Kenapa melakukan perkara baru (bid’ah) atau melakukan perkara yang tidak pernah disampaika n, dicontohka n, dilakukan oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam berakibat bertempat di neraka ?
Apakah bersalaman setelah salam ketika sholat berjama’ah akan berakibat bertempat di neraka karena Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menurut kabar tidak pernah melakukann ya ?
Bersalaman setelah salam ketika sholat berjama’ah , perbuatan yang tidak bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah, hukumnya bid’ah mubah atau boleh. Pada hakikatnya bersalaman adalah perwujudan dari ucapan salam.
Imam Mazhab, Imam Syafi’i ~rahimahul lah, pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) yang bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh menyampaik an
قاَلَ الشّاَفِعِ ي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ماَ أَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتاَباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعاً أَوْ أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضاَلَةُ ، وَماَ أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخاَلِفُ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُوْ دَةُ -(حاشية إعانة 313 ص 1الطالبين -ج )
Artinya ; Imam Syafi’i ra berkata –Segala hal yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah ) dan menyalahi (bertentan gan dengan) pedoman Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataa n sahabat) adalah bid’ah yang sesat (bid’ah dholalah). Dan segala kebaikan yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah ) dan tidak menyalahi (tidak bertentang an
dengan) pedoman tersebut maka ia adalah bid’ah yang terpuji (bid’ah
mahmudah atau bid’ah hasanah), bernilai pahala. (Hasyiah Ianathuth- Thalibin –Juz 1 hal. 313).
Imam An Nawawi menyatakan dalam Al Majmu’ (3/459), ”Adapun bersalaman yang dibiasakan setelah shalat shubuh dan ashar saja telah menyebut As Syeikh Al Imam Abu Muhammad bin Abdis Salam rahimahull ah Ta’ala, ’Sesungguh nya hal itu bagian dari bid’ah-bid ’ah mubah, tidak bisa disifati dengan makruh dan tidak juga istihbab (sunnah).’ Dan yang beliau katakan ini baik.”
Ba Alawi mufti As Syafi’iyah Yaman, dalam kumpulan fatwa beliau Bughyah Al Mustrasyid in (hal. 50) juga menyebutka n pula bahwa "Imam Izzuddin memandang masalah ini sebagai bid’ah mubah sebagaiman a pemahaman Imam An Nawawi,”Be rjabat
tangan yang biasa dilakukan setelah shalat shubuh dan ashar tidak
memiliki asal baginya dan telah menyebut Ibnu Abdissalam bahwa hal itu merupakan bid’ah-bid ’ah mubah.”
As Safarini seorang ulama madzhab Hanbali, beliau memahami bahwa Imam Izzuddin menyatakan masalah ini sebagai bi’dah mubah. Tertulis dalam Ghidza Al Albab (1/ 235), dalam rangka mengomentari pernyataan Ibnu Taimiyah yang menyebutka n bahwa berjabat tangan di dua waktu tersebut adalah bid’ah yang tidak dilakukan oleh Rasul dan tidak disunnahka n oleh seorang ulama sekalipun, ”Aku berkata, dan yang dhahir (jelas) dari pernyataan Ibnu Abdissalam dari As Syafi’iyah bahwa sesungguhn ya hal itu adalah bid’ah mubah”
Bid’ah yang akan berakibat bertempat di neraka adalah bid’ah yang menyekutuk an Allah sehingga yang melakukan tidak diterima taubatnya
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَ ةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhn ya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahi hah No. 1620]
Bid’ah yang akan berakibat bertempat di neraka karena menyekutuk an Allah adalah.
1. Mengada ada dalam perkara larangan dan pengharama n (perbuatan yang jika dilanggar / dikerjakan berdosa)
2. Mengada ada dalam perkara kewajiban (perbuatan yang jika ditinggalk an berdosa)
3. Perkara baru yang bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah. Segala perbuatan yang bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah berdosa.
Point 1 dan 2 adalah yang dimaksud dengan bid'ah dalam urusan
agama atau bid'ah dalam urusan kami , urusan Allah ta'ala menetapkan nya.
Telah menceritak an kepada kami Ya’qub telah menceritak an kepada kami Ibrahim bin Sa’ad dari bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari ‘Aisyah radliallah u ‘anha berkata; Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahny a maka perkara itu tertolak“. Diriwayatk an pula oleh ‘Abdullah bin Ja’far Al Makhramiy dan ‘Abdul Wahid bin Abu ‘Aun dari Sa’ad bin Ibrahim (HR Bukhari 2499)
Intinya segala perkara yang berhubunga n dengan dosa hanya ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla
Jadi jika ada yang secara serampanga n menetapkan atau berfatwa ini dosa, itu dosa dengan akal pikirannya sendiri tanpa dalil dari Al Qur’an dan Hadits maka dia telah menyekutuk an Allah dengan akal pikirannya sendiri.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Katakanlah ! Tuhanku hanya mengharamk an hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadany a dan apa yang tersembuny i dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutuk an Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui .” (QS al-A’raf: 32-33)
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah?”
Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalk an sesuatu bagi mereka, mereka menganggap nya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamk an bagi mereka sesuatu, mereka mengharamk annya“
Pada riwayat yang lain disebutkan , Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalk an sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutin ya. Yang demikian itulah penyembaha nnya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Hai orang-oran g
yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhn ya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-se but oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-ad akan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhn ya orang-oran g yang mengada-ad akan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116].
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hamb aKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokka n mereka dari agamanya, dan mengharamk an atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaru hi supaya mereka mau menyekutuk an Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim).
Tulisan kali ini bertujuan untuk menjelaska n bagaimana mereka telah menjadi korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi
Kaum Zionis Yahudi mengulang kembali apa yang mereka lakukan kepada kaum Nasrani, menjadikan para Rahib, Pendeta atau ulama mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah
Mereka menetapkan perkara larangan yang tidak pernah disampaika n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Mereka menetapkan perkara larangan berdasarka n akal pikiran mereka sendiri bahwa setiap perbuatan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam adalah dosa
Mereka menetapkan perkara larangan tidak berdasarka n Al Qur'an dan As Sunnah seperti menggunaka n perkataan yang merupakan hasutan dari kaum Zionis Yahudi yakni "“LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” , “Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukann ya”
Perkataan tersebut adalah perkara baru (bid’ah) karena bukan firman Allah Azza wa Jalla dan bukan pula perkataan Rasulullah , bukan perkataan para Sahabat atau Salaf yang Sholeh lainnya
Dari susunan kata “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” tak ada satupun yang dapat diartikan sebagai “para Sahabat”
Ada perkataan yang mirip dengan itu adalah pada firman Allah ta’ala, waqaala alladziina kafaruu lilladziin a aamanuu law kaana khayran maa sabaquunaa ilayhi wa-idz lam yahtaduu bihi fasayaquul uuna haadzaa ifkun qadiimun
Dan orang-oran g kafir berkata kepada orang-oran g yang beriman: “Kalau sekiranya di (Al-Qur’an ) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: “Ini adalah dusta yang lama”. (QS al Ahqaaf [46]:11 ).
Maksud ayat ini ialah bahwa orang-oran g kafir itu mengejek orang-oran g Islam dengan mengatakan : Kalau sekiranya Al-Qur’an ini benar tentu kami lebih dahulu beriman kepadanya daripada mereka orang-oran g miskin dan lemah itu seperti Bilal, ‘Ammar, Suhaib, Habbab radhiyalla hu anhum dan sebagainya . Jelas perkataan tersebut adalah perkataan orang-oran g kafir.
Ulasan terhadap perkataan bid’ah yang menyesatka n tersebut telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/01/16/ bukan-perka taan-salaf /
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830