni , dihasankan oleh an-Nawawi)
Urusan agama atau perkara syariat atau perkara yang diwajibkan Nya termasuk perkara larangan telah sempurna atau telah disampaika n seluruhnya oleh Rasulullah .
Rasulullah shallallah u ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatka n kamu dari surga dan menjauhkan mu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatk an dari surga” = perkara kewajiban (ditinggal kan berdosa)
“menjauhka n dari neraka” = perkara larangan dan perkara pengharama n (dikerjaka n berdosa)
Kalau ada larangan yang tidak pernah disampaika n oleh Rasulullah maka ini termasuk bid’ah dholalah
Kesimpulan nya, mereka dengan mengikuti pendapat atau fatwa ulama-ulam a mereka bahwa peringatan Maulid Nabi adalah berdosa justru telah bertasyabu h dengan kaum Nasrani yakni menjadikan ulama-ulam a mereka sebagai tuhan selain Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah?”
Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalk an sesuatu bagi mereka, mereka menganggap nya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamk an bagi mereka sesuatu, mereka mengharamk annya“
Pada riwayat yang lain disebutkan , Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalk an sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutin ya. Yang demikian itulah penyembaha nnya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Katakanlah ! Siapakah yang berani mengharamk an perhiasan Allah yang telah diberikan kepada hamba-hamb aNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah ! Tuhanku hanya mengharamk an hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadany a dan apa yang tersembuny i dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutuk an Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui .” (QS al-A’raf: 32-33)
“Hai orang-oran g
yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhn ya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-se but oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-ad akan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhn ya orang-oran g yang mengada-ad akan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116].
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hamb aKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokka n mereka dari agamanya, dan mengharamk an atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaru hi supaya mereka mau menyekutuk an Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim).
Mereka bertasyabu h dengan kaum nasrani karena mereka terhasut atau korban ghawul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran sendiri sehingga menimbulka n perselisih an di antara kaum muslim
Salah satu penghasutn ya
adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang
dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens
menyelidik i dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpu lan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab ) dan istiqomah mengikuti tharikat-t harikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulam a yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemah kan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis .
Mereka yang terhasut meninggalk an pemahaman atau pendapat Imam Mazhab yang empat yang telah disepakati oleh jumhur ulama sejak dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
Imam Mazhab yang empat bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salafush Sholeh.
Imam Mazhab yang empat mengetahui dan mengikuti pemahaman Salafush Sholeh melalui lisannya Salafush Sholeh.
Imam Mazhab yang empat melihat sendiri penerapan, perbuatan serta contoh nyata dari Salafush Sholeh.
Mereka yang terhasut merasa telah mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun kenyataann ya mereka tidak lebih dari mengikuti pemahaman ulama-ulam a yang mengaku-ak u mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Dari mana ulama-ulam a tersebut mendapatka n pemahaman Salafush Sholeh kalau bukan pemahaman ulama-ulam a tersebut dengan akal pikiran mereka sendiri.
Marilah kita kembali mengikuti pemahaman Salafush Sholeh melalui apa yang disampaika n oleh Imam Mazhab yang empat dan mengikuti penjelasan -penjelasa n yang disampaika n oleh para ulama-ulam a terdahulu yang mengikuti Imam Mazhab yang empat sambil kita merujuk darimana mereka mengambiln ya yakni Al Qur’an dan As Sunnah dengan menggunaka n akal qalbu (akal pikiran yang ditundukka n kepada akal qalbu) berdasarka n karunia hikmah dari Allah Azza wa Jalla
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830