640. Indikator semakin dekat denganNya
Indikator semakin dekat denganNya
Mereka mengingatk an kami tentang hukum isbal, hukum berjenggot , hukum bersiwak, hukum gambar/luk isan makhluk bernyawa dan hukum musik dan bernyanyi
Hukum Isbal, contohnya pada http://kon sultasi.wo rdpress.co m/2007/01/ 13/hukum-i sbal/
Hukum berjenggot pada http://kon sultasi.wo rdpress.co m/2007/01/ 18/hukum-m encukur-da n-memeliha ra-jenggot /
Hukum bersiwak ada dalam tata cara wudhu pada http://kon sultasi.wo rdpress.co m/2007/01/ 13/cara-wu dhu/
Hukum gambar/luk isan makhluk bernyawa pada
Hukum menyanyi dan musik pada http://kon sultasi.wo rdpress.co m/2007/01/ 18/hukum-m enyanyi-da n-musik-da lam-fiqih- islam/
Permasalah an pokok bukan pada masalah itu. Pertanyaka nlah pada diri kita apa tujuan kita melakuan suatu sikap atau perbuatan. Seluruh sikap dan perbuatan kita adalah untuk beribadah kepada Allah ta'ala karena itulah tujuan kita diciptakan Nya.
Firman Allah ta'ala yang artinya
“Aku tidak menciptaka n jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
“Beribadahl ah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputm u” (QS al Hijr [15] : 99)
Ibadah terbagi dalam dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan
Amal ketaatan adalah ibadah yang terkait dengan menjalanka n kewajibanN ya (perkara kewajiban) dan menjauhi laranganNy a (perkara larangan dan pengharama n).
Amal ketaatan adalah perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati.
Amal ketaatan jika tidak dijalankan atau tidak ditaati akan mendapatka n akibat/gan jaran, ganjaran baik (pahala) maupun ganjaran buruk (dosa).
Amal ketaatan adalah bukti ketaatan atau “bukti cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas (larangan) , maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu, maka jangan kamu pertengkar kan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincang kan dia.” (Riwayat Daraquthni , dihasankan oleh an-Nawawi) .
Contoh amal ketaatan atau perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati adalah mengucapka n syahadat, menunaikan sholat wajib lima waktu, zakat, puasa bulan ramadhan, menunaikan ibadah haji bagi yang telah sampai kewajibann ya, tidak menyekutuk anNya, jujur, berbakti kepada orang tua, tidak berzina, tidak melakukan riba, tidak dengki, tidak iri, tidak menunda hak-hak manusia, tidak menyia-nyi akan hak keluargany a, familinya, tetanggany a, kerabat dekatnya, dan orang-oran g senegeriny a dan lain lain.
Telah menceritak an kepadaku Salamah bin Syabib telah menceritak an kepada kami al-Hasan bin A’yan telah menceritak an kepada kami Ma’qil -yaitu Ibnu Ubaidullah - dari Abu az-Zubair dari Jabir bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam, Apa pendapatmu bila saya melaksanak an shalat-sha lat wajib, berpuasa Ramadlan, menghalalk an sesuatu yang halal, dan mengharamk an sesuatu yang haram, namun aku tidak menambahka n suatu amalan pun atas hal tersebut, apakah aku akan masuk surga? Rasulullah menjawab: Ya. Dia berkata, Demi Allah, aku tidak akan menambahka n atas amalan tersebut sedikit pun (HR Muslim 18) Sumber: http://www .indoquran .com/index .php?suran o=2&ayatno =10&action =display&o ption=com_ muslim
Jika kita melakukan amal ketaatan maka disebut sebagai orang beriman (mukmin), peningkata n dari muslim menjadi mukmin, balasannya adalah surga. SurgaNya adalah sebuah keniscayaa n bagi “orang-oran g yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Ny a”
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Adapun orang-oran g yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Ny a niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Ny a. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya .” ( QS An Nisaa’ [4]:175
Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentang an dengan Al Qur’an dan Hadits.
Amal kebaikan adalah perkara yang dilakukan atas kesadaran kita sendiri untuk meraih kecintaan atau keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan adalah ibadah yang jika dilakukan dapat pahala (kebaikan) dan tidak dilakukan tidak berdosa.
Amal kebaikan adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal kebaikan adalah upaya kita untuk mendekatka n diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menyampaik an bahwa amal kebaikan (amal sholeh) sangat luas sekali.
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sa habat Rasulullah shallallah u alaihi wasallam berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, orang-oran g kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaiman a kami shalat, mereka berpuasa sebagaiman a kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahk an? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkara n adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah , apakah salah seorang di antara kami melampiask an syahwatnya dan dia mendapatka n pahala?” Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiask an syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiask annya pada yang halal, maka ia mendapatka n pahala.” (HR. Muslim 1674)
Setiap muslim yang menjadi mukmin dan melakukan amal kebaikan disebut muhsin (muhsinin) atau muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau muslim yang sholeh (sholihin) . Muslim yang memperjala nkan diri mereka kepada Allah Azza wa Jalla dan akan mendapat maqom (derajat) kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla sesuai perjalanan yang dilakukan atau sesuai dengan amal kebaikan yang telah diperbuat.
Secara umum urutannya adalah muslim (orang Islam) –> mukmin (orang beriman) –> muhsin (orang sholeh)
Pada hakikatnya tujuan kita beribadah adalah bagaimana dengan ibadah yang kita jalankan membuat semakin dekat kepadaNya, bertemu padaNya, kembali padaNya.
Ilmu yang banyak pun tidak menjamin semakin dekat denganNya.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Barangsiap a yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya , maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“.
Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mut iarazuhud. wordpress. com/2011/1 0/04/semak in-jauh-da rinya/
Bahkan ulama mereka menganggap tidak masuk akal mengapa seseorang melakukan shalat lengkap dengan syarat dan rukun-ruku nnya dimana secara syari’at menghukumi nya sah malah semakin jauh dariNya sehingga beliau mengingkar i hadits Rasulullah yang menyatakan
“Barangsiap a yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayat kan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)
Pendapat ulama mereka bahwa "meskipun orang yang melakukan shalat tersebut terus menerus melakukan beberapa maksiat, maka bagaimana mungkin hanya karena itu, shalatnya tidak akan menambah kecuali jarak yang semakin jauh. Hal ini tidak masuk akal dan tidak disetujui oleh syari’at ini”
Jadi menurut ulama mereka bahwa "Mustahil semakin jauh dariNya seseorang yang selalu melakukan shalat lengkap dengan syarat dan rukun-ruku nnya dimana secara syari’at menghukumi nya sah, hanya karena seseorang terus menerus melakukan beberapa maksiat"
Dengan kata lain ulama mereka berpendapa t kalau seseorang yang selalu melakukan shalat lengkap dengan syarat dan rukun-ruku nnya dimana secara syari’at menghukumi nya sah maka tidak mengapa melakukan beberapa maksiat saja.
Boleh jadi ulama mereka berpemaham an bahwa menjalanka n sholat lengkap dengan syarat dan rukun-ruku nnya dimana secara syari’at menghukumi nya sah mempunyai tingkat pahala yang sangat tinggi sehingga tidak mengapa melakukan beberapa maksiat saja. Sama saja mereka yang beribadah namun selalu "berhitung " dengan Allah Azza wa Jalla.
Bagi kami hal ini menunjukka n bahwa ulama mereka tidak mengetahui indikator semakin dekat denganNya.
Apa indikator serang muslim semakin dekat denganNya setelah mereka mengikuti sunnah Rasulullah seperti berjenggot , bersiwak, selalu menjaga wudhu dan kesempurna anya, tidak berisbal, sholat 5 waktu tepat waktu dan selalu berjama'ah ?
Apa indikator seorang muslim semakin dekat denganNya setelah mereka menjalanka n ibadah sesuai sunnah Rasulullah ?
Apa indiktor seorang muslim semakin dekat denganNya setelah mereka menjalani segala kewajibanN ya dan menjauhi segala laranganNy a (larangan dan pengharama n) ?
Apa indikator seorang muslim semakin dekat denganNya setelah mereka beribadah dengan ikhlas hanya kepada Allah Azza wa Jalla ?
Indikatorn ya adalah muslim tersebut berakhlak baik atau menjadi muslim yang baik (sholihin) atau muslim yang ihsan (muhsin/mu hsinin)
Tujuan Rasulullah di utus oleh Allah ta'ala adalah agar hambaNya berakhlak baik
Rasulullah menyampaik an yang maknanya “Sesungguh nya aku diutus (Allah) untuk menyempurn akan Akhlak.” (HR Ahmad).
Indikator muslim yang dekat denganNya adalah muslim yang ihsan.
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-aka n kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ’ (HR Muslim 11) Link: http://www .indoquran .com/index .php?suran o=2&ayatno =3&action= display&op tion=com_m uslim
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Muslim yang dekat denganNya adalah muslim yang Ihsan yakni muslim yang dapat melihat Allah ta'ala dengan hati atau minimal muslim yang selalu merasa dalam pengawasan / penglihata n Allah Azza wa Jalla. "Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-N ya); tidak mengantuk dan tidak tidur" (QS Al Baqarah [2];255).
Barangsiap a yang merasa diawasi Allah -Maha Agung sifatNya atau mereka yang dapat melihat Rabb atau muslim yang Ihsan (muslim yang baik , muslim yang sholeh) – , maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , sehingga ia tidak berzina, tidak korupsi, tidak zalim dalam kepemimpin an, tidak melakukan riba, tidak dengki, tidak iri, tidak mencela/me nghujat/me ngolok-olo k saudara muslimnya sendiri, tidak menunda hak-hak manusia, tidak menyia-nyi akan hak keluargany a, familinya, tetanggany a, kerabat dekatnya, dan orang-oran g senegeriny a serta tidak melakukan perbuatan keji dan mungkar lainnnya
Sholat atau segala ibadah yang menjadikan dekat denganNya adalah akan selalu merasa diawasi Allah ta'ala atau dapat melihat Allah ta'ala dengan hati sehingga tercegah dari perbuatan keji dan mungkar
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguh nya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45).
Barangsiap a tidak khusyuk dalam sholatnya dan pengawasan Allah tidak tertanam dalam jiwanya atau qalbunya, maka ia telah bermaksiat dan berhak mendapatka n siksa Allah ta’ala.
Segelintir kaum muslim, ibadah sholat mereka sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-ge rakan yang bersifat mekanis (amal) yang sesuai syarat dan rukun-ruku nnya (ilmu), sebagaiman a robot sesuai programnya .
Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhn ya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)
Barangsiap a dengan sholatnya masih melakukan perbuatan keji dan mungkar maka sholatnya tidak khusyu atau sholatnya lalai maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya. Tentang sholat yang lalai telah diuraikan dalam tulisan pada http://mut iarazuhud. wordpress. com/2010/0 5/09/merek a-lalai/
Firman Allah ta'ala yang artinya,
“Sesungguhn ya orang-oran g munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk Sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan sholat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka dzikrullah (menyebut Allah) kecuali hanya sedikit sekali” (QS An-Nisa [4]: 142)
`…. maka celakalah orang-oran g yang sholat, (yaitu) orang-oran g yang lalai dalam sholatnya, dan orang-oran g yang berbuat riya” (QS Al-Ma’un [107]: 4-6)
Allah juga memberikan pujian kepada orang-oran g mukmin yang khusyu dalam sholatnya
Firman Allah ta'ala yang artinya“Sungguh beruntungl ah mereka yang beriman yaitu orang-oran g yang khusyu’ dalam sholatnya” (QS Al Mukminun 23: 1-2)
Al-Quran menyebutka n penyebab dicabutnya ilmu khusyu’, yaitu karena memperturu tkan hawa nafsu dan melalaikan sholatnya. Dalam Al-Qur’an Allah juga telah menunjukka n jalan bagi yang mendapatka n kekhusyu’a n
Firman Allah ta'ala yang artinya
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu . Dan sesungguhn ya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-oran g yang khusyu’, (yaitu) orang-oran g yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS Al Baqarah 2: 45-46)
Sholat yang khusyu adalah memperjala nkan diri kita sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla.
Sholat yang mendekatka n diri kepadaNya.
Sholat yang dikatakan oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bahwa “Ash-shala tul Mi’rajul Mu’minin“, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-oran g mukmin“. yaitu naiknya jiwa meninggalk an ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah.
Sholat yang membuat berkumpul dengan orang-oran g disisiNya, para kekasih Allah yakni para Nabi (yang utama Rasulullah ), para Shiddiqin, para Syuhada, dan orang-oran g sholeh
Tingkat kedekatan dengan Allah ta'ala telah diuraikan dalam tulisan pada http://mut iarazuhud. wordpress. com/2011/0 9/28/maqom -wali-alla h/
Jadi kita bisa dapat memanami bahwa seerorang telah berdusta jika mereka mengaku-ak u ittiba' li Rasulihi namun mereka tidak berakhlak baik seperti mencela, memperolok -olok, merendahka n, menghujat saudara muslim lainnya
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhny a adalah kekufuran”. (HR Muslim).
Begitu juga bisa kita dapatkan ulama namun suka menghujat saudara muslim lainnya seperti "kuburiyyu n, hizbiyyun, kadzab, ahlul bi'ah kepada saudara muslim lainnya serta serampanga n mensesatka n bahkan mengkafirk an saudara muslim lainnya. Hal ini menunjukka n mereka belum mencapai muslim yang Ihsan , muslim yang berakhlak baik.
Ulama yang dalam perbincang annya, dikusi, ceramah, atau khutbahnya sering mengangkat masalah bid'ah pada hakikatnya termasuk ulama korban perang pemahaman sebagaiman a yang kami uraikan dalam tulisan http://mut iarazuhud. wordpress. com/2011/1 0/24/korba n-perang-p emahaman/ Mereka salahpaham tentang bid'ah karena mereka tidak lagi mau mentaati pemimpin (imam) ijtihad atau imam mujtahid alias Imam Mazhab. Mereka terperosok kedalam paham anti mazhab.
Wasiat Rasulullah bahwa 'Peganglah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-aja ran yang baru (dalam agama) karena kebanyakan bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi) pada hakikatnya tidaklah perlu kita khawatirka n lagi karena para Imam Mazhab telah mengumpulk an dan menguaraik an dalam kitab fiqih mereka apa yang telah diwajibkan Nya (ditinggal kan berdosa) maupun apa yang telah dilarangNy a (dikerjaka n berdosa). Para Imam Mazhab telah menetapkan hukum perkara dalam lima kategori yakni wajib, haram, sunnah (mandub), makruh, mubah. Kita tinggal menjalanka n kewajibanN ya dan menjauhi laranganNy a.
Mereka yang tidak mentaati pemimpin (imam) mujtahid atau Imam Mazhab boleh jadi terperosok kedalam penyembaha n kepada selain Allah karena mereka mengada-ad a sesuatu yang tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjaka n berdosa) atau sebaliknya , sesuatu yang tidak diharamkan menjadi diharamkan (dikerjaka n berdosa) atau sebaliknya , sesuatu yang tidak wajib menjadi wajib (ditinggal kan berdosa) atau sebaliknya . Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mut iarazuhud. wordpress. com/2011/1 0/16/terje rumus-kesy irikan/
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, “Mereka menjadikan orang–oran g alimnya, dan rahib–rahi b mereka sebagai tuhan–tuha n selain Allah, dan mereka (juga mempertuha nkan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutuk an.“ (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhn ya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu“. Maka jawab Nabi shallallah u alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalk an sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutin ya. Yang demikian itulah penyembaha nnya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Firman Allah ta'ala yang artinya,
“Hai orang-oran g yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhn ya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Mereka telah melampaui batas, melampaui yang merupakan hak Allah ta'ala menetapkan nya karena kesalahpah aman mereka dalam memahami Al Qur'an dan Hadits, mereka tidak mau mentaati pemimpin (imam) mujtahid atau Imam Mazhab. Mereka memahami Al Qur'an dan Hadits berdasarka n akal pikiran mereka sendiri.
Inilah yang diistilahk an oleh Rasulullah sebagai "orang-oran g muda", orang yang membaca Al Qur'an namun tidak melampaui tenggoroka n mereka. Selengkapn ya telah diuraikan dalam tulisan pada http://mut iarazuhud. wordpress. com/2011/1 0/15/orang -orang-mud a/
Jadi setelah para Imam Mazhab menyampaik an ijtihad dan istinbat mereka dalam kitab fiqih maka tidak perlu lagi buang-buan g waktu ceramah atau khutbah membahas tentang bid'ah. Jika menghadapi sesuatu yang baru atau sesuatu yang tidak pernah dicontohka n oleh Rasulullah diluar amal ketaatan, pegangan kita adalah jika tidak bertentang an dengan Al Qur'an dan Hadits maka termasuk amal kebaikan dan sebaliknya jika bertentang an dengan Al Qur'an dan Hadits maka termasuk keburukan.
Sebaiknya isi kutbah / ceramah adalah bagaimana kita mendekatka n diri kepadaNya. Bagaimana mengupayak an agar umat muslim dapat selalu merasa diawasi/di lihat oleh Allah Azza wa Jalla atau yang terbaik adalah bagaimana mengupayak an agar umat muslim dapat melihat Allah ta'ala dengan hati atau dengan kata lain bagaimana mengupayak an umat muslim berakhlak baik, berakhlak baik terhadap Allah Azza wa Jalla dan berakhlak baik terhadap ciptaanNya yang lain.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830