PERTANYAAN :
> Arif Rachmad
Assalamu'alaikum :
العبارات قوت لعائلة المستمعين ،
وليس لك إلا ما أنت له آكل
.الحكم ابن عطاء الله .
JAWABAN :
> Ical Rizaldysantrialit
Hikmah no 187 dalam kitab syarh Al-Hikam
العِباراتُ قُوتٌ لعائِلَةِ المُسْتَمِعينَ، وَلَيْسَ لَكَ إلّا ما أنْتَ لَهُ آكِلٌ.
Tutur kata yang bijak itu ibarat hidangan makanan bagi mereka yang mendengarkan, dan jatahmu hanyalah apa yang engkau makan darinya. Selengkapnya :
العبارات قوت لعائلة المستمعين وليس لك إلا ما أنت له آكل
يعني : أن العبارات التي يعبر بها أهل هذه الطائفة عن العلوم والمعارف هي من حيث معناها قوت لأرواح جماعة المستمعين كما أن الأطعمة الحسية قوت لأبدان المحتاجين لها وهذه الأقوات المعنوية كالأقوات الحسية من حيث إنها تختلف باختلاف الطبائع فكما أن بعض الأطعمة قد يصلح لشخص دون آخر للاختلاف في الطبيعة والمزاج فكذلك الأقوات المعنوية منها ما يصلح لواحد دون آخر . وليس لك إلا ما أنت له آكل أي إلا ما فهمته عنهم لاختلاف المذاهب وتباين المطالب . فقد تلقى العبارة على جماعة فيفهم كل واحد منهم ما لا يفهمه الآخر وقد يفهم بعضهم من الكلام معنى لم يقصده المتكلم ويتأثر باطنه بذلك تأثراً عجيباً وربما فهم منه ضد ما قصده المتكلم كما اتفق أن بعضهم سمع قائلاً يقول :
إذا العشرون من شعبان ولت فواصل شرب ليلك بالنهار
و لا تشرب بأقداح صغار فإن الوقت ضاف عن الصغار
فخرج هائماً على وجهه حتى أتى مكة ولم يزل مجاوراً بها حتى مات
وإلى ذلك الإشارة بقوله تعالى : { قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ } ( 60 ) البقرة
UNGKAPAN ADALAH MAKANAN HATI
اَلْعِبَارَاتُ قُوْتٌ لِعَائِلَةِ الْمُسْتَمِعِيْنَ وَلَيْسَ لَكَ اِلاَّ مَا اَنْتَ لَهُ آكِلٌ
.
رُبَّمَا عَبَّرَ عَنِ الْمَقَامِ مَنِ اسْتَشْرَفَ عَلَيْهِ وَرُبَّمَا عَبَّرَ عَنْهُ مَنْ وَصَلَ اِلَيْهِ وَذَلِكَ مُلْتَبِسٌ اِلاَّ عَلَى صَاحِبِ بَصِيْرَةٍ .
لاَ يَنْبَغِى لِلسَّالِكِ اَنْ يُعْبِّرَ عَنْ وَارِدَاتِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ يُقِلُّ عَمَلَهَا فِى قَلْبِهِ وَيَمْنَعُ وُجُوْدَ الصِّدْقِ مَعَ رَبِّهِ .
Ungkapan adalah makanan hati bagi para pendengarnya, maka engkau tidak akan mampu melakukannya kecuali terlebih dahulu telah makan. Terkadang orang mengungkapkan dari kedudukan orang yang berharap mendapatkan kemuliaan, terkadang diungkapkan oleh orang yang telah sampai di dalam kemuliaan, keduanya samar kecuali bagi orang yang mempunyai mata hati. Tidak patut bagi para salik mengungkapkan warid-warid yang datang kepada dirinya, hal itu meyebabkan berkurangnya amalan hati dan menghalangi kesungguhan kepada Tuhannya.(Hikam Ibnu Atho'illah)
Orang yang belum pernah merasakan penderitaan sakit gigi misalnya, bagaimana mungkin dia mampu menggambarkan rasanya sakit gigi kepada orang lain. Kalau toh dia mengenal sakit gigi, pengenalan itu tentunya hanya sebatas teori yang didapatkan dari membaca dan mendengar. Orang yang pernah merasakan sakit gigi, bila kebetulan dia juga orang yang ahli mengobati sakit gigi, tentunya lebih pandai mengobati sakit gigi daripada orang yang belum pernah sakit gigi.
Demikian pula orang yang mampu mengungkapkan keadaan yang batin, tentunya karena memiliki mata batin. Orang yang memiliki mata batin yang cemerlang, sesungguhnya karena telah mengalami kehidupan batin yang sempurna, itulah buah ibadah. Hasil dari melaksanakan mujahadah dan riyadhoh di jalan Allah. Karena dengan ibadah, berarti orang tersebut telah terlatih menggunakan indera batin untuk berhadapan dengan alam batin. Itulah makanan spiritual yang hanya bisa didapat dengan dzikir secara istiqomah.
Ketika indera yang batin itu mampu terlatih dengan baik sehingga sorotnya menjadi tajam dan tembus pandang, disaat indera batin itu melihat gambaran yang lahir, maka “keadaan batin” yang ada dibalik “keadaan lahir” itu menjadi tampak terang. Ini adalah hal yang biasa. Artinya semua orang yang sehat lahir batin berpotensi mencapai kemampuan itu. Asal mereka mau melatih indera batinnya dengan benar, tentunya dengan bimbingan guru ahlinya.
Ketika orang yang matahatinya cemerlang itu melihat sesuatu yang batin. Disaat urusan batin yang menyangkut rahasia orang lain itu harus dilahirkan dihadapan orang banyak, maka secara spontan ungkapannya akan keluar melalui ucapan. Oleh karena itu, setiap ungkapan yang diucapkan selalu dengan menggunakan bahasa lambang yang terkadang masih membutuhkan penafsiran. Adapun bagi para murid yang hatinya sedang membutuhkan obat dari guru mursyidnya, mereka tidak harus susah-susah menafsirkan bahasa lambang tersebut, karena ungkapan itu adalah obat yang disuapkan guru mursyidnya untuk mengobati penyakit hati yang sedang dialami.
Oleh karena kemampuan mengungkapkan keadaan batin seseorang itu adalah hasil ibadah dan pengabdian yang panjang, maka para ahli itu selalu mendapatkan kemuliaan di tengah masyarakat. Itu disebabkan karena dengan kemampuannya sebagai dokter ruhani, dia selalu didatangi orang lain untuk dimintai pertolongan, baik untuk mencarikan jalan keluar dari masalah hidup yang sedang mereka hadapi maupun hanya sekedar berkonsultasi. Dengan yang demikian itu, maka keberadaan ahli batin tersebut dibutuhkan oleh orang yang ada disekitarnya.
Ungkapan tersebut adakalanya diungkapkan oleh orang yang sedang mencari kemuliaan dan adakalanya terungkap dari kedudukan yang mulia. Hakekat dua keadaan itu samar dan tersembunyi, kecuali bagi orang yang matahatinya telah menjadi cemerlang. Oleh karena dua hal itu merupakan keadaan yang batin, maka tanpa indera batin orang sulit membedakannya.
Orang-orang yang mampu mengungkapkan keadaan batin orang lain, karena mereka pernah mengalami perjalanan ruhani sebagaimana perjalanan ruhani orang batinnya diungkap itu. Bagian dari pengalaman ruhaniyah itu adalah warid-warid yang didatangkan sebagai buah dari wirid-wirid yang mereka dijalani. Setiap orang yang melaksanakan perjalanan ruhaniyah, apabila jalan yang ditempuh berada di jalan benar, jalan Allah, maka mereka akan mendapatkan warid-warid yang datangnya dari urusan ketuhanan. Dengan warid-warid tersebut, seseorang akan mendapatkan kelebihan hidup.
Namun demikian, bagi para salik tidak sepantasnya mengungkapkan warid-warid yang didatangkan kepada dirinya. Jika hal itu dilakukan akan menjadi penyebab keruhnya matahati yang mulai cemerlang sehingga hati itu akan kembali terhijab. Apabila hati mereka kembali terhijab, maka amaliyah yang dilakukan yang semula mampu menghidupkan ruhani akan menjadi amaliyah lahir yang hanya akan mendapatkan pahala saja, itupun manakala amaliyah tersebut dikerjakan dengan hati ihlas.
Adapun seorang guru mursyid thoriqoh yang hatinya telah terjaga dari sifat-sifat basyariyah yang tidak terpuji, mereka terkadang mengungkapkan warid-warid yang didatangkan kepada dirinya. Hal itu dilakukan, disamping bertujuan untuk memberikan bimbingan kepada para murid, juga melaksakanan perintah Allah untuk mencerikan kenikmatan yang didatangkan kepada dirinya sebagai perwujudan rasa syukur atas kenikmatan tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan Allah dengan firmanNya yang artinya: “Dan terhadap ni'mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya”(Adh Dhuhaa(93)11).
Dikisahkan dalam buku manaqibnya “Lujjaini Dani” yang ditulis oleh Asy-Syekh Ja’far bin hasan bin Abdul Karim al-Barjanji ra. Asy-Syekh Abdul Qodir Jailani ra. pernah mengungkapkan kewaliannya di depan orang banyak. Beliau berkata: “Syekh Husain Al-Hallaj pernah terpeleset satu kali dalam menjalankan kewaliannya, pada waktu itu tidak ada seorang pun yang mampu menolongnya. Seandainya saya hidup sezaman dengannya, niscaya saya akan menolongnya. Karena saya harus menolong orang yang terpeleset dalam menjalankan kewaliannya dari sahabat-sahabatku, murid-muridku, dan orang-orang yang mencintaiku sampai hari kiamat, baik mereka terpeleset waktu masih hidup maupun setelah mati. Disebabkan karena kudaku sudah terpasang pelananya, tombakku sudah tertancapkan, pedangku sudah terhunus dan anak panahku sudah terpasang busurnya untuk menjaga muridku yang sedang lupa”.
Alam kewalian (warid-warid khusus yang diturunkan kepada orang-orang khusus), meskipun itu adalah anugerah utama yang hanya diturunkan Allah kepada para waliNya, namun demikian warid seperti itu terkadang malah membawa dampak negatif kepada pemiliknya. Seperti orang mabuk, ketika dengan fasilitas yang berlebihan, apa saja yang dikendaki seketika bisa terwujud misalnya, kelebihan seperti itu bisa menjebak pemiliknya merasa menjadi Tuhan. Mereka mengatakan: “Ana Al-Haq” (Aku adalah Tuhan). Padahal mereka itu hanyalah seorang hamba biasa sebagaimana hamba yang lain. Itulah yang dimaksud terpeleset di dalam alam kewalian. Seharusnya siapapun tetap merasa sebagai seorang hamba meski dia telah mendapatkan kelebihan yang luar biasa. Dalam kondisi terpeleset itu, harus ada seorang waliyullah yang mampu menolongnya. Orang yang mampu mengembalikan rasa dalam hati yang menyesatkan alam sadar itu ke jalur yang benar. Orang yang terpeleset dalam alam kewalian itu seperti orang yang tenggelam di dalam perasaan alam bawah sadar, maka harus ada tangan yang mampu menarik kembali ke alam sadar
Wallahu A'lam
LINK ASAL