"Assalaamu 'alaikum ahlad diyaari minal mukminiin was muslimiin wa inna insyaa'All ahu bikum laahiquun asalullaha lanaa walakumul 'aafiyah"
"Semoga keselamata n tercurah bagi penghuni (kubur) dari kalangan orang-oran g
mukmin dan muslim dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua.
Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian Al 'Afiyah
(keselamat an)" (HR Muslim 1620)
Beragam tanggapan terhadap tulisan kami yang berisikan tentang bertabarru knya para Sahabat dengan potongan rambut, baju (jubah), air liur dan alternatif agar doa sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla dengan bertawassu l dan bertabarru k ketika berziarah kubur kaum muslim yang telah meraih maqom disisiNya sebagaiman a yang telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/04/15/ alternatif- untuk-berd oa/
Salah satu pertanyaan adalah bagaimana kah bertawassu l dan bertabarru k ketika Ziarah Kubur yang dicontohka n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Tentulah Rasulullah shallallah u alaihi wasallam tidak memerlukan washilah (perantara )
dengan maqom keutamaan muslim yang lain karena Beliau adalah manusia
yang paling utama, maqom paling utama disisi Allah Azza wa Jalla.
Para Sahabat mencontohk an doa bertawassu l dan bertabarru k ketika berziarah ke kuburan paman Nabi seperti
اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّل ُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّن َا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَسْقِين َا وَإِنَّا نَتَوَسَّل ُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا
ALLOOHUMMA INNAA KUNNA NATAWASSAL U ILAIKA BIN ABIYYINAA MUHAMMAD SHALLALLAH U’ALAIHIWA SALLAM FATASQIINA A WA-INNAA NATAWASSAL U ILAIKA BI’AMMI NABIYYINAA FASQINAA
“Ya Allah, kami dahulu pernah meminta hujan kepada-Mu dengan perantaraa n Nabi kami kemudian Engkau menurunkan hujan kepada kami. Maka sekarang kami memohon kepada-Mu dengan perantaraa n paman Nabi kami, maka turunkanla h hujan untuk kami” (HR Bukhari 3434)
Atau sebagaiman a yang disampaika n Ibnu katsir dalam kitab tarikhnya 7/105:
Berkata al hafidz Abu Bakar al Baihaqi, telah menceritak an Abu Nashar bin Qutadah dan Abu bakar al Farisi, mereka berdua berkata: telah menceritak an kepada kami Abu Umar bin Mathor, telah menceritak an kepada kami Ibrahim bin Ali Addzahli, telah menceritak an kepada kami Yahya bin Yahya, telah menceritak an kepada kami Abu Mu’awiyah dari ‘Amasy dari Abi Shalih dari Malik Ad Daar Ia berkata, “Orang-oran g mengalami kemarau panjang saat pemerintah an Umar. Kemudian seorang laki-laki datang ke makam Nabi Shallallah u alaihi wasallam dan berkata “Ya Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam mintakanla h hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa”.
Kemudian orang tersebut mimpi bertemu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam dan dikatakan kepadanya “datanglah kepada Umar dan ucapkan salam untuknya beritahuka n kepadanya mereka semua akan diturunkan hujan. Katakanlah kepadanya “bersikapl ah bijaksana, bersikapla h bijaksana” . Maka laki-laki tersebut menemui Umar dan menceritak an kepadanya akan hal itu. Kemudian Umar berkata “Ya Tuhanku aku tidak melalaikan urusan umat ini kecuali apa yang aku tidak mampu melakukann ya” (Sanadnya shahih adalah penetapan dari Ibnu katsir. Malik adalah Malik Ad Daar dan ia seorang bendahara gudang makanan pada pemerintah an Umar,ia adalah tsiqoh)
Al hafidz Ibnu Hajar al Asqolani dalam fathul bari juz 2 pada kitab aljumah bab sualun nas al imam idza qohathu”, Diriwayatk an
oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih dari riwayat Abu Shalih
As Saman dari Malik Ad Daar seorang bendahara Umar. Ia berkata “Orang-oran g mengalami kemarau panjang saat pemerintah an Umar. Kemudian seorang laki-laki datang ke makam Nabi Shallallah u alaihi wasallam dan berkata “Ya Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam mintakanla h hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa datanglah kepada Umar dst..dan laki2 itu adalah Bilal bin Haris al Muzani”.
Begitupula sebagaiman a yang disampaika n Sahabat Nabi sebagaiman a yang terlukis pada Tafsir Ibnu Katsir pada ( QS An Nisaa [4] : 64 ) Scan kitab tafsir dapat dibaca pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2011/09/ ikjuz5p281_ 285.pdf
Berikut kutipannya
**** awal kutipan ****
Al-Atabi ra menceritak an bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi Shallallah u alaihi wasallam, datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapka n, “Assalamu’ alaika, ya Rasulullah (semoga kesejahter aan terlimpahk an kepadamu, wahai Rasulullah ). Aku telah mendengar Allah ta’ala berfirman yang artinya, ‘Sesungguh nya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang‘ (QS An-Nisa: 64),
Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosak u (kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada Tuhanku.”
Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapka n syair berikut , yaitu: “Hai sebaik-bai k orang yang dikebumika n di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran keharumann ya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuniny a; di dalamnya terdapat kehormatan , kedermawan an, dan kemuliaan. “
Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-mert a mataku terasa mengantuk sekali hingga tertidur.
Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan Nabi shallallah u alaihi wasallam., lalu beliau shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Hai Atabi, susullah orang Badui itu dan sampaikanl ah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya! ”
***** akhir kutipan *****
Ketika kami menyampaik an kutipan di atas yang diambil dari pada Tafsir Ibnu Katsir pada ( QS An Nisaa [4] : 64 ) mereka menyampaik an firman Allah Azza wa Jalla yang artinya ”kamu sekali-kal i tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar" (QS Al Faathir [35]:22)
"kamu sekali-kal i tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar" bukan berarti manusia di alam kubur tidak dapat mendengar. Kalimat tersebut adalah kalimat majaz artinya, "Nabi Muhammad tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-oran g musyrikin yang telah mati hatinya".
Kata “mendengar ” di ayat tersebut maksudnya adalah dalam arti menerima ajakan. Allah ta'ala menjadikan orang-oran g kafir seperti orang mati yang tak bisa mengikuti bila ada yang mengajakny a. Orang yang mati, walaupun bisa mengerti dan memahami maknanya, namun tetap tak bisa menjawab ucapan dan melaksanak an apa yang diperintah kan serta menjauhi apa yang dilarang. Seperti halnya orang kafir sebagaiman a yang disampaika n dalam firmanNya yang artinya,
“kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. dan Jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingka n diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Q.S Al Anfaal [8] :23)
“Maka Sesungguhn ya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-oran g yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-oran g yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakan g* (Q.S Ar Ruum: [30]: 52)
Orang-oran g kafir itu disamakan Tuhan dengan orang-oran g mati yang tidak mungkin lagi mendengark an pelajaran- pelajaran. begitu juga disamakan orang-oran g kafir itu dengan orang-oran g tuli yang tidak bisa mendengar panggilan sama sekali apabila mereka sedang membelakan gi kita.
Oleh karenanya jangan sampai pendengara n kita seperti pendengara n
orang yang telah mati atau orang kafir yaitu mendengar dan memahami
makna dari ajakan orang untuk berbuat kebaikan, namun tidak dapat
menjawab atau melaksanak an perintah dan laranganNy a. Jika kita mengabaika n orang-oran g yang mengajak kita kepada kebaikan maka berwaspada lah, bisa jadi pendengara n kita telah mati.
Sedangkan manusia di alam kubur dapat mendengar namun tidak
berguna mereka diberi petunjuk karena amal perbuatan yang mereka
lakukan di alam kubur tidak lagi diperhitun gkan.
Dari Tsabit Al Bunani dari Anas bin Malik Rasulullah Shallallah u 'alaihi wa Salam meninggalk an jenazah perang Badar tiga kali, setelah itu beliau mendatangi mereka, beliau berdiri dan memanggil- manggil
mereka, beliau bersabda: Hai Abu Jahal bin Hisyam, hai Umaiyah bin
Khalaf, hai Utbah bin Rabi'ah, hai Syaibah bin Rabi'ah, bukankah
kalian telah menemukan kebenaran janji Rabb kalian, sesungguhn ya aku telah menemukan kebenaran janji Rabbku yang dijanjikan padaku. Umar mendengar ucapan nabi Shallallah u 'alaihi wa Salam, ia berkata: Wahai Rasulullah ,
bagaimana mereka mendengar dan bagaimana mereka menjawab, mereka
telah menjadi bangkai? Beliau bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada
ditanganNy a, kalian tidak lebih mendengar ucapanku melebihi mereka, hanya saja mereka tidak bisa menjawab. (HR Muslim 5121)
Wafat hanyalah perpindaha n alam.
Al-Qurtubi dalam at-Tadzkir ah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan : “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindaha n dari satu keadaan kepada keadaan lain.”
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-c akap dan mendengark an percakapan . Amal perbuatan kalian disampaika n kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatk an oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutka nnya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkatego rikannya sebagai hadits shahih
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda,
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
“Tidak seorangpun yang mengunjung i kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakann ya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaniny a hingga dia berdiri meninggalk an kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda,
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapka n salam untuknya, kecuali dia mengetahui nya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzk ar dan At-Tamhid) .
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda,
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا
استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhn ya perbuatan kalian diperlihat kan kepada karib-kera bat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatka n
kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata:
“Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya) .
Ada juga yang menanggapi nya dengan menyampaik an firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan orang-oran g yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatka n kami kepada Allah dengan sedekat-de katnya” (QS Az Zumar [39]:3)
Ini adalah contoh hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka n oleh kaum Zionis Yahudi. Perkataan orang kafir ditimpakan kepada kaum muslim. Kaum Zionis Yahudi memotong firman Allah sehingga timbul kesalahpah aman yang akan menimbulka n perselisih an di antara kaum muslim.
Ayat selengkapn ya yang artinya, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-oran g yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatka n kami kepada Allah dengan sedekat-de katnya". Sesungguhn ya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhn ya Allah tidak menunjuki orang-oran g yang pendusta dan sangat ingkar" (QS Az Zumar [39]:3)
Jadi yang berkata "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatka n kami kepada Allah dengan sedekat-de katnya" adalah kaum musyrik dan ditegaskan bahwa mereka berdusta dengan perkataann ya , berdasarka n bagian akhir dari ayat tersebut "Sesungguhn ya Allah tidak menunjuki orang-oran g yang pendusta dan sangat ingkar" (QS Az Zumar [39]:3)
Sedangkan kaum muslim dan para Sahabat yang bertawassu l dan bertabarru k di makam Rasulullah shallallah u alaihi wasallam tidaklah menyembah kepada kuburan namun berdoa kepada Allah dengan perantaraa n (washilah) maqom (derajat) keutamaan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam disisi Allah Azza wa Jalla
Tanggapan yang cukup parah adalah, ada yang berpendapa t bahwa dikarenaka n berpegang kepada hadits Rasulullah sehingga timbul perselisih an di antara kaum muslim , lebih baik berpegang kepada Al Qur’an saja.
Pendapat seperti itu, sebagaiman a yang disampaika n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam sebagai salah satu tanda akhir zaman.
Dari Miqdam bin Ma’dikarib a Ra. ia berkata: Bahwasanya Rasulullah Shallallah u
‘Alaihi wa Sallam bersabda; “Hampir tiba suatu zaman di mana seorang
lelaki yang sedang duduk bersandar di atas kursi kemegahann ya, lalu disampaika n orang kepadanya sebuah hadits dari haditsku maka ia berkata: “Pegangan kami dan kamu hanyalah kitabullah (Al-Qur’an ) saja. Apa yang dihalalkan oleh Al-Qur’an kami halalkan. Dan apa yang ia haramkan kami haramkan”. (Kemudian Nabi Shallallah u ‘Alaihi wa Sallam melanjutka n sabdanya): “Padahal apa yang diharamkan Rasulullah Shallallah u ‘Alaihi wa Sallam samalah hukumnya dengan apa yang diharamkan Allah Subhanhu wa Ta’ala”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Dari Abu Hurairah Ra. ia berkata: Rasulullah Shallallah u ‘Alaihi wa Sallam bersabda; “Akan datang kepada manusia tahun-tahu n yang penuh tipuan. Pada waktu itu si pendusta dikatakan benar dan orang yang benar dikatakan dusta. Pengkhiana t akan disuruh memegang amanah dan orang yang amanah dikatakan pengkhiana t. Dan yang berkesempa tan berbicara hanyalah golongan “Ruwaibidh ah”. Sahabat bertanya, “Apakah Ruwaibidha h itu hai Rasulullah ?” Nabi Shallallah u ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Orang kerdil, hina dan tidak mengerti bagaimana mengurus orang banyak.” (HR. Ibnu Majah)
Dari Ali bin Abi Thalib Ra. ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallah u
‘Alaihi wa Sallam.: “Sudah hampir tiba suatu zaman, kala itu tidak ada
lagi dari Islam kecuali hanya namanya, dan tidak ada dari Al-Qur’an
kecuali hanya tulisannya . Masjid-mas jid mereka indah, tetapi kosong dari hidayah. Ulama mereka adalah sejahat-ja hat
makhluk yang ada di bawah kolong langit. Dari merekalah keluar fitnah,
dan kepada mereka fitnah itu akan kembali .” (HR. al-Baihaqi )
Tanggapan yang lain mengatakan bahwa bertawassu l dan bertabarru k ketika berziarah kubur adalah ibadah yang dilakukan oleh kaum Syiah,
Tanggapan ini muncul dari mereka yang tidak dapat mengelola
rasa kebencian terhadap Syiah Rafidhoh sehingga mereka tidak dapat
membedakan antara kaum Syiah Rafidhoh dengan kaum Alawiyin , kaum ahlul bait keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Kebencian mereka menyebabka n mereka tidak mau mengenali para ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam. Bagaimana dapat mencintai ahlul bait kalau tidak mengenali mereka padahal ketika bersholawa t tentu masih mengucapka n ‘wa ala ali Muhammad”. Dapat disimpulka n kecintaan mereka terhadap ahlul bait hanya sebatas lisan saja.
Imam Syafi’i ~rahimahul lah bersyair, “Wahai Ahlul-Bait Rasulallah , mencintai kalian adalah kewajiban dari Allah diturunkan dalam al-Quran cukuplah bukti betapa tinggi martabat kalian tiada sholat tanpa shalawat bagi kalian.”
Syair Beliau yang lain “Jika sekiranya disebabkan kecintaan kepada keluarga Rasulallah shallallah u alaihi wasallam maka aku dituduh Rafidhi (Syi’ah). Maka saksikanla h jin dan manusia, bahwa sesungguhn ya aku adalah Rafidhi.”
Maksud perkataan Imam Syafi’i ~rahimahul lah , jika mencintai keturunan cucu Rasulullah disebut Rafidhi maka beliau rela disebut Rafidhi walaupun kita paham bahwa pemahaman syiah rafidhi telah menyelisih i pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Padahal dari para ulama yang sholeh dari kalangan Ahlul Bait (keturunan cucu Rasulullah ) kita bisa mendapatka n apa yang disampaika n oleh Imam Sayyidina Ali ra yang merupakan pamungkas atau penyempurn a dari ilmu-ilmu yang disampaika n
oleh Khulafaur Rasyidin lainnya yakni bagaimana mencapai muslim yang
terbaik yakni muslim yang ihsan, muslim yang berakhlaku l karimah, muslim yang bermakrifa t, menyaksika n Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Muslim yang menyaksika n Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranN ya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukka n sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-aka n pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksika n-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”
Berikut adalah kutipan nasehat Imam Sayyidina Ali ra kepada puteranya
***** awal kutipan *****
Pada mulanya aku hanya ingin mengajarim u Kitab Suci, secara mendalam, mengerti seluk-belu k (tafsir dan takwil)nya , membekalim u dengan pengetahua n yang lengkap tentang perintah dan larangan-N ya (hukum-huk um dan syariat-Ny a) serta halal dan haramnya. Kemudian aku khawatir engkau dibingungk an oleh hal-hal yang diperselis ihkan di antara manusia, akibat perbedaaan pandangan di antara mereka dan diperburuk oleh cara berpikir yang kacau, cara hidup yang penuh dosa, egoisme dan kecenderun gan hawa nafsu mereka, sebagaiman a membingung kan mereka yang berselisih itu sendiri.
Oleh karena itu, kutuliskan , dalam nasihatku ini,prinsi p-prinsip dasar dari keutamaan, kemuliaan, kesalehan, kebenaran dan keadilan. Mungkin berat terasa olehmu, tetapi lebih baik membekali engkau dengan pengetahua n ini daripada membiarkan mu tanpa pertahanan berhadapan dengan dunia yang penuh dengan bahaya kehancuran dan kebinasaan . Karena engkau adalah pemuda yang saleh dan bertaqwa, aku yakin engkau akan mendapatka n bimbingan dan pertolonga n Ilahi (taufik dan hidayah-Ny a) dalam mencapai tujuanmu. Aku ingin engkau berjanji pada dirimu untuk bersungguh -sungguh mengikuti nasihatku ini.
Ketahuilah wahai putraku, bahwa sebaik-bai knya wasiat adalah taqwa kepada Allah, bersunguh- sungguh menjalanka n tugas yang diwajibkan -Nya atasmu, dan mengikuti jejak langkah ayah-ayahm u yang terdahulu (sampai Rasullulla h) dan orang-oran g yang saleh dari keluargamu . Bahwasanya mereka senantiasa memperhati kan dengan teliti pikiran dan perbuatan mereka sebagaiman a engkaupun harus berbuat. Apabila jiwamu menolak untuk menerima hal-hal tersebut dan bertahan untuk mengetahui sendiri sebagaiman a mereka mengetahui (mengalami apa yang mereka alami), maka engkaupun bebas untuk mencapai kesimpulan -kesimpula nmu, tetapi hendaknya usahamu itu disertai dengan pengkajian dan pemahaman yang teliti.
***** akhir kutipan *****
Jelas disampaika n dalam nasehat Imam Sayyidina Ali ra bahwa kita sebaiknya “mengikuti jejak langkah ayah-ayahm u yang terdahulu (sampai Rasullulla h) dan orang-oran g yang saleh dari keluargamu” artinya menelusuri apa yang disampaika n oleh ulama-ulam a yang sholeh dari kalangan ahlul bait sampai kepada lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam. Jangan pernah berhenti pada akal pikiran ulama-ulam a seperti ulama Muhammad bin Abdul Wahhab, Ibnu Taimiyyah atau bahkan ulama seperti Al Albani yang telah dinyatakan oleh salah satu ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah mengatakan dalam tulisannya tentang Al Albani pada http:// majelisrasu lullah.org / index.php?o ption=com_ simpleboar d&Itemid=3 4&func=vie w&id=22475 &catid=9 bahwa beliau sebenarnya tak suka bicara mengenai ini (menyampai kannya), namun beliau memilih mengungkap nya ketimbang hancurnya ummat.
Begitupula ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam mencontohk an bertawassu l dengan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam seperti
Sayyid Ishaq ibn Ja’far as Shadiq ibn Muhammad al Baqir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali karramalla hu
wajhah ketika beliau berupaya melamar Sayyidah Nafisah putri al Hasan
al Anwar ibn Zaid al Ablaj ibn al Hasan ibn Ali karramalla hu wajhah
Sayyid Ishaq ibn Ja’far pergi ke Masjid Nabawy dan melakukan shalat. Setelah itu ia masuk ke dalam ruang makam Rasulullah dan berdiri di samping makam seraya berkata:
“Semoga rahmat dan keselamata n selalu tercurah kepadamu wahai Rasulullah , wahai Penghulu para rasul, Penutup para nabi, dan kekasih Tuhan semesta alam.aku datang untuk memberitah ukan engkau keadaanku, aku limpahkan hajatku kepadamu supaya engkau membantuku , kepadamula h manusia mengadukan hajat mereka dan meminta bantuan pertolonga n, aku telah melamar Nafisah kepada ayahnya tetapi ia menolakku“. kemudian Ia mengucapka n salam dan pergi dari makam Rasulullah .
Keesokan harinya Sayyid Ishaq ibn Ja’far dikagetkan dengan berita bahwa ia di panggil oleh Sayyid Hasan al Anwar ayah dari Sayyidah Nafisah dan ketika ia menemuinya Sayyid Hasan al Anwar berkata: “Tadi malam aku mimpi bertemu dengan kakekku Rasulullah dengan rupa yang sangat menawan, beliau mengucapka n salam kepadaku seraya berkata: “Wahai Hasan nikahkanla h putrimu Nafisah dengan Ishaq al Mu’tamin!”.
Kemudian dilangsung kanlah pernikahan mereka pada hari Jumat tanggal 1 Rajab 161 H.
Sayyid Ishaq ibn Ja’far terkenal keagungann ya, sifat wara’, banyak orang yang meriwayatk an hadist dan atsar darinya karena beliau juga terkenal sebagai muhaddist yang berkompete n.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830