PERTANYAAN
:
Assalamualaikum, ini saya
ambil contoh pada diri sendiri, Di dalam dompetku terselip barang najis yang
tidak bisa dibuang / disuci, akhirnya bila tiap sholat dompet aku gletakin di
depan / belakang aku berdiri, bagaimana itu hukumnya ? [Abdullah
Alif'alit Al-Jawi].
JAWABAN
:
Wa'alaikum salam. Boleh
membawa / menggunakan benda najis selama tidak dibawa sholat. KARENA DI ANTARA SYARAT
SAHNYA SHALAT, TEMPAT SHALATNYA HARUS SUCI, ASALKAN DOMPET TERSEBUT TIDAK
TERBAWA SAAT IA SHALAT MAKA SHALATNYA HUKUMNYA SAH
وأما
المكان فليكن كل ما يماس بدنه طاهرا (ح) وما لا يماس فلا بأس بنجاسته الا ما يحاذي
صدره في السجود ففيه وجهان لانه كالمنسوب إليه) * يجب أن يكون ما يلاقى بدن المصلي
وثيابه من موضع الصلاة طاهرا خلافا لابي حنيفة حيث قال لا يشترط الا طهارة موضع
القدمين وفي رواية طهارة موضع القدمين والجبهة ولا يضر نجاسة ما عداه الا أن يتحرك
بحركته …. ولو صلي علي بساط تحته نجاسة أو على طرف آخر منه نجاسة أو على سرير
قوائمه على نجاسة لم يضر خلافا لابي حنيفة حيث قال ان كان يتحرك ذلك الموضع بحركته
لم يجز
Yang dimaksud suci tempat
shalatnya adalah setiap tempat yang bersentuhan dengan badan (juga pakaian)
orang shalat, sedang yang tidak bersentuhan tidak bahaya najisnya kecuali tempat
yang sejajar dengan dadanya saat sujud yang dalam masalah ini terdapat dua
pendapat (yang salah satu pendapatnya menyatakan sujudnya tidak sah) karena
tempat tersebut dinisbatkan juga area shalatnya.
Diwajibkan setiap tempat
yang bertemu dengan badan, pakaiannya dalam keadaan suci. Berbeda menurut
pendapat Abu Hanifah yang hanya mewajibkan sucinya tempat kedua telapak kakinya
meski dalam riwayat lain beliau juga menyaratkan sucinya tempat kedua telapak
kakinya dan dahinya dan tidak bahaya najis diselain tempat tersebut kecuali
tempat tersebut ikut bergerak saat ia bergerak dalam shalatnya.
Bila seseorang shalat
sedang di bawah permadaninya, atau ujung tempat lainnya, atau shalat di atas
ranjang yang tiang-tiangnya terdapat najis maka tidak bahaya berbeda dengan
pendapat Abu Hanifah bila tempat tersebut ikut bergerak saat ia bergerak dalam
shalatnya maka tidak boleh. [ Syarh al-Wajiiz IV/34 ]. Wallaahu A'lamu Bis
Showaab. [Mbah
Jenggot, Masaji Antoro].