Oleh Masaji
Antoro
قال
صلى اللَّهُ عليه وسلم من صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا من شَوَّالٍ كان
كَصِيَامِ الدَّهْرِ رَوَاهُ مُسْلِمٌ ) فيه دلالة صريحة لمذهب الشافعى وأحمد وداود
وموافقيهم في استحباب صوم هذه الستة وقال مالك وأبو حنيفة يكره ذلك قال مالك في
الموطأ ما رأيت أحدا من اهل العلم يصومها قالوا فيكره لئلا يظن وجوبه ودليل الشافعى
وموافقيه هذا الحديث الصحيح الصريح واذا ثبتت السنة لا تترك لترك بعض الناس أو
أكثرهم أو كلهم لها وقولهم قد يظن وجوبها ينتقض بصوم عرفة وعاشوراء وغيرهما من
الصوم المندوب قال أصحابنا والأفضل أن تصام الستة متوالية عقب يوم الفطر فان فرقها
أو أخرها عن أوائل شوال إلى اواخره حصلت فضيلة المتابعة لأنه يصدق أنه أتبعه ستا من
شوال قال العلماء وانما كان ذلك كصيام الدهر لان الحسنة بعشر امثالها فرمضان بعشرة
أشهر والستة بشهرين وقد جاء هذا في حديث مرفوع في كتاب النسائي وقوله صلى الله عليه
و سلم ( ستا من شوال ) صحيح ولو قال ستة بالهاء جاز أيضا قال أهل اللغة يقال صمنا
خمسا وستا )
Nabi shallallaahu 'alaihi
wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu
menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti
ia berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim).
Dalil ini yang dibuat
pijakan kuat madzhab syafi’i, Ahmad Bin Hanbal dan Abu Daud tentang kesunahan
menjalankan puasa 6 hari dibulan syawal, sedang Abu Hanifah memakruhkan
menjalaninya dengan argument agar tidak memberi prasangka akan wajibnya puasa
tersebut.
Para pengikut kalangan
Syafi’i menilai yang lebih utama menjalaninya berurutan secara terus-menerus
(mulai hari kedua syawal) namun andaikan dilakukan dengan dipisah-pisah atau
dilakukan diakhir bulan syawal pun juga masih mendapatkan keutamaan sebagaimana
hadits diatas.
Ulama berkata “alasan
menyamainya puasa setahun penuh berdasarkan bahwa satu kebaikan menyamai sepuluh
kebaikan, dengan demikian bulan ramadhan menyamai sepuluh bulan lain (1 bulan x
10 = 10 bulan) dan 6 hari di bulan syawal menyamai dua bulan lainnya ( 6 x 10 =
60 = 2 bulan). [ Syarh nawaawi ‘ala Muslim VIII/56 ].
PUASA
SYAWAL Bersamaan QADHA PUASA
Diperbolehkan menggabung
niat puasa 6 hari bulan syawal dengan qadha ramadhan menurut Imam Romli dan
keduanya mendapatkan pahala. Sedangkan menurut Abu Makhromah tidak mendapatkan
pahala keduanya bahkan tidak sah.
قال
شيخنا كشيخه والذي يتجه أن القصد وجود صوم فيها فهي كالتحية فإن نوى التطوع أيضا
حصلا وإلا سقط عنه الطلب
(
وقوله كالتحية ) أي فإنها تحصل بفرض أو نفل غيرها لأن القصد شغل البقعة بالطاعة وقد
وجدت ( قوله فإن نوى التطوع أيضا ) أي كما أنه نوى الفرض ( وقوله حصلا ) أي التطوع
والفرض أي ثوابهما ( قوله وإلا ) أي وإن لم ينو التطوع بل نوى الفرض فقط ( وقوله
سقط عنه الطلب ) أي بالتطوع لاندراجه في الفرض
“Berkata Guru kami seperti
guru beliau : Pendapat yang memiliki wajah penyengajaan dalam niat (dalam
masalah ini) adalah adanya puasa didalamnya maka sama seperti shalat tahiyyat
masjid bila diniati kesunahan kedua-duanya juga mendapatkan pahala bila tidak
diniati maka gugur tuntutannya”.
(Keterangan seperti shalat
tahiyyat masjid) artinya shalat tahiyyah bisa berhasil ia dapatkan saat ia
menjalani kewajiaban shalat fardhu atau sunah lainnya karena tujuan niat (dalam
shalat tahiyyah masjid) adalah terdapatnya aktifitas ibadah di masjid dan ini
sudah terjadi.
(Keterangan diniati
kesunahan) sama halnya saat ia niati ibadah fardhu
(Keterangan kedua-duanya
juga mendapatkan) artinya mendapatkan pahala puasa sunah dan puasa
fardhu
(Keterangan bila tidak ia
niati) artinya ia tidak niat puasa sunah tapi hanya niat puasa fardhu
saja
(Keterangan maka gugur
tuntutannya) artinya tuntutan puasa sunnahnya karena telah tercakup dalam puasa
fardhu. [ I’aanah at-Thoolibiin II/271 ].
(مسألة:
ك): ظاهر حديث: «وأتبعه ستاً من شوّال» وغيره من الأحاديث عدم حصول الست إذا نواها
مع قضاء رمضان، لكن صرح ابن حجر بحصول أصل الثواب لإكماله إذا نواها كغيرها من عرفة
وعاشوراء، بل رجح (م ر) حصول أصل ثواب سائر التطوعات مع الفرض وإن لم ينوها، ما لم
يصرفه عنها صارف، كأن قضى رمضان في شوّال، وقصد قضاء الست من ذي القعدة، ويسنّ صوم
الست وإن أفطر رمضان اهـ. قلت: واعتمد أبو مخرمة تبعاً للسمهودي عدم حصول واحد
منهما إذا نواهما معاً، كما لو نوى الظهر وسنتها، بل رجح أبو مخرمة عدم صحة صوم
الست لمن عليه قضاء رمضان مطلقاً.
Nabi shallallaahu 'alaihi
wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu
menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti
ia berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim).
Bila melihat zhahirnya
hadits seolah memberi pengertian tidak terjadinya kesunahan 6 hari bulan syawal
saat ia niati bersamaan dengan qadha ramadhan namun Ibn Hajar menjelaskan
mendapatkan kesunahan dan pahalanya bila ia niati sama seperti puasa-puasa sunah
lainnya seperti puasa hari arafah dan asyura bahkan Imam Romli mengunggulkan
pendapat terjadinya pahala ibadah-ibadah sunah lainnya yang dilakukan bersamaan
ibadah fardhu meskipun tidak ia niati selama tidak terbelokkan arah ibadahnya
seperti ia niat puasa qadha ramadhan dibulan syawal dan ia niati sekalian puasa
qadha 6 hari dibulan dzil hijjah (maka tidak ia dapati kesunahan puasa
syawalnya).
Disunahkan menjalankan
puasa 6 hari dibulan syawal meskipun ia memiliki tanggungan qadha karena ia
menjalani berbuka puasa dibulan ramadhannya. Abu Makhromah dengan mengikuti
pendapat al-Mashudi berkeyakinan tidak dapatnya pahala keduanya bila ia niati
keduanya bersamaan seperti saat ia niat shalat dhuhur dan shalat sunah dhuhur
bahkan Abu Makhromah menyatakan tidak sahnya puasa 6 hari bulan syawal bagi yang
memiliki tanggungan Qadha puasa ramadhan secara muthlak. [ Bughyah
al-Mustarsyidiin Hal. 113-114 ].
QADHA
PUASA Karena RAGU-RAGU
Diharamkan menjalankan
puasa dengan niat QADHA dengan alasan karena ihtiyaath (hati-hati) selama ia
yakin atau memiliki sangkaan kuat tidak memiliki tanggungan mengqadha puasa
ramadhan dan boleh menjalaninya bila ia ragu-ragu .
فمن
تيقن او ظن عدم وجوب قضاء رمضان عليه فيحرم عليه نية القضاء للتلاعب ومن شك فله نية
القضاء ان كان عليه والا فالتطوع
Barangsiapa yakin atau
memiliki sangkaan kuat tidak memiliki kewajiban mengqadha puasa ramadhan maka
haram baginya puasa dengan diniati qadha karena sama halnya dngan mempermainkan
ibadah namun barangsiapa ragu-ragu diperbolehkan dengan niat puasa qadha bila
memiliki tanggungan qadha dan puasa sunnah bila tidak memiliki tanggungan. [
Ahkaam al-Fuqahaa II/29 ].
وَيُؤْخَذُ
من مَسْأَلَةِ الْوُضُوءِ هذه أَنَّهُ لو شَكَّ أَنَّ عليه قَضَاءً مَثَلًا
فَنَوَاهُ إنْ كان وَإِلَّا فَتَطَوُّعٌ صَحَّتْ نِيَّتُهُ أَيْضًا وَحَصَلَ له
الْقَضَاءُ بِتَقْدِيرِ وُجُودِهِ بَلْ وَإِنْ بَانَ أَنَّهُ عليه وَإِلَّا حَصَلَ
له التَّطَوُّعُ
Dapat diambil kesimpulan
dari masalah wudhu ini, sesungghnya bila seseorang ragu-ragu atas kewajiban
mengqadha baginya kemudian puasa dengan niat mengqadhainya bila ada tanggungan
dan niat puasa sunnah bila tidak memiliki tanggungan maka juga sah niatnya dan
qadha puasanya juga terjadi bila memang tanggungan tersebut diperkirakan
terdapat padanya bahkan andai telah nyata sekalipun baginya namun bila ia tidak
memiliki tanggungan, puasanya menjadi puasa sunnah. [ Fataawy al-Fqhiyyah
al-Kubraa II/90 ]. Wallaahu A'lamu Bis Showaab.