PERTANYAAN
:
Assalamu'alaykum. Mumpung
ingat,, mau bertanya tentang MURTAD, MURTAD itu yang jelas keluar dari agama
islam kan ? Bagaimana kalau dalam keadaan terpaksa terus murtad ? [Aisyah
Nur An Najm].
JAWABAN
:
Wa'alalikumussalaam. Bila
keadaan ‘tepaksanya’ memenuhi syarat dan hatinya tidak rela dengan kekufuran
saat mengucapkan kalimah kufur tersebut maka dia tidak menjadi
MURTAD.
ويباح
بِهِ تَرْكُ الْفَرِيضَةِ كَالْإِفْطَارِ في رَمَضَانَ على الْقَوْلِ بِإِبْطَالِ
الصَّوْمِ بِهِ ويباح بِهِ كَلِمَةُ الْكُفْرِ أَيْ التَّكَلُّمُ بها وَالْقَلْبُ
مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى إلَّا من أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ
مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَالِامْتِنَاعُ من التَّكَلُّمِ بها أَفْضَلُ وَإِنْ
قُتِلَ مُصَابَرَةً وَثَبَاتًا على الدِّينِ كما يُعَرِّضُ النَّفْسَ
لِلْقَتْلِ
Diperbolehkan sebab dalam
kondisi dipaksa meninggalkan kewajiban seperti berbuka puasa saat Bulan Ramadhan
menurut pendapat yang melegalkannya, Dan diperbolehkan juga sebab dalam kondisi
dipaksa mengucapkan kalimat yang berakibat kekufuran asalkan hatinya tetap
konsisten dengan keimanan berdasarkan firman Allah : “Kecuali orang yang dipaksa
kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)” (QS.
16:106). Hanya saja menjaga diri untuk tidak berkata yang demikian lebih utama
meskipun ia terbunuh sebagai bentuk kesabaran dan keteguhan pada agama seperti
saat jiwa diancam akan dibunuh. [ Asnaa al-Mathaalib IV/9 ].
قوله
( والمكره ) فإن رضي بقلبه فمرتد س ل
قال
تعالى { إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان } وكذا إن أطلق بأن تجرد قلبه عن الإيمان
والكفر فيما يتجه ترجيحه لإطلاق قولهم المكره لا تلزمه التورية شرح م ر
وحج
وقوله
وكذا إن أطلق أي كالمطمئن قلبه بالإيمان في أنه لا يكفر لأن استحضار الإيمان لا يجب
دائما كالنائم والغافل
(Keterangan dan orang yang
dipaksa) bila hatinya rela maka ia menjadimurtad, Allah berfirman “Kecuali orang
yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa)” (QS. 16:106)
Begitu juga saat dalam
hatinya memuthlakkan dalam arti tidak terisi iman dan kufur dalam hatinya saat
dipaksa, maka menurut pendapat yang bisa diunggulkan tidak mengakibatkannya
menjadi murtad karena orang yang dipaksa tidak wajib melahirkan sesuatu diluar
yang ia kehendaki dan karena menghadirkan iman tidak selamanya dihadirkan dalam
hati sebagaimana orang yang tidur atau orang lalai. [ Hasyiyah al-Bujairomi
IV/207 ].
والخلاصة:
اتفق الشافعية والحنابلة على شروط ثلاثة للإكراه هي:
أولاً
ـ قدرة المكره على تحقيق ما هدد به بسلطان أو تغلب كاللص ونحوه.
وثانياً
ـ عجز المستكره عن دفع الإكراه بهرب أو غيره، وأن يغلب على ظنه نزول الوعيد به إن
لم يجبه إلى ماطلبه.
وثالثاً
ـ أن يكون مما يستضر به ضرراً كثيراً كالقتل والضرب الشديد، والقيد والحبس
الطويلين، وإتلاف مال ونحوه. أما الشتم أو السب فليس بإكراه.
واشترط
الشافعية أيضاً أن يكون الإكراه بغير حق.
RINGKASAN
Kalangan Syafi’iyyah dan
Hanabilah sepakat untuk dapatnya dikatakan ‘terpaksa’ harus memenuhi beberapa
syarat :
1.Kemampuan pihak pemaksa
untuk mewujudkan ancamannya sebab ia penguasa atau punya kemampuan mengalahkan
seperti perampok dan sejenisnya
2.Ketidakberdayaan pihak yang
dipaksa untuk melawannya dengan melarikan diri atau lainnya dan ia percaya akan
menerima segala bentuk ancamannya bila tidak memenuhi tuntutan pihak
pemaksa
3.Jenis ancaman berupa
sesuatu yang membuat pihak yang dipaksa mengalami bahaya yang sangat berat
seperti pembunuhan, pemukulan kasar, diikat, disekap, dirusak hartanya dan
sejenisnya, sedangkan ancaman berupa umpatan, cacian maka tidak tergolong
ancaman.
4.Kalangan Syafi’iyyah
menambahkan dari syarat diatas “Paksaannya bukan terhadap perkata hak”. [
Al-Fiqh al-Islaam VI/528 ].
Wallaahu A'lamu Bis
Showaab. [Masaji
Antoro].