Muhammad Mujtahid Muthlaq
Makna Taqwa ( تقوى ) menurut beberapa tokoh ISLAM.
Adapun yang dapat di nukil dari Sabda Nabi SAW adalah
pernyataan beliau SAW:
“Makna TAQWA terkumpul dalam firman Allah:
Sesungguhn ya Allah
memerintah kan agar berbuat adil
dan berbuat ihsan (baik)- serta menyantuni para kerabat, dan agar mencegah dari perbuatan
keji dan munkar serta perbuatan lacur. Allah menasehati kalian agar kalian dapat
mengamb... il
pelajaran” . (An- Nahl 90).
Ibnu Abbas RA berkata:
”Orang Muttaqyn itu seseorang yang menjaga diri dari syirik, dari dosa- dosa
besar, dan dari segala perbuatan keji”.
Ibnu Umar RA berkata: “Taqwa itu hendaknya kamu jangan memandang diri kamu
lebih baik dibanding orang lain”.
Al- Hasan, semoga Allah merahmatin ya- dia berkata:
“Orang bertaqwa itu adalah seseorang yang berkata kepada setiap orang yang
dia lihat: ”O,.. Orang ini lebih baik dariku”.
Umar bin Khottob RA berkata kepada Ka’ab Al- Ahbar:
“Ceriterak an padaku
tentang makna taqwa”, Ka’ab balik bertanya: “Apakah anda pernah meliwati jalan
yang penuh duri?”. Umar menjawab: “Tentu”. Ka’ab meneruskan : “Apa yang anda lakukan?”. “Aku berhati- hati dan berusaha kuat agar tak kena
duri”. Kata Ka’ab: “Itulah makna taqwa”.
Kemudian Ka’ab membacakan
sebuah syair:
خل الذنوب صغيرها وكبيرها فهو التقي
واصنع كماش فوق أر ض الشوك يحذر ما يرى
لا تحقرن صغيرة إن الجبال من الحصى
Hindari segala dosa- yang kecil dan yang besarnya- itulah ketaqwaan
Bertindakl ah bagaikan
seseorang melewati padang duri, dia berhati- hati kepada segala yang ia
lihat.
Sungguh jangan menganggap
remeh sebuah dosa kecil
(Karena) sesungguhn ya gunung
pun tersusun dari kerikil- kerikil.
Umar bin Abdul Aziz berkata:
“Ketaqwaan itu bukan
sekedar puasa disiang hari dan qiyam dimalam hari atau melakukan keduanya itu.
Tapi taqwa itu meninggalk an apa
yang dilarang Allah, mengerjaka n
apa yang difardhu kanNya, Maka yang Alloh anugerahka n selebihnya adalah kebaikan”.
Ditanyakan kepada Tholq bin
Hubaib:
“Terangkan untukku tentang
taqwa”.
Maka Tholq berkata: “Taqwa itu ber-amal dengan penuh kebaktian pada
Allah atas dasar petunjuk cahaya Ilahiyyah, penuh harap atas pahala dari Allah, dan malu
kepada Allah (bila sampai melalaikan
kebaktian kepada Allah)
Dinukil dari AL-GHUNYAH -
Syeikh 'Abdul Qoodir Al- Jilaniy
========== ========== ========== ========== ======
T A Q W A
Ta : Tawadhu
Qof : Qona'ah
Wawu : Wira'i
Ya : Yaqin
========== ========== ========== ====
Muhammad Mujtahid Muthlaq
Pengertian
Tawadhu’ adalah rendah hati, tidak sombong.
Pengertian yang lebih dalam
adalah kalau kita tidak melihat diri kita memiliki nilai lebih
dibandingk an hamba Allah yang
lainnya. Orang yang tawadhu’ adalah orang menyadari bahwa semua
kenikmatan yang
didapatnya bersumber dari Allah
SWT. Yang dengan pemahamann ya
tersebut maka tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya kesombonga n dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak
merasa bangga dengan potrensi dan prestasi yang sudah
dicapainya . Ia tetap rendah diri
dan selalu menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu
selain Allah. Tetap menjaga keikhlasan
amal ibadahnya hanya karena Allah.
Tawadhu ialah bersikap tenang, sederhana dan
sungguh-su ngguh menjauhi
perbuatan takabbur (sombong), ataupun
sum’ah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita.
Qonaah menurut bahasa artinya tenang, sedangkan makna
terminolog i syar’i yaitu tenang
hatinya mengharap ridho Allah semata serta mengambil dunia
seperlunya sesuai dengan
kebutuhan, sekira dapat
digunakan untuk melaksanak an
perintah Allah dan menjauhi laranganny a. dalam arti kata sabar dan nerimo ing pandume gusti
Allah..
Wira'i adalah meninggalk an segala perkara yang berbau
syubhat... apalagi yang haram... yang
meragukan saja harap di jauhi apalagi yang di larang... (menjaga diri dari dosa
dan masuknya barang yang tidak jelas kedalam perut.
Yaqiin : meliputi Ilmul Yaqin, Ainul Yaqin, Hakqqul
Yaqin adalah tahapan dalam pendirian seseorang dalam pandangan
Musyahadah nya
(penyaksia nnya) kepada Allah Swt.
Di dalam Ilmul Yaqin segala pengetahua n ilmu telah diliputi dengan Ilmu Allah sehingga
apapun amaliah maupun ubudiyah itu semua menunjukka n dari pada lautan Ilmu Allah Ta’ala.
Di dalam Ainul Yaqin, tatkala seseorang ‘arifiin’ telah melihat sesuatu
amalaiah dan ubudiyah diliputi oleh Ilmu Allah kemudian ia
menyaksika n bahwa di dalam gerak
dan diam (lelaku) itu adalah saksi Hidupnya Allah Ta’ala yang
menunjukka n adanya Allah Ta’ala
sebagai tujuan hidupnya. dengan Merasakan dan menyadari gerak dan diam, suara
dan perkataan itu adalah saksi hidupnya Allah Ta’ala maka sama halnya ia
merasakan dan menyadari kehadiran Allah Ta’ala dekat sekali dengan dirinya.
“Bukan menghadirk an Allah” akan
tetapi menyadari bahwa “Allah senantiasa Maha Hadir atas dirinya dan sekalian Alam meliputi
tiap2 sesuatu”. “Wahuwa Ma’akum Ainama kuntum” (Dia Allah serta kamu di mana
kamu berada).
Haqqul Yaqin, adalah kemantapan dalam pendirian yang kokoh setelah ia
mengetahui kemudian ia melihat
dengan penyaksian lalu kemudian
tertanam sedalam2ny a pada
dirinya bahwa : “SEGALA SESUATU APAPUN YANG TERLIHAT, TIDAK ADA YANG ADA
MELAINKAN ILMU ALLAH TA’ALA, SEGALA SESUATU APAPUN YANG TERDENGAR TIDAK ADA YANG
ADA MELAINKAN KALAM ALLAH TA’ALA, DAN TIDAK ADA YANG TERASA MAUPUN DIRASAKAN
MELAINKAN SIRRULLAH (ZATULLAH) ”.
Setelah semua perjalanan dan tahapan itu misra/ meresap pada diri, maka Allah akan JAZBAH dirinya
sehingga sampailah ia pada maqom “KAMALUL YAQIN”
Mengukur ketawadhu' an
dari jiwa seseorang dan terkhusus bagi dirinya sendiri adalah dari perkataan
yang di lontarkan serta 'amaliyah yang dilakukan. .. baru dicocokkan dengan hati kecil ( bagi pribadi )
sudah benar belum menata niat... apakah beramal karna ujub atau
takabbur atau riya' atau memang datang dari kesadaran
sendiri..? ?
apalagi yg sering bersinggun gan adalah masalah perkataan. .. sangat di tekankan untuk dijaga....