PERTANYAAN
:
Assalamualaikum, bagaimana
hukum kita pinjam uang dengan gadai tanah, tapi si peminjam menggarap dan
mengambil hasil dari tanah tersebut, riba / bukan ? mohon pencerahannya dari
semua madzhab ? [Lukman
Abdullah].
JAWABAN
:
Wa'alaikumsalam. Dalam
permasalahan semacam ini terdapat tiga pendapat dari para ulama Fiqh
:
1. Haram : sebab termasuk
hutang yang dipungut manfaatnya
2. Halal : Bila tidak
terdapat syarat pada waktu akad sebab menurut pendapat ulama fiqh yang masyhur
adat yang berlaku di masyarakat tidak termasuk syarat
3. Syubhat : (Tidak jelas
halal haramnya) karena terjadi perselisihan pendapat dalam permasalahan
ini
Referensi :
و
منها : لو عم في الناس اعتياد إباحة منافع الرهن للمرتهن فهل ينزل منزلة شرطه حتى
يفسد الرهن قال الجمهور : لا و قال القفال : نعم
Jika sudah umum dikalangan
masyarakat kebiasaan kebolehan memanfaatkan barang gadaian oleh pemilik gadai
apakah kebiasaan tersebut sama dengan pemberlakuan syarat (kebolehan
pemanfaatan) sampai barang yang digadaikan tersebut rusak ? Mayoritas Ulama
menyatakan tidak sama sedang Imam ql-Qaffal menyatakan sama. [ Asybah wa
an-Nazhooir I/192 ].
(
و ) جاز لمقرض ( نفع ) يصل له من مقترض كرد الزائد قدرا أو صفة والأجود في الرديء (
بلا شرط ) في العقد بل يسن ذلك لمقترض…. وأما القرض بشرط جر نفع لمقرض ففاسد لخبر
كل قرض جر منفعة فهو ربا
(
قوله ففاسد ) قال ع ش ومعلوم أن محل الفساد حيث وقع الشرط في صلب العقد أما لو
توافقا على ذلك ولم يقع شرط في العقد فلا فساد
Diperbolehkan bagi
sipemberi pinjaman untuk memanfaatkan (sesuatu kelebihan) yang diperoleh dari si
peminjam seperti pengembalian yang lebih baik ukuran ataupun sifat dan lebih
baik pada pinjaman yang jelek asalkan tidak tersebutkan pada waktu akad sebagai
persyaratan bahkan hal yang demikian bagi peminjam disunahkan (mengembalikan
yang lebih baik dibandingkan barang yang dipinjamnya)
Adapun peminjaman dengan
syarat boleh mengambil manfaat oleh peminjam maka hukumnya rusak/haram sesuai
dengan hadits “semua peminjaman yang menarik sesuatu (terhadap yang
dipinjamkanny maka termasuk riba”
Dengan ini diketahui akan
rusaknya akad tersebut jika memang disyaratkan dalam akad. Sedangkan jika
keduanya (Si peminjam dan yang dipinjami uang) saling sepakat dan tanpa ada
persyaratan tertentu dalam akad maka akad itupun tidak menjadi rusak (hukumnya
boleh). [ I’aanah at-Thoolibiin III/353 ]. Wallohu a'lam. [Masaji
Antoro].