Kaum muslim pada generasi sekarang seharusnya tidak perlu khawatir lagi akan bid’ah. Tidak perlu lagi membicarak an tentang bid’ah. Sungguh keterlalua n mereka yang menghujat saudara muslim lainnya sebagai ahlul bid’ah , karena mengatakan saudara muslim lainnya sebagai ahlul bid’ah sama saja telah mengkafirk annya. Hal ini telah kami sampaikan dalam tulisan sebelumnya pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/12/15/ seluruhnya- ibadah/ atau pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/03/ ahli-bidah- sebenarnya /
Dalam beberapa tulisan sebelumnya telah kami sampaikan tentang empat gerakan yang dilancarka n oleh kaum Zionis Yahudi dalam rangka ghazwul fikri (perang pemahaman) melalui pusat-pusa t kajian Islam yang mereka dirikan atau melalui ulama yang “dibentuk” atau dipengaruh i oleh mereka yakni
1. Paham anti mazhab, umat muslim diarahkan untuk tidak lagi mentaati pimpinan ijtihad atau imam mujtahid alias Imam Mazhab
2. Pemahaman secara ilmiah, umat muslim diarahkan untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-mas ing dengan metodologi “terjemahk an saja” hanya memandang dari sudut bahasa (lughat) dan istilah (terminolo gis) namun kurang memperhati kan nahwu, shorof, balaghoh, makna majaz, dll
3. Paham anti tasawuf untuk merusak akhlak kaum muslim karena
tasawuf adalah tentang Ihsan atau jalan menuju muslim yang Ihsan atau
muslim yang berakhlaku l karimah.
4. Paham Sekulerism e, Pluralisme , Liberalism e (SEPILIS) disusupkan kepada umat muslim yang mengikuti pendidikan di “barat”
Salah satunya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward
Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens
Of Arabian. Laurens menyelidik i dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpu lan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab ) dan istiqomah mengikuti tharikat-t harikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulam a yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis sebuah buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemah kan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis .
Mereka yang menyibukka n diri mendiskus ikan, membahas tentang bid’ah atau dalam kutbah jum’at masih menyampaik an “Kullu bid’atin dholalah” , boleh jadi karena mereka korban fitnah atau ghazwul fikri (perang pemahaman) alias hasutan yang dilakukan oleh kaum Zionis Yahudi untuk tidak mempercaya i hasil jerih payah pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat.
Mereka menyibukka n diri dengan mengulangi kembali apa yang telah dilakukan oleh Imam Mazhab yang empat namun sayangnya mereka belum berkompete nsi seperti kompetensi
Imam Mazhab yang empat dan bahan ijtihad mereka terbatas pada hadits
yang telah dibukukan sedangkan kita tahu bahwa hadits yang telah
dibukukan hanya sebagian saja dan sebagian lagi dalam bentuk hafalan
para penghafal hadits yang tidak lagi kita dapat temukan. Hadits-had its yang tidak dibukukan merupakan bagian bahan ijtihad dan istinbat para Imam Mazhab yang empat.
Timbul kekhawatir an akan bid'ah dikarenaka n mereka "menelusur i" kembali masa generasi Salafush Sholeh. Kekhawatir an terhadap bid'ah pada generasi Salafush Sholeh adalah ketika itu perkara syariat belum lagi dibukukan. Para Imam Mazhab yang empat lah yang menelusuri Al Qur’an dan mengumpulk an hadits-had its dan berijtihad dengannya sehingga dapat menetapkan nya kedalam 5 hukum perkara (istinbat) yakni wajib (fardhu), sunnah (mandub), haram, makruh, mubah.
Pada masa sekarang tidak ada lagi yang perlu ditelusuri dalam masalah perkara syariat yakni syarat sebagai hamba Allah meliputi menjalanka n kewajibanN ya (ditinggal kan berdosa), menjauhi laranganNy a (dikerjaka n berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkan Nya (dikerjaka n berdosa).
Tidak ada lagi yang perlu ditelusuri untuk ditetapkan sebagai kewajibanN ya (ditinggal kan berdosa). Fatwa-fatw a yang timbul pada masa kini adalah dalam perkara larangan (dikerjaka n berdosa) dan pengharama n (dikerjaka n berdosa) itupun merupakan turunan dari apa yang telah ditetapkan Nya.
Setelah para Imam Mazhab yang empat menyampaik an ijtihad dan istinbat mereka dalam kitab fiqih maka tidak perlu lagi buang-buan g waktu diskusi, ceramah atau khutbah membahas tentang bid’ah.
Imam Mazhab yang Empat telah menguraika n dalam kitab fiqih, batas agama atau perkara syariat yakni apa saja kewajibanN ya (ditinggal kan berdosa) yang harus dijalankan oleh seorang muslim dan apa saja laranganNy a (dikerjaka n berdosa) dan apa saja yang telah diharamkan Nya (dikerjaka n berdosa) yang harus dijauhi seorang muslim.
Kita tidak perlu mengulangi lagi apa yang dtelah dilakukan oleh Imam Mazhab yang empat. Kita hanya tinggal menjalanka n saja segala perkara syariat yang telah dijabarkan oleh Imam Mazhab yang empat, segala perkara yang wajib dijalankan dan wajib dijauhi mulai kita bangun tidur sampai tidur kembali,
Jika menghadapi sesuatu yang baru atau sesuatu yang tidak pernah dicontohka n/ dilakukan oleh Rasulullah
dan diluar amall ketaatan atau diluar perkara syariat (syarat sebagai
hamba Allah) atau perkara diluar dari apa yang telah diwajibkan Nya, pegangan kita adalah jika tidak bertentang an dengan Al Qur’an dan Hadits maka termasuk amal kebaikan dan sebaliknya jika bertentang an dengan Al Qur’an dan Hadits maka termasuk keburukan (sayyiah).
Imam Asy Syafi’i ~rahimahul lah berkata “Apa
yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau
ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah.
Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”
Bahkan al- Imam Nawawi membaginya dalam 5 status hukum.
أن البدع خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة
“Sesungguh nya bid’ah terbagi menjadi 5 macam ; bid’ah yang wajib, mandzubah (sunnah), muharramah (bid’ah yang haram), makruhah (bid’ah yang makruh), dan mubahah (mubah)” [Syarh An-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim, Juz 7, hal 105]
Bermacam-m acam matan/ lafaz sholawat, matan/ lafaz dzikir, untaian doa dan dzikir (ratib) walaupun tidak pernah dicontohka n/ dilakukan oleh Rasulullah , selama matan/ lafaznya tidak bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah maka hal itu perkara baru (bid'ah) yang mahmudah / hasanah.
Amal kebaikan atau amal sholeh yang mereka perbincang kan telah diuraikan dalam beberapa tulisan.
Tentang sholawat nariyah, http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/05/10/ dengan-rasu lullah-2/
Tentang sholawat badar, http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/03/14/ dengan-rasu lullah/
Riwayat sholawat badar, http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/05/10/ 2011/05/02/ sholawat-ba dar/
Tentang qashidah burdah, http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/06/ melalui-ham banya/
Riwayat qashidah burdah, http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/05/ kasidah-bur dah/
Tentang Maulid Barjanzi http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/02/ kembalilah- seperti-se mula/
Bahkan kitapun dapat mendatangi Rasulullah dan mendapatka n untaian doa dan dzikir dari Beliau atas izin Allah Azza wa Jalla dengan sarana yang dikehendak iNya seperti melalui mimpi. Sebagaiman a yang telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/12/16/ suasana-bat hin/
Dalam tulisan sebelumnya pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/12/15/ seluruhnya- ibadah/
telah kami sampaikan bahwa seluruh sikap dan perbuatan kita adalah
untuk beribadah kepada Allah ta’ala karena itulah tujuan kita
diciptakan Nya.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Aku tidak menciptaka n jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
“Beribadahl ah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputm u” (QS al Hijr [15] : 99)
Ibadah terbagi dalam dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan
Amal ketaatan atau perkara syariat adalah ibadah yang menjadi syarat sebagai hamba Allah yakni menjalanka n kewajibanN ya (ditinggal kan berdosa), menjauhi larangaNya (dikerjaka n berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkan Nya (dikerjaka n berdosa)
Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentang an dengan Al Qur'an dan Hadits.
Amal ketaatan = perkara syariat = urusan agama = "urusan kami" yakni perintahNy a dan laranganNy a
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, , "sesungguhny a agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Agama telah sempurna atau telah selesai segala perkara yang ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya atau telah selesai segala perkara yang wajib dijalankan manusia dan wajib dijauhi manusia ketika Nabi Sayyidina Muhammad Shallallah u alaihi wasallam di utus.
Kami menyampaik an kategorisa si ibadah kedalam amal ketaatan dan amal kebaikan berdasarka n apa yang telah dilakukan oleh para Imam Mazhab yang empat. Mereka umumnya mengkatego risasikann ya
kedalam 5 hukum perkara yakni wajib (fardhu), sunnah (mandub), haram,
makruh, mubah. Lebih detail lagi ada fardu ‘ain, fardu kifayah,
sunnah muakad, sunnah ghairu muakad, dan sebagainya . Semua itu kami kerucutkan menjadi dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan.
Kategorisa si yang kami sampaikan ini berdasarka n firman Allah Azza wa Jalla dalam beberapa ayat yang semakna, contohnya yang artinya,
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanla h
zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu
kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhn ya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Baqarah [2]:110)
“Sesungguhn ya orang-oran g yang beriman, mengerjaka n amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatir an terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS Al Baqarah [2]: 277)
Allah Azza wa Jalla menyampaik an amal ketaatan meliputi orang-oran g beriman yang menjalanka n kewajiban mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan melakukan amal kebaikan (amal shaleh)
Begitupula dengan apa yang telah disampaika n oleh Rasulullah , contohnya
Beliau menjawab: ‘Kamu menyembah Allah, tidak mensyirikk an-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyambung silaturrah im dengan keluarga.“ Ketika dia pamit maka Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika dia berpegang teguh pada sesuatu yang diperintah kan kepadanya niscaya dia masuk surga’. Dan dalam suatu riwayat Ibnu Abu Syaibah, Jika dia berpegang teguh dengannya. (HR Muslim 15)
Amal ketaatan yangi dicontohka n oleh Rasulullah adalah mendirikan sholat, menunaikan zakat dan amal kebaikan yang dicontohka n adalah menyambung silaturrah im dengan keluarga.
Orang yang menjalanka n amal ketaatan atau “bukti cinta” adalah disebut orang beriman (mukmin)
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Katakanla h: “Jika kamu (benar-ben ar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosam u.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS Ali Imron [3]:31 )
“Katakanla h: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhn ya Allah tidak menyukai orang-oran g kafir” (QS Ali Imron [3]:32 )
“dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-oran g yang beriman.” (QS Al Anfaal [8]:1 )
Muslim yang menjalanka n amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan menjalanka n amal kebaikan atau mereka yang mengungkap kan
cintanya kepada Allah Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut
muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau
sholihin.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (orang-ora ng yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-oran g yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-oran g yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-oran g yang beruntung” (QS Lukman [31]:2-5)
Muslim yang menjalanka n amal ketaatan (muslim yang beriman) dan menjalanka n amal kebaikan (muslim yang sholeh) niscaya mereka akan masuk surga
Balasan bagi muslim yang menjalakan amal ketaatan (orang beriman) dan menjalanka n amal kebaikan (beramal saleh) sebagaiman a yang disampaika n firmanNya yang artinya
[2:82] Dan orang-oran g yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.
[4:122] Orang-oran g yang beriman dan mengerjaka n amalan saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sun gai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lam anya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataann ya dari pada Allah
[11:23] Sesungguhn ya orang-oran g yang beriman dan mengerjaka n amal-amal saleh dan merendahka n diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-p enghuni syurga; mereka kekal di dalamnya
Janji Allah ta’ala bagi mereka yang beriman (mukmin) dan mengerjaka n amal saleh, masuk surga tanpa hisab
“….Dan barangsiap a mengerjaka n
amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam
keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di
dalamnya tanpa hisab. (QS Al Mu’min [40]:40 )
“Barangsia pa yang mengerjaka n
amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang
beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak
dianiaya walau sedikitpun ”. (QS An Nisaa’ [4]:124 )
Amal ketaatan adalah segala perkara atau ibadah yang diwajibkan Nya yakni wajib dijalankan (ditinggal kan berdosa) dan wajib dijauhi (dikerjaka n berdosa)
Amal kebaikan adalah perkara yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalk an dan banyak macam amal kebaikan dan boleh kita pilih mana yang kita akan lakukan
Dalam sebuah haditas Qudsi, Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: "hamba-Ku tidak bisa mendekatka n diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (amal ketaatan), jika hamba-Ku terus menerus mendekatka n diri kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia" (HR Muslim 6021) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=61&a yatno=89&a ction=disp lay&option =com_bukha ri
Bilal ra memperjala nkan dirinya kepada Allah ta’ala atau mendekatka n diri kepada Allah ta'ala dengan amal kebaikan berupa selalu menjaga wudhunya dan menjalanka n sholat selain sholat yang telah diwajibkan (selain sholat dalam amal ketaatan)
Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam pernah bertanya kepada Bilal ketika shalat Shubuh: “Hai Bilal, katakanlah
Kepadaku apakah amalanmu yang paling besar pahalanya yang pernah kamu
kerjakan dalam Islam, karena tadi malam aku mendengar derap sandalmu
di dalam surga? ‘ Bilal menjawab; ‘Ya Rasulullah , sungguh saya tidak mengerjaka n
amal perbuatan yang paling besar pahalanya dalam Islam selain saya
bersuci dengan sempurna, baik itu pada waktu malam ataupun siang hari.
lalu dengannya saya mengerjaka n shalat selain shalat yang telah diwajibkan Allah kepada saya.” (HR Muslim 4497) Sumber: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=45&a yatno=109& action=dis play&optio n=com_musl im
Jadi tidak perlu lagi berteriak "berantas bid'ah", "tegakkan syariat"
Ulama sufi, Syaikh Ibnu Athoillah mengatakan “Janganlah
kamu merasa bahwa tanpamu Syariat Islam tak kan tegak. Syariat Islam
telah tegak bahkan sebelum kamu ada. Syariat Islam tak membutuhka nmu, kaulah yg butuh pada Syariat Islam”
Syariat Islam telah tegak oleh Rasulullah shallallah u
alaihi wasallam dan telah diuraikan oleh para ahli fikih yang
dipimpin oleh pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid mutlak)
alias Imam Mazhab yang empat sehingga sudah jelas bagi kaum muslim
batasan agama atau perkara syariat atau amal ketaatan.
Memang ada Imam Mazhab yang lain selain yang berempat namun pada akhirnya pendapat / pemahaman mereka karena tidak komprehensiv e atau tidak menyeluruh sehingga kaum muslim mencukupka nnya pada Imam Mazhab yang empat.
Oleh karenanya para hakim agama, para mufti atau mereka yang
akan berfatwa sebaiknya berpegang pada pendapat atau pemahaman Imam
Mazhab yang empat sebagaiman a yang dicontohka n oleh mufti Mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah sebagaiman a contoh yang terurai dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/30/ hukum-penut up-muka/
Andaikan Niqab ( Cadar / Purdah) sebuah perkara syariat atau kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa maka akan bertentang an
dengan larangan menutup muka ketika ihram bagi kaum wanita. Adalah
hal yang mustahil dalam perkara syariat ada yang saling bertentang an.
Firman Allah Azza wa Jalla,
أَفَلاَ يَتَدَبَّر ُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُوا ْ فِيهِ اخْتِلاَفا ً كَثِيراً
“Maka apakah mereka tidak memperhati kan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentang an yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa 4 : 82)
Mufti Profesor Doktor Ali Jum`ah menegaskan
: ” bawah fatwa yang di keluarkan oleh Lembaga Fatwa Mesir dan
Lembaga Riset Islam yang terdiri dari ulama besar di seluruh dunia
menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukan termasuk auratnya perempuan, sebagaiman a juga pendapat mayoritas ulama islam dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi`i, dan Imam Mardawi al-Hanbali mengatakan bahwa pendapat yang sahih didalam mazhab Hanbali adalah muka dan telapak tangan tidak termasuk aurat “.
Mufti melanjutka n
: ” Bahwa fatwa ini bukan saja dimulai oleh mereka, bahkan Imam
Auza`i, Imam Abu Tsur , Atha`, Ikrimah, Sa`id bin Jubair, Abu
Sya`tsa`, ad-Dhahak, Ibrahim an-Nakha`i juga berpendapa t seperti itu, sementara diantara para sahabat yang berpendapa t seperti itu adalah Umar, Ibnu Abbas,
Dan Mufti juga menegaskan
bahwa pemakaian Niqab merupakan satu kebiasaan menurut mayoritas
ulama, hal ini merupakan kebebasan seseorang yang ingin memakainya atau tidak memakainya , kecuali jika bersangkut paut dengan adriminist arasi seperti membuat pasport, kartu kependuduk kan, identitas diri, bekerja di lembaga kesehatan, unit keamanan dan sebagianya maka boleh bagi pemerintah melarang menggunaka n Niqab ketika urusan tersebut dilaksanak an”.
Mufti menambahka n : ” Beginilah keputusan ulama umat dari zaman dahulu sampai sekarang jika bersangkut paut sesuatu yang Mubah (boleh) maka negara boleh membatasin ya sesuai dengan maslahah dan mudhrat .
Keputusan mufti Profesor Doktor Ali Jum`ah yang berpegang kepada imam/ pemimpin ijitihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat diperangi oleh "orang-ora ng beriman" yang mengada-ad akan dalam urusan agama yakni mengada-ad akan kewajiban yang tidak diwajibkan Nya, mengada-ad akan larangan yang tidak dilarangNy a, mengharamk an sesuatu yang tidak diharamkan Nya. Keadaan seperti ini telah disampaika n oleh Rasulullah .
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguh nya di masa kemudian akan ada peperangan di antara orang-oran g yang beriman.” Seorang Sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-ora ng yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Ya, karena mengada-ad akan di dalam agama (mengada-a da dalam perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkan nya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharama n) , apabila mereka mengerjaka n agama dengan pemahaman berdasarka n akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Rasulullah telah menyampaik an ciri-ciri mereka yang tidak lagi mentaati imam, kesepakata n jumhur ulama (as-sawad al a’zham). Mereka yang membentuk sekte, pemahaman mereka yang keluar dari pemahaman jumhur ulama.
Telah menceritak an kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritak an kepada kami Al Walid bin Muslim telah menceritak an kepada kami Ibnu Jabir telah menceritak an kepadaku Busr bin Ubaidullah Al Khadrami, ia mendengar Abu Idris alkhaulani , ia mendengar Khudzaifah Ibnul yaman mengatakan ; Orang-oran g bertanya Rasulullah Shallallah u’alaihiwa sallam tentang kebaikan sedang aku bertanya beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jan gan aku terkena keburukan itu sendiri.
Maka aku bertanya ‘Hai Rasulullah , dahulu kami dalam kejahiliya han dan keburukan, lantas Allah membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan lagi?
Nabi menjawab ‘Tentu’.
Saya bertanya ‘Apakah sesudah keburukan itu ada kebaikan lagi?
‘Tentu’ Jawab beliau, dan ketika itu ada kotoran, kekurangan dan perselisih an.
Saya bertanya ‘Apa yang anda maksud kotoran, kekurangan dan perselisih an itu?
Nabi menjawab ‘Yaitu sebuah kaum yang menanamkan pedoman bukan dengan pedomanku, engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkar inya.
Saya bertanya ‘Adakah steelah kebaikan itu ada keburukan?
Nabi menjawab ‘O iya,,,,, ketika itu ada penyeru-pe nyeru menuju pintu jahannam, siapa yang memenuhi seruan mereka, mereka akan menghempas kan orang itu ke pintu-pint u itu.
Aku bertanya ‘Ya Rasulullah , tolong beritahuka nlah kami tentang ciri-ciri mereka!
Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita.
Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahka n kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?
Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka!
Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?
Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok- kelompok / sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu.
(Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/ 135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/ 432. Abu Dawud no. 4244-4247.Bagh awi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399)
Ciri-ciri mereka yang membentuk sekte, pemahamann ya menyelisih i pemahaman jumhur ulama dicirikan oleh Rasulullah dengan perkataan, "Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita"
Berkata Ibnu Hajar rohimahull oh dalam Fathul Bari XIII/ 36:
“Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan
agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab”.
Sedangkan Al Qabisi menyatakan
-seperti dinukil oleh Ibnu Hajar- secara lahir maknanya adalah bahwa
mereka adalah pemeluk dien (agama) kita, akan tetapi batinnya
menyelisih i. Dan kulit sesuatu adalah lahirnya, yang pada hakikatnya
berarti penutup badan. Mereka mempunyai sifat seperti yang dikatakan
dalam hadits riwayat Muslim yang artinya “Akan ada di kalangan mereka
orang yang berhati iblis dengan jasad manusia” (Riwayat Muslim)
Dalam hadits tersebut Rasulullah memerintah kan kita untuk meninggalk an sekte (sempalan) , pemahaman yang menyelisih i pemahaman jumhur ulama dan berpegang pada pemahaman jumhur ulama sebagaiman a hadits yang lain
Rasulullah bersabda “Sesungguh nya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisih an maka ikutilah as-sawad al a’zham (pemahaman
jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al
Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius
Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Kita paham bahwa yang berselisih pemahaman adalah para ulama , oleh karenanya sunnah Rasulullah adalah mengikuti as-sawad al a’zham atau mengikuti pemahaman jumhur ulama atau mengikuti pemahaman berdasarka n kesepakata n banyak ulama.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahull ah dalam Fathul Bari XII/ 37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan : “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jamaah adalah Sawadul A’dzam.
Kemudian diceritaka n dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatka n
kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk
berpegang teguh pada Jamaah, karena Alloh tidak akan mengumpulk an umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-k elompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah/ sekte. Hindarilah semua firqah/ sekte itu jika kalian mampu untuk menghindar i terjatuh ke dalam keburukan” .
Oleh karenanya sebaiknya isi kutbah / ceramah adalah bagaimana kita memperjalank an diri hingga sampai (wushul) pada Allah Azza wa Jalla atau mendekatka n diri kepadaNya. Bagaimana mengupayak an agar umat muslim dapat selalu merasa diawasi/ dilihat oleh Allah Azza wa Jalla atau yang terbaik adalah bagaimana mengupayak an agar umat muslim dapat melihat Allah ta’ala dengan hati atau dengan kata lain bagaimana mengupayak an
umat muslim berakhlak baik, berakhlak baik terhadap Allah Azza wa
Jalla dan berakhlak baik terhadap sesama manusia dan ciptaanNya yang lain.
Mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla
atau yang terbaik mereka yang dapat melihat Allah dengan hati maka
mereka mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindar i perbuatan maksiat, menghindar i perbuatan keji dan mungkar hingga terbentukl ah muslim yang berakhlaku l karimah sesuai dengan tujuan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla
Rasulullah bersabda “Sesungguhn ya aku diutus (Allah) untuk menyempurn akan Akhlak.” (HR Ahmad).
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830