Oleh : Mbah
Jenggot
بسم
الله الرحمن الرحيم
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّـذِيْ هَدَانـَا لِهَذَا وَمَـا كُنَّا لِنَهْـتَدِيَ لـَوْلَا أَنْ
هَـدَانَـا اللهُ * وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِـهِ سَيـِّدِنَا
وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَـْيهِ وَسَـلَّمَ وَعَلَى آلَـهِ
وَصَحْبِـهِ * وَلَاحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِالـلّهِ الْعـَلِيِّ
الْعَـظِيْمِ
HUKUM BELAJAR DAN MEMAHAMI
MASALAH HAID :
وَيَجِبُ
عَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تَتَعَلَّمَ مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ مِنْ أَحْكَامِ
الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَالْإِسْتِحَاضَةِ فَإِنْ كَانَ زَوْجُهَا عَالِمًا
لَزِمَهُ تَعْلِيْمُهَا وَإِلَّا فَلَهَا الْخُرُوْجُ لِسُؤَالِ الْعُلَمَاءِ بَلْ
يَجِبُ عَلَيْهَا وَلَيْسَ لَهُ مَنْعُهَا إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ هُوَ وَيُخْبِرُهَا
فَتَسْتَغْنِيْ بِذَلِكَ.
“Hukumnya wajib bagi
seorang wanita akan mengaji sesuatu yang dibutuhkan dari hukum-hukum haid, nifas
dan istihadlat. Apabila suaminya pintar, maka wajib mengajar istrinya, dan
apabila suaminya tidak pintar, maka boleh, bahkan wajib bagi istrinya keluar
dari rumahnya untuk keperluan bertanya kepada ulama. Dan hukumnya haram bagi
suami yang melarang istrinya keluar dari rumahnya untuk keperluan itu, kecuali
suaminya akan bertanya kepada ulama, kemudian mengajarkan hukum-hukum itu kepada
istrinya, sehingga istrinya itu tidak perlu lagi keluar rumah”. (Hasyiyah
Al-Bajuri, 1/113).
BAB HAID
Definisi Haid
Haid menurut bahasa artinya
ialah mengalir. Adapun menurut istilah syara’ sebagaimana telah dijelaskan dalam
Fathul Qarib, yang mana memiliki ciri-ciri berwarna merah semu hitam
menghanguskan.
فَالْحَيْضُ
هُوَ) اَلدَّمُ (الْخَارِجُ) فِيْ سِنِّ الْحَيْضِ، وَهُوَ تِسْعُ سِنِيْنَ
فَأَكْثَرُ (مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ عَلَى سَبِيْلِ الصِّحَّةِ)، أَيْ لَا
لِعِلَّةٍ، بَلْ لِلْجِبِلَّةِ (مِنْ غَيْرِ سَبَبِ الْوِلَادَةِ).
"[Haid adalah] darah [yang
keluar] ketika sudah masanya haid, yakni sembilan tahun atau lebih [dari
kemaluan seorang wanita dalam kondisi sehat], yang bukan karena darah penyakit
melainkan karena kodrati [di mana tidak disebabkan karena melahirkan]". (Fathul
Qarib:10).
Ukuran Masa Seputar
Haidh
Penuturan memadai berkaitan
hal ini disebutkan dalam Fathul Qarib:
(وَأَقَلُّ
الْحَيْضِ) زَمَنًا (يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ) أَيْ مِقْدَارُ ذَلِكَ وهو أَرْبَعَةٌ
وَعِشْرُوْنَ سَاعَةً على الْإِتِّصَالِ الْمُعْتَادِ في الحَيْضِ (وَأَكْثَرُهُ
خَمْسَةَ عَشَرُ يَوْمُا) بِلَيَالِهَا, فَإِنْ زَادَ عليها فهو إِسْتِحَاضَةٌ,
(وَغاَلٍبُهُ سِتٌ أَوْ سَبْعُ) وَالْمُعْتَمَدُ في ذلك
الإِسْتِقْرَاءُ.
(وَأَقَلُّ
الطُّهْرِ) الْفَاصِلِ (بَيْنَ الْحَيْضَتَيْنِ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا)
وَاحْتَرَزَ الْمُصَنَّفُ بقوله بَينْ الْحَيْضَتَيْنِ عن الفاصِلِ بَيْنَ حَيْضٍ
وَنَِفَاسٍ إذَِا قُلْنَا بِالأصحِّ إنَّ الْحَامِلَ تَحِيْضُ فَإِنَّهُ يَجْوْزُ
أَنْ يَكُوْنَ دُو}نهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمَا, (وَلاَ حَدَّ لِأَكْثَرِهِ) اَيِ
الطاهِرْ فَقَدْ تَمَكَّثَ الْمَرْأَةُ دَهْرَا بِلاَ حَيْضٍ. أَمَّا غَالِبُ
الطُّهْرِ فَيُعْتَبَرُ بِغَالِبِ الْحَيْض] فَإنْ كَان الْحَيْضُ سِتًّا
فَالطَّهْرُ أَرْبَعُ وَعِشْرُوْنَ يَوْمَا, أوْ كَانَ الْحَيْضُ سَبْعًا
فَالطَّهْرُ ثَلاَثَةٌ وَعِشْرُوْن يَوْمُا.
"(Paling sedikitnya haidh)
dari segi waktunya (adalah sehari semalam) yakni ukuran paling sedikit haidh
adalah dua puluh empat jam secara terus-menerus sewajarnya. (Paling banyaknya
adalah lima belas hari) beserta malamnya. Bila lebih dari lima belas hari maka
kelebihannya disebut dengan darah istihadhah. (Sedangkan yang umum terjadi
adalah haidh selama enam atau tujuh hari). Landasan dari ukuran tadi diperoleh
dari penelitian lapangan.
(Paling sedikitnya masa
suci) yang memisah (antara dua siklus haidh adalah lima belas hari). Ucapan
mushannif 'antara dua siklus haidh' sebagai antisipasi dari pemisah antara haidh
dan nifas, ketika kita mengikuti qaul ashah bahwa wanita hamil mungkin haidh,
sebab dimungkinkan masa suci antara haidh dan nifas kurang dari lima belas hari.
(Tidak ada ketentuan mengenai ukuran paling lamanya masa suci) kadang dijumpai
wanita yang tidak pernah haidh semasa hidupnya. Sedangkan masa suci yang umum
terjadi adalah diukur dari umumnya masa haidh yang dialami. Bila haidhnya enam
hari maka masa sucinya dua puluh empat hari, atau haidhnya tujuh hari maka masa
sucinya berarti dua puluh tiga hari." (Fathul Qarib: 11)
Dasar Hukum
Adapun dasar hukum haid
adalah firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
وَيَسْأَلُوْنَكَ
عَنِ الْمَحِيْضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيْضِ وَلَا
تَقْرَبُوْهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ
أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Mereka bertanya kepadamu
tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran.” Oleh karena itu hendaklah
kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang di perintahkan Allah kepada mu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat, dan menyukai orang-orang yang mensucikan.” (QS.
Al-Baqarah: 222).
Dan Hadits Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai berikut:
إِنَّ
هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ رواه البخارى ومسلم عن عائشة
“Sesungguhnya haid ini yang
telah menetapkan Allah atas anak-anak putri Nabi Adam ‘alaihissalaam”. (HR.
Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa).
Catatan : Sanad dan matan
riwayat Imam Bukhari:
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ
الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ قَالَ سَمِعْتُ الْقَاسِمَ يَقُولُ سَمِعْتُ عَائِشَةَ
تَقُولُ خَرَجْنَا لَا نَرَى إِلَّا الْحَجَّ فَلَمَّا كُنَّا بِسَرِفَ حِضْتُ
فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا
أَبْكِي قَالَ مَا لَكِ أَنُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ إِنَّ هَذَا أَمْرٌ
كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَاقْضِي مَا يَقْضِي الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ
لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ قَالَتْ وَضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ
"Telah menceritakan kepada
kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata,
Aku mendengar 'Abdurrahman bin Al Qasim berkata, Aku mendengar Al Qasim bin
Muhammad berkata, Aku mendengar 'Aisyah berkata: Kami keluar dan tidak ada
tujuan selain untuk ibadah haji. Ketika tiba di Sarif aku mengalami haid,
kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk menemuiku sementara aku
sedang menangis. Beliau bertanya: "Apa yang terjadi denganmu? Apakah kamu datang
haid?". Aku jawab: Ya.
Beliau lalu bersabda:
"Sesungguhnya ini adalah perkara yang telah Allah tetapkan bagi kaum wanita dari
anak cucu Adam. Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang-orang yang haji,
kecuali thawaf di Ka'bah. 'Aisyah berkata: Kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkurban dengan menyembelih seekor sapi yang diniatkan untuk
semua isterinya."
Sumber kitab: Shahih
Bukhari juz I halaman 63, cetakan Maktabah Usaha Keluarga Semarang Indonesia /
juz I halaman 66-67, hadits nomor 294, maktabah syamilah.
Sanad dan matan riwayat
Imam Muslim:
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ
جَمِيْعًا عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ - قال عَمْرٌو حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ
عُيَيْنَةَ - عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ
عَائِشَةَ - رَضِىَ الله ُعَنْهَا - قَالَتْ
خَرَجْنَا
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ نَرَى إِلاَّ الْحَجَّ
حَتَّى إِذَا كُنَّا بِسَرِفَ أَوْ قَرِيبًا مِنْهَا حِضْتُ فَدَخَلَ عَلَىَّ
النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا أَبْكِى فَقَالَ « أَنُفِسْتِ ». يَعْنِى
الْحَيْضَةَ. – قَالَتْ – قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ « إِنَّ هَذَا شَىْءٌ كَتَبَهُ
اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَاقْضِى مَا يَقْضِى الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ
تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَغْتَسِلِى ». قَالَتْ وَضَحَّى رَسُولُ اللهِ -صلى
الله عليه وسلم- عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ.
"Telah menceritakan kepada
kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, 'Amr An-Naqid, serta Zuhair bin Harb, kesemuanya
dari Sufyan bin 'Uyainah, 'Amr berkata, Sufyan bin 'Uyainah menceritakan kepada
kami dari 'Abdurrahman bin Al Qasim, dari ayahnya, dari 'Aisyah berkata : Kami
keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak ada tujuan selain
untuk ibadah haji. Ketika tiba di Sarif atau wilayah di dekatnya aku mengalami
haid, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk menemuiku sementara
aku sedang menangis. Beliau bertanya: "Apakah kamu datang haid?". Aku jawab:
Ya.
Beliau lalu bersabda:
"Sesungguhnya ini adalah perkara yang telah Allah tetapkan bagi kaum wanita dari
anak cucu Adam. Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang-orang yang haji,
kecuali thawaf di Ka'bah sampai kamu melakukan mandi. 'Aisyah berkata: Kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkurban dengan menyembelih seekor sapi
yang diniatkan untuk semua isterinya". Sumber kitab : Shahih Muslim juz I
halaman 503, cetakan Syirkah al Ma’arif Bandung / juz IV halaman 30, hadits
nomor 2976, maktabah syamilah.
Nama-Nama haid :
Penyebutan berbagai nama
haid menurut fuqaha secara keseluruhan terdapat 15 nama, sebagaimana dituliskan
dalam Bujairimi:
قَوْلُهُ
: ( وَلَهُ عَشَرَةُ أَسْمَاءٍ ) أَيْ عَلَى مَا ذَكَرَ هُنَا وَإِلَّا فَذَكَرَ
بَعْضُهُمْ لَهُ خَمْسَةَ عَشَرَ اسْمًا نَظَمَهَا بَعْضُهُمْ بِقَوْلِهِ :
لِلْحَيْضِ عَشْرُ أَسْمَاءٍ وَخَمْسَتُهَا حَيْضٌ مَحِيضٌ مَحَاضٌ طَمْثٌ إكْبَارُ
طَمْسٌ عِرَاكٌ فِرَاكٌ مَعَ أَذًى ضَحِكٌ دَرْسٌ دِرَاسٌ نِفَاسٌ قُرْءٌ
إعْصَارُ
"[Terdapat sepuluh nama
untuk haid] yakni sesuai penuturan sebagian ulama. Namun sebagian ulama lain
menyebutkan lima belas nama haidh yang diurutkan dalam kalimat: lima belas nama
haid yaitu Haid, Mahid, Mahad, Thamtsu, Ikbar, Thamsu, 'Irak, Firak, Adza,
Dhahik, Darsu, Diras, Nifas, Qar-u, dan I'shar." (Bujairimi 'alal Iqna,
3/209).
Binatang Yang Mengalami
Haid
Adapun makhluk hidup yang
mengalami haid secara keseluruhan ada dua belas macam, dituliskan juga dalam
Bujairimi dalam halaman yang sama:
وَقَدْ
أَشَارَ إلَى هَذَا بَعْضُ مَنْ نَظَمَهَا مِنْ الطَّوِيلِ بِقَوْلِهِ :
ثَمَانِيَةٌ مِنْ جِنْسِهَا الْحَيْضُ يَثْبُتُ وَلَكِنْ فِي غَيْرِ النَّسَا لَا
يُؤَقَّتُ نِسَاءٌ وَخُفَّاشٌ وَضَبُعٌ وَأَرْنَبٌ وَنَاقَةٌ مَعَ وَزَغٍ وَحِجْرٍ
وَكَلْبَةٍ وَزَادَ بَعْضُهُمْ عَلَى ذَلِكَ بَنَاتِ وَرْدَانَ وَالْقِرَدَةِ ،
وَزَادَ الْمُنَاوِيُّ الْحِدَأَةَ وَزَادَ غَيْرُهُ السَّمَكَ .
"Sebagian ulama
mengisyaratkan hal ini dalam syair jenis thawil: delapan jenis makhluk hidup
yang mengalami haid telah diketahui, hanya saja selain pada jenis perempuan
waktu haidnya tidak pasti. Sejumlah delapan tersebut yakni perempuan, kelelawar,
anjing hutan, kelinci, unta, cicak, kuda, dan anjing. Sebagian ulama menambahkan
kecoa dan kera. Al-Munawi menambahkan spesies burung rajawali, lainnya lagi
memasukkan daftar ikan". (Bujairimi 'alal Iqna, 3/209).