PERTANYAAN
:
Assalaamu'alaikum. Sah atau tidak orang bisu jadi saksi nikah ? [Sanusi Uci].
JAWABAN :
Wa'alaikumusalaam. Hukumnya Khilaf :
1. Tidak sah orang bisu jadi saksi nikah menurut Qoul Ashoh Syafi'iyah, Hanabilah, dan Hanafiyah.
2. Sah orang bisu jadi saksi nikah menurut Malikiyah dan Muqobilul Ashoh dari Syafi'iiyah jika bisa memberi isyarat yang memahamkan baik berupa tulisan atau yang lainnya, menurut Hanabilah jika bisa memberi isyarat berupa tulisan maka diterima.
Tidak sahnya, karena saksi disyaratkan bisa berbicara. Ta'bir dari kitab Fathul Wahhab & Hasyiyah Al-Jamal 16/330-331 :
"Bagi dua orang saksi nikah (sebagaimana saksi saksi dalam bab lain) ada syarat antara lain merdeka (bukan seorang budak), mukallaf (baligh, berakal), punya muru-ah / kedewasaan, terjaga (tidak sedang tidur), bisa bicara (tidak bisu), bukan orang yang disangka bodoh (disangka sebagai orang bodoh), dan bukan orang yang disangka adil (diragukan sifat adilnya)"
- Hasyiyah Al-Jamal 23 / 261 bab Syahadah :
"Ketahuilah bahwasanya mushonnif tidak memberi pengecualian dalam menjelaskan syarat menjadi saksi yakni yaqidh dan naqith. Dalam kitab Al-'Ubab dijelaskan : "Adapun (penjelasan) untuk orang yang bisa bicara, maka tertolak kesaksian dari orang yang tidak bisa bicara, walaupun bisa difahami bahasa isyaratnya".
- Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 19 / 95 - 96 Maktabah Syamilah :
Kesaksian orang bisu
Madzhab Hanafiyah, Hanabilah, dan qoul ashoh dalam madzhab Syafi''i berpendapat bahwa kesaksian orang bisu tidak dapat diterima, karena mengucapkan lafadz kesaksian merupakan syarat sah dalam bersaksi, dan dalam hal ini bagi orang bisu tidak bisa dilakukan, oleh karena itu kesaksiannya tidak bisa diterima walaupun dia dapat memberi isyarat yang bisa memahamkan, karena yang dianggap sebagai kesaksian adalah kesaksian yang mampu meyakinkan, oleh karena itu kesaksian tidak akan cukup dengan isyaratnya orang yang bisa bicara
Akan tetapi ulama Hanabilah berkata : "Apabila orang yang bisu mampu memberikan kesaksian dengan tulisannya maka kesaksiannya dapat diterima. Sedangkan menurut madzhab Malikiyyah dan Muqobil Ashohnya madzhab Syafi'i, kesaksian orang bisu dapat diterima jika dia mampu memberikan kesaksian dengan memakai isyarat ataupun tulisan yang memahamkan.
Apabila seorang hakim mampu memahami isyarat dari orang bisu, maka dia boleh memutuskan perkara berdasar atas kesaksian orang bisu tersebut, karena kesaksian adalah sesuatu ilmu yang didatangkan oleh saksi kepada hakim, maka apabila seorang hakim mampu memahami kesaksian dengan jalan seperti yang tersebut diatas maka kesaksiannya dapat diterima, seperti halnya diterimanya orang yang bisa bicara bersaksi dengan suaranya.
- Ta'bir tambahan :Al-'Aziz Syarah Al-Wajiz 13 / 37 - 38 Maktabah Syamilah :
- Hasyiyah Al-Qulyubi III / 230 Maktabah Syamilah :
- Kifayatun Nabih Fi Syarhit Tanbih 19 / 119 Maktabah Syamilah :
- Roudlotut Tholibin XI /
245 Maktabah Syamilah :
- Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 41 / 299 - 300 Maktabah Syamilah :
- Tanwirul Qulub halaman
345 :
- Asnal Matholib 14 / 340 :
- I'anah At-Tholibin III / 343-344 :
- Mughnil Muhtaj XII / 116 :
- Fathul Mu'in hamisy I'anah At-Tholibin III / 299 dan 343cet Thoha Putra Semarang :
"Disyaratkan bagi dua orang
saksi adalah ahli dalam memberi saksi (memenuhi syarat untuk jadi saksi), yang
akan dibahas dalam bab Syahadah, diantaranya merdeka sempurna, laki laki
sempurna, adil. Sedang yang menjadi keharusan bagi seorang saksi adalah Islam,
mukallaf, bisa mendengar, bisa berbicara, dan bisa melihat (dengan beberapa
rincian, sedang bagi orang buta ada beberapa qoul karena orang buta termasuk
ahli dalam bersaksi, menurut qoul yang paling benar tidak bisa diterima
kesaksiannya walaupun orang buta tersebut mengenal kedua mempelai, disamakan
dengan orang buta adalah orang yang menjadi saksi di dalam kegelapan yang amat
sangat), dan mengetahui lisan dua orang yang melakukan akad nikah".
- Al-Bajuri II / 102 :
"Di antara syarat syarat jadi saksi adalah bisa mendengar, bisa melihat, bisa membaca, tidak pelupa, mengetahui lisan dua orang yang sedang ijab qobul, tidak menjadi wali nikah".
Kesimpulan Syarat-syarat Saksi Nikah :
Menurut pendapat Imam Syafii sah nikah dengan persaksian dua orang fasiq apabila kefasikan sudah merajalela (sudah umum). Saksi tidak disyaratkan mengetahui calon istri, dan juga tidak disyaratkan mengetahui nasabnya. Tapi cukup menyaksikan jalannya akad nikah. Apabila seorang perempuan mempunyai beberapa wali yang sama derajatnya (seperti 3 saudara laki-laki), dan perempuan tersebut mengidzini semuanya, maka semuanya berstatus wali dan tidak boleh jadi saksi. Tapi apabila perempuan tersebut hanya mengidzini satu orang, maka yang lain boleh jadi saksi, karena yang lain tidak berstatus wali. Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani Akta Nikah pada waktu dan di tempat akad nikah dilangsungkan. Wallahu A'lam. [Abdullah Afif, Iki Alawiy Rek, Ghufron Bkl].
Baca juga artikel terkait : 2538. SYARAT-SYARAT MENJADI SAKSI
Link Diskusi :
Assalaamu'alaikum. Sah atau tidak orang bisu jadi saksi nikah ? [Sanusi Uci].
JAWABAN :
Wa'alaikumusalaam. Hukumnya Khilaf :
1. Tidak sah orang bisu jadi saksi nikah menurut Qoul Ashoh Syafi'iyah, Hanabilah, dan Hanafiyah.
2. Sah orang bisu jadi saksi nikah menurut Malikiyah dan Muqobilul Ashoh dari Syafi'iiyah jika bisa memberi isyarat yang memahamkan baik berupa tulisan atau yang lainnya, menurut Hanabilah jika bisa memberi isyarat berupa tulisan maka diterima.
Tidak sahnya, karena saksi disyaratkan bisa berbicara. Ta'bir dari kitab Fathul Wahhab & Hasyiyah Al-Jamal 16/330-331 :
ـ
(قَوْلُهُ: وَفِي الشَّاهِدَيْنِ مَا فِي الشَّهَادَاتِ) عِبَارَتُهُ هُنَاكَ
الشَّاهِدُ حُرٌّ مُكَلَّفٌ ذُو مُرُوءَةٍ يَقِظٌ نَاطِقٌ غَيْرُ مَحْجُورٍ
عَلَيْهِ بِسَفَهٍ وَغَيْرُ مُتَّهَمٍ عَدْلٌ
"Bagi dua orang saksi nikah (sebagaimana saksi saksi dalam bab lain) ada syarat antara lain merdeka (bukan seorang budak), mukallaf (baligh, berakal), punya muru-ah / kedewasaan, terjaga (tidak sedang tidur), bisa bicara (tidak bisu), bukan orang yang disangka bodoh (disangka sebagai orang bodoh), dan bukan orang yang disangka adil (diragukan sifat adilnya)"
- Hasyiyah Al-Jamal 23 / 261 bab Syahadah :
اعْلَمْ
أَنَّ الْمُصَنِّفَ لَمْ يَتَعَرَّضْ لِمُحْتَرَزِ قَوْلِهِ فِي بَيَانِ شُرُوطِ
الشَّاهِدِ يَقِظٌ نَاطِقٌ .وَعِبَارَةُ الْعُبَابِ فِي بَيَانِ ذَلِكَ ، وَأَمَّا
النُّطْقُ فَتُرَدُّ شَهَادَةُ أَخْرَسَ وَإِنْ فُهِمَتْ إشَارَتُهُ
"Ketahuilah bahwasanya mushonnif tidak memberi pengecualian dalam menjelaskan syarat menjadi saksi yakni yaqidh dan naqith. Dalam kitab Al-'Ubab dijelaskan : "Adapun (penjelasan) untuk orang yang bisa bicara, maka tertolak kesaksian dari orang yang tidak bisa bicara, walaupun bisa difahami bahasa isyaratnya".
- Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 19 / 95 - 96 Maktabah Syamilah :
شهادة
الأخرس
ذهب
الحنفيّة والحنابلة - وهو الأصحّ عند الشّافعيّة - إلى أنّ شهادة الأخرس لا تقبل،
لأنّ مراعاة لفظ الشّهادة شرط صحّة أدائها، ولا عبارة للأخرس أصلاً، فلا تقبل
شهادته ولو فهمت إشارته، لأنّ الشّهادة يعتبر فيها اليقين، ولذلك لا يكتفى بإشارة
النّاطق. لكن قال الحنابلة: إذا أدّى الأخرس الشّهادة بخطّه فإنّها
تقبل
وعند
المالكيّة ومقابل الأصحّ عند الشّافعيّة تقبل شهادة الأخرس ويؤدّيها بإشارة مفهمة
أو كتابة، فإذا قطع الحاكم بفهم مقصوده من إشارته حكم بها، لأنّ الشّهادة علم
يؤدّيه الشّاهد إلى الحاكم، فإذا فهم عنه بطريق يفهم عن مثله قبلت منه، كالنّطق إذا
أدّاها بالصّوت.
Kesaksian orang bisu
Madzhab Hanafiyah, Hanabilah, dan qoul ashoh dalam madzhab Syafi''i berpendapat bahwa kesaksian orang bisu tidak dapat diterima, karena mengucapkan lafadz kesaksian merupakan syarat sah dalam bersaksi, dan dalam hal ini bagi orang bisu tidak bisa dilakukan, oleh karena itu kesaksiannya tidak bisa diterima walaupun dia dapat memberi isyarat yang bisa memahamkan, karena yang dianggap sebagai kesaksian adalah kesaksian yang mampu meyakinkan, oleh karena itu kesaksian tidak akan cukup dengan isyaratnya orang yang bisa bicara
Akan tetapi ulama Hanabilah berkata : "Apabila orang yang bisu mampu memberikan kesaksian dengan tulisannya maka kesaksiannya dapat diterima. Sedangkan menurut madzhab Malikiyyah dan Muqobil Ashohnya madzhab Syafi'i, kesaksian orang bisu dapat diterima jika dia mampu memberikan kesaksian dengan memakai isyarat ataupun tulisan yang memahamkan.
Apabila seorang hakim mampu memahami isyarat dari orang bisu, maka dia boleh memutuskan perkara berdasar atas kesaksian orang bisu tersebut, karena kesaksian adalah sesuatu ilmu yang didatangkan oleh saksi kepada hakim, maka apabila seorang hakim mampu memahami kesaksian dengan jalan seperti yang tersebut diatas maka kesaksiannya dapat diterima, seperti halnya diterimanya orang yang bisa bicara bersaksi dengan suaranya.
- Ta'bir tambahan :Al-'Aziz Syarah Al-Wajiz 13 / 37 - 38 Maktabah Syamilah :
وإن
كان يعقل الإِشارة فقولان عن تخريج ابن سريج:أحدهما: أنها مقبولة اعتماداً على
الإِشارة كما في عقوده ويُحْكَىهذا عن مالكٍ واختيار الحناطي والقاضي أبي الطيب
-رحمهم الله-.والثاني: المنع؛ لأن الإِشارة لا تصرح وإنما تفيد ظناً، ونحنفي غنية
عن شهادتهبشهادة غيره، ويخرج عليه عقوده، وهذا أظهر عند الأكثرين منهمابنُ القاص
والشيخُ أبو حامد وبه قال أبو حنيفةَ وأحمدُ -رحمهم الله- وإيانا وعلى هذافيعتبر في
الشاهد وراء الصفات المذكورة في أول الباب أن يكون ناطقاً، وذكر أبو القاسمالصيمري
في مختصر جمعه في أحكام الشهادات أنه لا يجوز شهادة المحجور عليه بالسفه فإنكان
كذلك زادت صفة أخرى والله أعلم.
- Hasyiyah Al-Qulyubi III / 230 Maktabah Syamilah :
(وَفِي
الصِّحَّةِ بِحُضُورِ الْأَخْرَسِ) ذَكَرَهُ وَمَا بَعْدُ لِسُكُوتِهِ عَنْهُ،
وَفِي كَلَامِهِ اعْتِذَارٌ بِوُجُودِ الْخِلَافِ. قَوْلُهُ: (وَالْأَصَحُّ عَدَمُ
قَبُولِهَا) أَيْ شَهَادَةِ الْأَخْرَسِ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ فَيَكُونُ الْأَصَحُّ
عَدَمَ الصِّحَّةِ بِحُضُورِهِ هُنَا
- Kifayatun Nabih Fi Syarhit Tanbih 19 / 119 Maktabah Syamilah :
قال:
وتقبل شهادة الأخرس، أي: إذا كانت له إشارة مفهمة، لأن إشارة الأخرس كعبارة الناطق
في نكاحه، وطلاقه، وبيعه، وشرائه، وجميع الأمور، كما قال البندنيجي في باب حد
الزنى، فكذا في شهادته، وهذا ما نسبه البندنيجي في باب حد الزنى إلى أبي إسحاق،
وهنا إلى ابن سريج، وهو المذكور في ((الحاوي)) في مواضع.وقيل: لا تقبل، لأن الإشارة
لا تصرح، وإنما تعرف بالاستدلال الظن، ولا حاجة بالقاضي [إلى] إقامة الظن مقام
العلم، لأنه يمكنه أن يستشهد غيره، بخلاف العقود، فإنها لا تستفاد إلا من جهته: إما
بعقده، أو بإذنه، فكان تصحيحه للضرورة، وهذا ما صححه النواوي، والغزالي في كتاب
اللعان، وحاكه البندنيجي في باب حد الزنى عن النص، وقال هنا: إنه المذهب. وكذلك
الماوردي قال هنا وفي كتاب الأقضية: إنه المذهب. وفي كتاب اللعان: إنه [الذي] عليه
جمهور أصحابنا، وهما في ذلك متبعان للشيخ أبي حامد، فإن هذه طريقته، كما حكاها ابن
الصباغ
فَصْلٌشَهَادَةُ
الْأَخْرَسِ إِنْ لَمْ يَعْقِلِ الْإِشَارَةَ مَرْدُودَةٌ، وَكَذَا إِنْ عَقِلَهَا
عَلَى الْأَصَحِّ عِنْدَ الْأَكْثَرِينَ، فَعَلَى هَذَا يُعْتَبَرُ فِي الشَّاهِدِ
سِوَى الشُّرُوطِ السِّتَّةِ كَوْنُهُ نَاطِقًا، وَذَكَرَ الصَّيْمَرِيُّ أَنَّهُ
لَا تُقْبَلُ شَهَادَةُ مَحْجُورٍ عَلَيْهِ بِالسَّفَهِ، فَإِنْ كَانَ كَذَلِكَ،
زَادَ شَرْطٌ ثَامِنٌ
- Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 41 / 299 - 300 Maktabah Syamilah :
اخْتَلَفَ
الْفُقَهَاءُ فِي اشْتِرَاطِ النُّطْقِ فِي شَاهِدَيِ النِّكَاحِ.فَيَرَى
الْحَنَفِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالشَّافِعِيَّةُ فِي الأَْصَحِّ أَنَّهُ
يُشْتَرَطُ فِي شَاهِدَيِ النِّكَاحِ أَنْ يَكُونَا نَاطِقَيْنِ، فَلاَ يَنْعَقِدُ
النِّكَاحُ عِنْدَهُمْ بِشَاهِدَيْنِ أَخْرَسَيْنِ، أَوْ بِشَاهِدَيْنِ أَحَدُهُمَا
كَذَلِكَ، لأَِنَّ الأَْخْرَسَ لاَ يَتَمَكَّنُ مِنْ أَدَاءِ الشَّهَادَةِ.لَكِنْ
قَال الْحَنَابِلَةُ إِذَا أَدَّاهَا بِخَطِّهِ قُبِلَتْ.وَعِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ
وَمُقَابِل الأَْصَحِّ عَنِ الشَّافِعِيَّةِ تُقْبَل شَهَادَتُهُ
وشرط
فيهما اسلام وبلوغ وعقل وذكورة وحرية وسمع وبصر ونطق ومعرفة بلسان المتعاقدين وضبط
وعدم التعيين للولاية وعدالة ولو ظاهرا. وللشافعى قول انه ينعقد بشهادة فاسقين اذا
عم الفسق. تنوير القلوب ص ٣٤٥
- Asnal Matholib 14 / 340 :
ـ
( وَلَوْ شَهِدَ وَلِيَّانِ ) كَأَخَوَيْنِ مِنْ ثَلَاثَةِ إخْوَةٍ ( وَالْعَاقِدُ
غَيْرَهُمَا ) مِنْ بَقِيَّةِ الْأَوْلِيَاءِ ( لَا ) إنْ عَقَدَ ( بِوَكَالَةٍ )
مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا ( مِنْهُ ) بِمَعْنَى لَهُ ( جَازَ ) بِخِلَافِ
مَا إذَا عَقَدَهُ غَيْرُهُمْ بِوَكَالَةٍ مِمَّنْ ذُكِرَ لِمَا مَرَّـ اهـ أسنى
المطالب ج ١٤ ص ٣٤٠
- I'anah At-Tholibin III / 343-344 :
في
البجيرمي ما نصه: ولا يشترط معرفة الشهود للزوجة ولا أن المنكوحة بنت فلان، بل
الواجب عليهم الحضور، وتحمل الشهادة على صورة العقد حتى إذا دعوا لاداء الشهادة لم
يحل لهم أن يشهدوا أن المنكوحة بنت فلان بل يشهدون على جريان العقد، كما قاله
القاضي حسين ـ إعانة الطالبين ج ٣ ص ٣٤٣
فلو
لم ينفرد كأن كان لها ثلاثة إخوة وعقد لها واحد منهم بإذنها له فقط وشهد الآخران،
صح، كما سيصرح به قريبا فإن أذنت لكل منهم تعين أن يكون الشاهدان من غيرهم ـ إعانة
الطالبين ج ٣ ص ٣٤٤
- Mughnil Muhtaj XII / 116 :
ـ
( وَشَرْطُهُمَا حُرِّيَّةٌ ) فَلَا يَنْعَقِدُ بِمَنْ فِيهِ رِقٌّ ؛ لِأَنَّ مَنْ
فِيهِ رِقٌّ لَيْسَ أَهْلًا لِلشَّهَادَةِ( وَذُكُورَةٌ ) فَلَا يَنْعَقِدُ
بِالنِّسَاءِ وَلَا بِرَجُلٍ وَامْرَأَتَيْنِ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَثْبُتُ
بِقَوْلِهِنَّ .وَاسْتَغْنَى الْمُصَنِّفُ عَنْ ذِكْرِ الْإِسْلَامِ وَالتَّكْلِيفِ
فِي الشَّاهِدِ بِقَوْلِهِ : ( وَعَدَالَةٌ ) وَلَوْ ظَاهِرَةً ، وَسَيَأْتِي
بَيَانُهَا إنْ شَاءَ اللَّهِ - تَعَالَى - فِي كِتَابِ الشَّهَادَاتِ ، فَلَا
يَنْعَقِدُ بِفَاسِقَيْنِ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَثْبُتُ بِهِمَا ( وَسَمْعٌ ) وَلَوْ
بِرَفْعِ الصَّوْتِ ؛ إذْ الْمَشْهُودُ عَلَيْهِ قَوْلٌ فَلَا بُدَّ مِنْ سَمَاعِهِ
، فَلَا يَنْعَقِدُ بِأَصَمَّ ، وَفِيهِ وَجْهٌ ( وَبَصَرٌ ) لِأَنَّ الْأَقْوَالَ
لَا تَثْبُتُ إلَّا بِالْمُعَايَنَةِ وَالسَّمَاعِوَتَقَدَّمَ أَنَّهُ لَا بُدَّ
مِنْ مَعْرِفَةِ لُغَةِ الْمُتَعَاقِدَيْنِ ، وَإِنَّمَا تَرَكَهَا الْمُصَنِّفُ
لِأَنَّهُ سَيَذْكُرُهَا فِي كِتَابِ الشَّهَادَاتِ ـ مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ
المنهاج ج ١٢ ص ١١٦
- Fathul Mu'in hamisy I'anah At-Tholibin III / 299 dan 343cet Thoha Putra Semarang :
ـ
(و) شرط (في الشاهدين أهلية شهادة) تأتي شروطها في باب الشهادة وهي حرية كاملة
وذكورة محققة وعدالة ومن لازمها الاسلام والتكليف وسمع ونطق وبصر لما يأتي أن
الاقوال لا تثبت إلا بالمعاينة والسماع وفي الاعمى وجه لانه أهل للشهادة في الجملة،
الاصح لا وإن عرف الزوجين، ومثله من بظلمة شديدة ومعرفة لسان المتعاقدين ـ فتح
المعين هامش إعانة الطالبين ج ٣ ص ٣٤٣
- Al-Bajuri II / 102 :
من
شروط الشاهدين السمع والبصر والنطق والضبط ومعرفة لسان العاقدين وعدم التعيين
للولاية حاشية الباجوري ج ٢ ص ١٠٢
"Di antara syarat syarat jadi saksi adalah bisa mendengar, bisa melihat, bisa membaca, tidak pelupa, mengetahui lisan dua orang yang sedang ijab qobul, tidak menjadi wali nikah".
Kesimpulan Syarat-syarat Saksi Nikah :
- Beragama Islam
- Sudah Baligh
- Berakal
- Terang
Laki-lakinya
- Merdeka
- Bisa Mendengar
- Bisa Melihat
- Tidak Bisu
- Tidak pelupa
- Mengerti bahasa yang
digunakan dalam Ijab Qabul
- Tidak merangkap jadi
wali
- Adil.
Menurut pendapat Imam Syafii sah nikah dengan persaksian dua orang fasiq apabila kefasikan sudah merajalela (sudah umum). Saksi tidak disyaratkan mengetahui calon istri, dan juga tidak disyaratkan mengetahui nasabnya. Tapi cukup menyaksikan jalannya akad nikah. Apabila seorang perempuan mempunyai beberapa wali yang sama derajatnya (seperti 3 saudara laki-laki), dan perempuan tersebut mengidzini semuanya, maka semuanya berstatus wali dan tidak boleh jadi saksi. Tapi apabila perempuan tersebut hanya mengidzini satu orang, maka yang lain boleh jadi saksi, karena yang lain tidak berstatus wali. Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani Akta Nikah pada waktu dan di tempat akad nikah dilangsungkan. Wallahu A'lam. [Abdullah Afif, Iki Alawiy Rek, Ghufron Bkl].
Baca juga artikel terkait : 2538. SYARAT-SYARAT MENJADI SAKSI
Link Diskusi :
www.fb.com/groups/piss.ktb/881333538556122/