KH. Abdullah Afif
رِسَالَةٌ فِيْ تَأَكُّدِ الْأَخْذِ بِمَذَاهِبِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ
تَأْلِيْفُ الشَّيْخِ مُحَمَّدْ هَاشِمْ أَشْعَرِي (1287-1366هـ)
Risalah Tentang Pentingnya Mengikuti Madzhab Empat
Karya Hadlratusysyaikh KH.Hasyim Asy’ari
(1287H-1366H)
اِعْلَمْ
أَنَّ فِي الْأَخْذِ بِهَذِهِ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ مَصْلَحَةً
عَظِيْمَةً وَفِي الْإِعْرَاضِ عَنْهَا كُلِّهَا مَفْسَدَةً كَبِيْرَةً
Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya mengikuti madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i,
dan Hanbali) mengandung kemaslahatan yang besar, dan meninggalkan
seluruhnya membawa resiko kerusakan yang fatal.
وَنَحْنُ نُبَيِّنُ ذَلِكَ بِوُجُوْهٍ
Kami akan menjelaskan persoalan diatas dari beberapa aspek:
أَحَدُهَا أَنَّ الْأُمَّةَ اِجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَعْتَمِدُوْا عَلَى السَّلَفِ فِيْ مَعْرِفَةِ الشَّرِيْعَةِ
Pertama,
bahwa umat Islam telah sepakat bulat untuk mengacu dan menjadikan ulama
salaf sebagai pedoman dalam mengetahui, memahami, dan mengamalkan
syariat Islam secara benar.
فَالتَّابِعُوْنَ
اِعْتَمَدُوْا فِيْ ذَلِكَ عَلَى الصَّحَابَةِ وَتُبَّعُ التَّابِعِيْنَ
اِعْتَمَدُوْا عَلَى التَّابِعِيْنَ وَهَكَذَا فِيْ كُلِّ طَبَقَةٍ
اِعْتَمَدَ الْعُلَمَاءُ عَلَى مَنْ قَبْلَهُمْ
Dalam hal
ini, para tabi'in mengikuit jejak para sahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam, lalu para pengikut tabi'in meneruskan langkah dengan
mengikuti jejak para tabi'in. Demikianlah seterusnya, pada setiap
generasi, para ulama pasti mengacu dan merujuk kepada orang-orang dari
generasi sebelumnya.
وَالْعَقْلُ يَدُلُّ عَلَى حُسْنِ ذَلِكَ لِأَنَّ الشَّرِيْعَةَ لَا تُعْرَفُ إِلَّا بِالنَّقْلِ وَالْإِسْتِنْبَاطِ
Akal
yang sehat menunjukkan betapa baiknya pola pemahaman dan pengamalan
syariat Islam yang seperti itu. Sebab syariat Islam tidak dapat
diketahui kecuali dengan cara naql (mengambill dari generasi sebelumnya)
dan istinbath (mengeluarkan dari sumbernya, Al Quran dan al Hadits,
melalui ijtihad untuk menetapkan hukum).
وَالنَّقْلُ لَا يَسْتَقِيْمُ إِلَّا بِأَنْ تَأْخُذَ كُلُّ طَبَقَةٍ عَمَّنْ قَبْلَهَا بِالْإِتِّصَالِ
Naql
tidak mungkin dilakukan dengan benar kecuali dengan cara setiap
generasi mengambil langsung dari generasi sebelumnya secara
berkesinambungan.
وَلَا بُدَّ فِي الْإِسْتِنْبَاطِ
أَنْ يَعْرِفَ مَذَاهِبَ الْمُتَقَدِّمِيْنَ لِئَلَّا يَخْرُجَ عَنْ
أَقْوَالِهِمْ فَيَخْرِقُ الْإِجْمَاعَ وَيَبْنِيْ عَلَيْهَا
وَيَسْتَعِيْنُ فِيْ ذَلِكَ بِمَنْ سَبَقَهُ
Sedangkan
untuk istinbath, disyaratkan harus mengetahui madzhab-madzhab ulama
generasi terdahulu agar tidak menyimpang dari pendapat-pendapat mereka
yang bisa
berakibat menyalahi kesepakatan mereka
(ijma’). Dan melanjutkan madzhab-madzhab tersebut dengan ditunjang
madzhab-madzhab ulama generasi sebelumnya
لِأَنَّ
جَمِيْعَ الصِّنَاعَاتِ كَالصَّرْفِ وَالنَّحْوِ وَالطِّبِّ وَالشِّعْرِ
وَالْحِدَادَةِ وَالتِّجَارَةِ وَالصِّيَاغَةِ لَمْ تَتَيَسَّرْ لِأَحَدٍ
إِلَّا بِمُلَازَمَةِ أَهْلِهَا وَغَيْرُ ذَلِكَ نَادِرٌ بَعِيْدٌ لَمْ
يَقَعْ وَإِنْ كَانَ جَائِزًا فِي الْعَقْلِ
Sebab, semua
pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki seseorang, misalnya dibidang
shorof, nahwu, kedokteran, kesusastraan, pandai besi, perdagangan dan
keahlian logam mulia, tidak mungkin begitu saja mudah dipelajari oleh
seseorang kecuali dengan terus menerus belajar kepada ahlinya. Diluar
cara itu, sungguh sangat langka dan jauh dari kemungkinan, bahkan nyaris
tidak pernah terjadi, kendatipun secara akal boleh saja terjadi.
وَإِذَا
تَعَيَّنَ الْإِعْتِمَادُ عَلَى أَقَاوِيْلِ السَّلَفِ فَلَا بُدَّ مِنْ
أَنْ تَكُوْنَ أَقْوَالُهُمْ اَلَّتِيْ يُعْتَمَدُ عَلَيْهَا مَرْوِيَّةً
بِالْإِسْنَادِ الصَّحِيْحِ أَوْ مُدَوَّنَةً فِيْ كُتُبٍ مَشْهُوْرَةٍ
Jika
pendapat-pendapat para ulama salaf telah menjadi keniscayaan untuk
dijadikan pedoman, maka pendapat-pendapat mereka yang dijadikan pedoman
itu haruslah diriwayatkan dengan sanad (mata-rantai) yang benar dan bisa
dipercaya, atau dituliskan dalam kitab-kitab yang masyhur
وَأَنْ
تَكُوْنَ مَخْدُوْمَةً بِأَنْ يُبَيَّنَ الرَّاجِحُ مِنْ مُحْتَمَلَاتِهَا
وَيُخَصَّصَ عُمُوْمُهَا فِيْ بَعْضِ الْمَوَاضِعِ وَيُقَيَّدَ
مُطْلَقُهَا فِيْ بَعْضِ الْمَوَاضِعِ وَيُجْمَعَ الْمُخْتَلَفُ مِنْهَا
وَيُبَيَّنَ عِلَلُ أَحْكَامِهَا وَإِلَّا لَمْ يَصِحَّ الْاِعْتِمَادُ
عَلَيْهَا
dan telah diolah (dikomentari) dengan
menjelaskan pendapat yang unggul dari pendapat lain yang serupa,
menyendirikan persoalan yang khusus (takhshish) dari yang umum,
membatasi yang muthlaq dalam konteks tertentu, menghimpun dan
menjabarkan pendapat yang berbeda dalam persoalan yang masih
diperselisihkan serta menjelaskan alasan timbulnya hukum yang demikian.
Karena itu, apabila pendapat-pendapat ulama tadi tidak memenuhi syarat
yang telah ditentukan seperti diatas, maka pendapat tersebut tidak dapat
dijadikan pedoman.
وَلَيْسَ مَذْهَبٌ فِيْ هَذِهِ
الْأَزْمِنَةِ الْمُتَأَخِّرَةِ بِهَذِهِ الصِّفَةِ إِلَّا هَذِهِ
الْمَذَاهِبُ الْأَرْبَعَةُ اَللَّهُمَّ إِلَّا مَذْهَبَ الْإِمَامِيَّةِ
وَالزَّيْدِيَّةِ وَهُمْ أَهْلُ الْبِدْعَةِ لَا يَجُوْزُ الْاِعْتِمَادُ
عَلَى أَقَاوِيْلِهِمْ
Tidak ada satu madzhabpun di
zaman akhir ini yang memenuhi syarat dan sifat seperti diatas selain
madzhab empat ini. Memang ada juga madzhab yang mendekati syarat dan
sifat diatas, yaitu madzhab Imamiyah (Syi'ah) dan Zaydiyah (golongan
Syi'ah). Namun keduanya adalah golongan ahlu bid'ah, sehingga keduanya
tidak boleh dijadikan pegangan.
وَثَانِيْهَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِتَّبِعُوا السَّوَادَ الْأَعْظَمَ
وَلَمَّا
انْدَرَسَتْ اَلْمَذَاهِبُ الْحِقَّةُ إِلَّا هَذِهِ الْأَرْبَعَةَ كَانَ
اتِّبَاعُهَا اِتِّبَاعًا لِلسَّوَادِ الْأَعْظَمِ وَالْخُرُوْجُ عَنْهَا
خُرُوْجًا عَنِ السَّوَادِ الْأَعْظَمِ
Kedua, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: "Ikutilah golongan terbesar (as-Sawad al-A'zham)!”.
Ketika
beberapa madzhab yang tergolong benar telah hilang dan yang tersisa
hanya tinggal empat madzhab ini, maka nyatalah bahwa mengikuti empat
madzhab berarti mengikuti as-Sawad al-A'zham, dan keluar dari sana
berarti telah keluar dari as-Sawad al-A'zham.
وَثَالِثُهَا
أَنَّ الزَّمَانَ لَمَّا طَالَ وَبَعُدَ الْعَهْدُ وَضُيِّعَتِ
الْأَمَانَاتُ لَمْ يَجُزْ أَنْ يُعْتَمَدَ عَلَى أَقْوَالِ عُلَمَاءِ
السُّوْءِ مِنَ الْقُضَاةِ الْجَوَرَةِ وَالْمُفْتِيْنَ التَّابِعِيْنَ
لِأَهْوَائِهِمْ حَتَّى يَنْسِبُوْا مَا يَقُوْلُوْنَ إِلَى بَعْضِ مَنْ
اِشْتَهَرَ مِنَ السَّلَفِ بِالصِّدْقِ وَالدِّيَانَةِ وَالْأَمَانَةِ
إِمَّا صَرِيْحًا أَوْ دَلَالَةً وَحِفْظِ قَوْلِهِ فِيْ ذَلِكَ وَلَا
عَلَى قَوْلِ مَنْ لَا نَدْرِيْ هَلْ جَمَعَ شُرُوْطَ الْإِجْتِهَادِ أَوْ
لَا
Ketiga, pada saat zaman sudah begitu lama berputar,
makin jauh (dari masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam), dan
amanat menjadi begitu mudah disia-siakan, maka tidak boleh berpegang
pada pendapat-pendapat oknum-oknum ulama yang buruk, baik dari kalangan
hakim-hakim yang menyeleweng maupun mufti-mufti yang hanya mengikuti
hawa nafsunya, meskipun mereka mengaku bahwa pendapatnya itu sesuai
dengan pendapat ulama salaf yang masyhur integritas pribadinya,
loyalitas agamanya dan amanah moralnya, baik secara eksplisit maupun
secara implisit, serta memelihara pendapatnya secara bertanggung jawab.
Kitapun tidak boleh mengikuti pendapat orang yang kita belum mengetahui
persis apakah yang bersangkutan sudah memenuhi persyaratan ijtihad atau
belum.
فَإِذَا رَأَيْنَا الْعُلَمَاءَ الْمُحَقِّقَيْنَ
فِيْ مَذَاهِبِ السَّلَفِ عَسَى أَنْ يَصْدُقُوْا فِيْ تَخْرِيْجَاتِهِمْ
عَلَى أَقْوَالِهِمْ وَاسْتِنْبَاطِهِمْ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
وَأَمَّا إِذَا لَمْ نَرَ مِنْهُمْ ذَلِكَ فَهَيْهَاتَ
Apabila
kita melihat para ulama ahli tahqiq (penelitian) yang menekuni
madzhab-madzhab para ulama salaf, maka ada harapan bahwa mereka akan
memperoleh kebenaran dalam usahanya merumuskan pendapat dan penggalian
ketentuan-ketentuan hukum dari al-Qur'an dan as-Sunnah. Sebaliknya,
apabila kita tidak melihat hal itu kepada mereka, maka sungguh jauh dari
kemungkinan memperoleh kebenaran yang diharapkan.
وَهَذَا
الْمَعْنَى الَّذِيْ أَشَارَ إِلَيْهِ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ حَيْثُ قَالَ يَهْدِمُ الْإِسْلَامَ جِدَالُ الْمُنَافِقِ
بِالْكِتَابِ وَابْنُ مَسْعُوْدٍ حَيْثُ قَالَ مَنْ كَانَ مُتَّبِعًا
فَلْيَتَّبِعْ مَنْ مَضَى
Inilah pengertian yang secara
tidak langsung ditunjukkan oleh Khalifah ‘Umar bin Khatthab
radhiyallaahu ‘anhu melalui perkataannya: "Islam akan hancur akibat
kelihaian orang-orang munafik dalam berdebat dengan menggunakan
al-Qur'an."
Dan juga sahabat Ibnu Mas'ud berpesan: "Barangsiapa
menjadi pengikut (yang baik) maka hendaklah mengikuti (para ulama)
generasi sebelumnya."
فَمَا ذَهَبَ اِلَيْهِ ابْنُ
حَزْمٍ حَيْثُ قَالَ اَلتَّقْلِيْدُ حَرَامٌ إِلَى آخِرِهْ إنَّمَا يَتِمُّ
فِيْمَنْ لَهُ ضَرْبٌ مِنَ الْاِجْتِهَادِ وَلَوْ فِيْ مَسْأَلَةٍ
وَاحِدَةٍ
Dengan demikan gagasan yang pernah
dilontarkan Ibnu Hazm bahwa taqlid itu hukumnya haram, sesungguhnya
hanya ditujukan kepada orang yang memiliki kemampuan berijtihad meskipun
hanya dalam satu permasalahan,
وَفِيْمَنْ ظَهَرَ
عَلَيْهِ ظُهُوْرًا بَيِّنًا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَذَا وَنَهَى عَنْ كَذَا وَأَنَّهُ لَيْسَ
بِمَنْسُوْخٍ إِمَّا بِأَنْ يَتَتَبَّعَ الْأَحَادِيْثَ وَأَقْوَالَ
الْمُخَالِفِ وَالْمُوَافِقِ فِي الْمَسْأَلَةِ فَلَا يَجِدُ لَهَا
نَسْخًا
serta buat orang yang konkrit meyakini bahwa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan ini atau melarang
itu, sedang perintah atau larangan itu belum dihapuskan.
Keyakinan
mungkin dapat diperoleh dengan meneliti banyak Hadits dan pendapat para
ulama yang menentang maupun yang setuju, lalu jelas bahwa ketentuannya
belum terhapuskan
أَوْ بِأَنْ يَرَى جَمًّا غَفِيْرًا
مِنَ الْمُتَبَحِّرِيْنَ فِي الْعِلْمِ يَذْهَبُوْنَ إِلَيْهِ وَيَرَى
الْمُخَالِفَ لَهُ لَا يَحْتَجُّ اِلَّا بِقِيَاسٍ أَوْ اِسْتِنْبَاطٍ أَوْ
نَحْوِ ذَلِكَ
Atau mungkin dengan melihat mayoritas
terbesar dari golongan ulama yang mendalami ilmunya ternyata sependapat
dalam ketentuan tersebut, sementara golongan yang menentangnya tidak
mampu mengajukan dalil kecuali hanya berupa qiyas atau istinbath atau
yang sejenisnya (bukan berupa dalil nash).
فَحِيْنَئِذٍ لَا سَبَبَ لِمُخَالَفَةِ حَدِيْثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا نِفَاقٌ خَفِيٌّ
أَوْ حُمْقٌ جَلِيٌّ
Jika
demikian maka tidak ada dalih untuk menyalahi Hadits Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam selain kemunafikan yang terselubung atau
kebodohan yang nyata.
وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا بُدَّ
لِلْمُكَلَّفِ غَيْرِ الْمُجْتَهِدِ الْمُطْلَقِ مِنْ اِلْتِزَامِ
التَّقْلِيْدِ لِمَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ مِنْ مَذَاهِبِ الْأَئِمَّةِ
الْأَرْبَعَةِ وَلَا يَجُوْزُ لَهُ الْاِسْتِدْلَالُ بِالْآيَاتِ
وَالْأَحَادِيْثِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَلَوْ رَدُّوْهُ إِلَى الرَّسُوْلِ
وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنَ
مِنْهُمْ
Dan ketahuilah, bahwa setiap orang yang sudah mukallaf (aqil baligh) yang tidak mampu
berijtihad
secara mutlak, harus mengikuti salah satu dari empat madzhab dan tidak
boleh baginya untuk ber-istidlal (mengambil dalil secara langsung) dari
al-Qur'an atau Hadits.
Ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala
(yang artinya kurang lebih): “Dan seandainya menyerahkan (urusan itu)
kepada Rasul dan ulil amri (yang menguasai pada bidangnya) diantara
mereka, niscayalah orang-orang yang ingin mengetahui kebenaran akan
dapat mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri).”.
وَمَعْلُوْمٌ
أَنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنَهُ هُمُ الَّذِيْنَ تَأَهَّلُوْا
لِلْاِجْتِهَادِ دُوْنَ غَيْرِهِمْ كَمَا هُوَ مَبْسُوْطٌ فِيْ مَحَلِّهِ
Dan
telah dimaklumi, bahwa mereka yang dapat ber-istinbath (mengambil dalil
langsung dari al-Qur'an dan Hadits) adalah orang-orang yang telah
memiliki cukup keahlian dan kemampuan berijtihad, bukan orang lain,
sebagaimana keterangan yang diuraikan dalam bab ijtihad di berbagai
kitab.
أَمَّا الْمُجْتَهِدُ فَيَحْرُمُ عَلَيْهِ
التَّقْلِيْدُ فِيْمَا هُوَ مُجْتَهِدٌ فِيْهِ لِتَمَكُّنِهِ مِنَ
الْاِجْتِهَادِ الَّذِيْ هُوَ أَصْلُ التَّقْلِيْدِ لَكِنِ الْمُجْتَهِدُ
الْمُسْتَقِلُّ بِوُجُوْدِ الشَّرَائِطِ الَّتِيْ ذَكَرَهَا الْأَصْحَابُ
فِيْ أَوَائِلِ الْقَضَاءِ مَفْقُوْدٌ مِنْ نَحْوِ سِتِّمِائَةِ سَنَةٍ
كَمَا قَالَهُ ابْنُ الصَّلَاحِ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى
Adapun
orang yang dapat menyandang status mujtahid, maka haram baginya untuk
bertaqlid dalam persoalan yang ia sendiri mampu berijtihad, karena
kemampuannya berijtihad justru menjadi acuan bagi mereka yang taqlid.
Namun
demikian, mujtahid mustaqill (mujtahid yang mampu menggali hukum
langsung dari sumbernya, al-Qur'an dan Hadits) dengan memenuhi segala
persyaratnnya sebagimana yang telah dijelaskan oleh para pengikutnya
dalam permulaan bab qodlo', ternyata sudah tidak ditemukan lagi sejak
kira-kira enam ratus tahun yang silam, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Ibnu Shalah rahimahullaau ta’ala
حَتَّى قَالَ غَيْرُ
وَاحِدٍ إِنَّ النَّاسَ لَا إِثْمَ عَلَيْهِمْ اَلْآنَ بِتَعْطِيْلِ هَذَا
الْفَرْضِ أَيْ بُلُوْغِ دَرَجَةِ الْاِجْتِهَادِ الْمُطْلَقِ لِأَنَّ
النَّاسَ كُلَّهُمْ بُلَدَاءُ بِالنِّسْبَةِ إِلَيْهَا وَفَرْضُ
الْكِفَايَةِ فِيْ طَلَبِ الْعُلُوْمِ لَا يُتَوَجَّهُ إِلَى الْبَلِيْدِ
Bahkan
tidak sekedar satu orang yang menyatakan manusia sekarang tidak berdosa
seandainya meninggalkan kewajiban berijtihad ini, karena manusia zaman
sekarang ini terlalu bodoh untuk mencapai derajat ijtihad. Padahal
fardlu kifayah dalam hal mencari ilmu tidak mungkin ditujukan kepada
orang-orang yang bodoh.
وَلَيْسَتِ الْمَذَاهِبُ
الْمَتْبُوْعَةُ مُنْحَصِرَةٌ فِي الْأَرْبَعَةِ بَلْ لِجَمَاعَةٍ مِنَ
الْعُلَمَاءِ مَذَاهِبُ مَتْبُوْعَةٌ أَيْضًا كَالسُّفْيَانَيْنِ
وَإِسْحَاقَ بْنِ رَاهَوَيْهِ وَدَاوُدَ اَلظَّاهِرِيِّ وَالْأَوْزَاعِيِّ
Sebenarnya
madzhab-madzhab yang boleh diikuti tidak hanya terbatas hanya kepada
empat madzhab saja, bahkan ada golongan ulama dari madzhab yang bisa
diikuti, seperti madzhab Sufyan Tsawri dan Sufyan bin ‘Uyaynah, Ishaq
bin Rahawayh, madzhab Dawud ad-Zhahiri dan madzhab al-Awza'i.
وَمَعَ
ذَلِكَ فَقَدْ صَرَّحَ جَمْعٌ مِنْ أَصْحَابِنَا بِأَنَّهُ لَا يَجُوْزُ
تَقْلِيْدُ غَيْرِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ ، وَعَلَّلُوْا ذَلِكَ
بِعَدَمِ الثِّقَةِ بِنِسْبَتِهَا إِلَى أَرْبَابِهَا لِعَدَمِ
الْأَسَانِيْدِ الْمَانِعَةِ مِنَ التَّحْرِيْفِ وَالتَبْدِيْلِ
Meskipun
demikian para ulama pengikut madzhab Syafi'i menjelaskan bahwa
mengikuti selain empat madzhab adalah tidak boleh, karena tidak ada
jaminan kebenaran atas hubungan madzhab itu dengan para imam yang
bersangkutan, sebab tidak adanya sanad (mata-rantai) yang dapat menjamin
daari beberapa kekeliruan dan perubahan
بِخِلَافِ
الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ فَإِنَّ أَئِمَّتَهَا بَذَلُوْا أَنْفُسَهُمْ
فِيْ تَحْرِيْرِ الْأَقْوَالِ وَبَيَانِ مَا ثَبَتَ عَنْ قَائِلِهِ
وَمَالَمْ يَثْبُتْ فَأَمِنَ أَهْلُهَا مِنْ كُلِّ تَغْيِيْرٍ وَتَحْرِيْفٍ
وَعَلِمُوا الصَّحِيْحَ مِنَ الضَّعِيْفِ ،
Berbeda
dengan madzhab empat, karena para pemimpinnya telah mencurahkan jerih
payahnya dalam mengkodifikasi (menghimpun) pendapat-pendapat serta
menjelaskan hal-hal yang telah ditetapkan atau yang tidak ditetapkan
oleh pendiri madzhab. Dengan begitu, maka para pengikutnya menjadi aman
dari segala perubahan dan kekeliruan, serta bisa mengetahui mana
pendapat yang benar dan yang lemah.
وَلِذَا قَالَ
غَيْرُ وَاحِدٍ فِي الْإِمَامِ زَيْدِ بْنِ عَلِيٍّ إِنَّهُ إِمَامٌ
جَلِيْلُ الْقَدْرِ عَالِي الذِّكْرِ وَ إِنَّمَا ارْتَفَعَتْ اَلثِّقَةُ
بِمَذْهَبِهِ لِعَدَمِ اعْتِنَاءِ أَصْحَابِهِ بِالْأَسَانِيْدِ فَلَمْ
يُؤْمَنْ عَلَى مَذْهَبِهِ التَّحْرِيْفُ وَالتَّبْدِيْلُ وَنِسْبَةُ
مَالَمْ يَقُلْهُ إِلَيْهِ ، فَالْمَذَاهِبُ الْأَرْبَعَةُ هِيَ
الْمَشْهُوْرَةُ الْآنَ الْمُتَّبَعَةُ ، وَقَدْ صَارَ إِمَامُ كُلٍّ
مِنْهُمْ لِطَائِفَةٍ مِنْ طَوَائِفِ الْإِسْلَامِ عَرِيْفًا بِحَيْثُ لَا
يَحْتَاجُ السَّائِلُ عَنْ ذَلِكَ تَعْرِيْفًا
Oleh
karena itu, tidak sedikit orang yang memberi komentar terhadap Imam Zayd
bin 'Ali. Beliau adalah seorang imam yang agung kedudukannya dan tinggi
reputasinya, akan tetapi kepercayaan terhadap madzhabnya menjadi hilang
karena para murid-muridnya kurang dalam memberikan perhatian pada
pentingnya sanad yang menjamin kesinambungan suatu madzhab.
فَالْمَذَاهِبُ
الْأَرْبَعَةُ هِيَ الْمَشْهُوْرَةُ الْآنَ الْمُتَّبَعَةُ ، وَقَدْ صَارَ
إِمَامُ كُلٍّ مِنْهُمْ لِطَائِفَةٍ مِنْ طَوَائِفِ الْإِسْلَامٍ
عَرِيْفًا بِحَيْثُ لَا يَحْتَاجُ السَّائِلُ عَنْ ذَلِكَ تَعْرِيْفًا
Maka
madzhab empat inilah madzhab yang sekarang masyhur dan diikuti. Para
imam dari masing-masing empat madzhab ini begitu dikenal, sehingga orang
yang bertanya tidak perlu lagi diberikan pengenalan kepada mereka,
karena begitu nama mereka disebut, dengan sendirinya orang bertanya
pasti mengenalnya.
Wallaahu A’lamu Bishshowaab
Pekalongan, 23 Dzul Hijjah 1434 H / 28 Oktober 2013 M
LINK ASAL :
https://mbasic.facebook.com/notes/pustaka-ilmu-sunni-salafiyah-ktb-piss-ktb/2841-risalah-tentang-pentingnya-mengikuti-madzhab-empat-karya-hadlratusysyaikh-k/674078639281614/?refid=18