Dalam tulisan sebelumnya pada
http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/18/ mengaku-men gikuti-sal af/ telah disampaika n bahwa mereka mengaku-ak u mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun pada
kenyataann ya mereka tidak lebih
dari mengikuti pemahaman ulama-ulam a seperti ulama Ibnu Taimiyyah, ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah (pengikut Ibnu
Taimiyyah) , ulama Muhammad bin
Abdul Wahhab (pengikut Ibnu Taimiyyah) , atau bahkan mengikuti pemahaman ulama Al Albani
(pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab).
Oleh karena mereka tidak mengikuti pemahaman pemimpin ijtihad kaum
muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat sehingga merekapun
pada akhirnya berselisih
walaupun pada hakikatnya mereka
mengikuti pemahaman ulama induk yang sama yakni ulama Ibnu
Taimiyyah
sebagaiman a diuraikan dalam tulisan
pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/20/ timbulnya-p erselisiha n/
Salah satu ulama panutan mereka, ulama Al Albani (pengikut ulama
Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengikuti pemahaman ulama Ibnu
Taimiyyah) menuliskan
انصح لكل من وقف على هذا الكتاب و غيره, ان لا يبادر الى العمل بما فيه من
الاحاديث الا بعد التأكد من ثبوتها, وقد سهلنا له السبيل الى ذلك بما علقناه عليها,
فما كان ثابتا منها عمل به وعض عليه النواجذ, والا تركه
"Aku nasihatkan
kepada setiap orang yang membaca buku ini atau buku yang lainnya, untuk tidak
cepat-cepa t
mengamalka n
hadits-had its yang tercantum di
dalam buku-buku tersebut, kecuali setelah benar-bena r menelitiny a. Aku telah memudahkan jalan tersebut dengan komentar-k omentar yang aku berikan atas hadits tersebut,
apabila hal tersebut (komentar dariku) ada, maka barulah ia
mengamalka n hadits tersebut dan
menggigit gerahamnya . Jika tidak
ada (komentar dariku), maka tinggalkan lah hadits tersebut." (Shahih al-Kalim
ath-Thayyi b li ibn
Taimiyyah, h.16)
Sedangkan ulama-ulam a
bermazhab menyampaik an
pendapatny a tentang ulama Al Albani
antara lain
“Al-Albani tidak dapat dipertangg ungjawabka n dalam menetapkan nilai suatu hadis, baik shahih ataupun
dhaif. la telah mengubah hadis-hadi s dengan sesuatu yang tidak boleh menurut ulama
hadis…” (Al-Muhadd its
Prof. Dr. Abdullah al-Ghimari ,
Guru Besar llmu Hadis di universita s-univesit as Maroko).
“Di kalangan salafi (wahabi), lelaki satu ini dianggap muhaddis
paling ulung di zamannya. Itu klaim mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung
menyetarak annya dengan para imam
hadis terdahulu.
Fantastis. Mereka gencar
mempromosi kannya lewat berbagai
media. Dan usaha mereka bisa dikata berhasil. Kalangan muslim banyak yang
tertipu dengan hadis-hadi s
edaran mereka yang di akhirnya terdapat kutipan, “disahihka n oleh Albani, ”. Para salafi itu seolah
memaksakan kesan bahwa dengan kalimat
itu Al-Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah dan
lainnya.“
Selengkapn ya pendapat
ulama-ulam a lainnya tentang ulama Al
Albani diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/13/ 2011/09/07/ pendapat-ul ama/
Ulama Al Albani adalah contoh ulama yang dikenal memahami Al Qur’an dan
As Sunnah lebih bersandark an
kepada belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri.
Para ulama telah menyampaik an bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah
dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri,
kemungkina n besar akan berakibat
negative seperti,
1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang
kehilangan ruhnya atau aspek
bathin
2. Tasybihill ah
Bikholqihi ,
penyerupaa n Allah dengan makhluq
Nya
Akibat tasybihill ah
bikholqihi ,
penyerupaa n Allah dengan makhluk Nya
telah diuraikan dalam tulisan pada
Jangan sampaikan terjemahan nya saja
Makna istiwa yang pantas bagiNya
Tidak ada perumpamaa n
bagiNya
Mustahil dibatasi atau berbatas dengan Arsy
Sedangkan tulisan kali ini menguraika n akibat negative berupa ibadah fasidah (ibadah
yang rusak) , ibadah yang kehilangan ruhnya atau aspek bathin.
Dicontohka n dengan bagaimana
pengingkar an ulama Al Albani
terhadap hadits tentang sholat yang kehilangan ruhnya. Hadits yang diingkarin ya salah satunya adalah
Rasulullah bersabda,
“Barangsiap a yang shalatnya
tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari
Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayat kan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025,
11/46)
Pendapat ulama Al Albani , contohnya termuat pada http:// almanhaj.or .id/ content/ 2324/slash/ 0
“matan (redaksi) hadits ini tidak sah, sebab zhahirnya mencakup
orang yang melakukan shalat lengkap dengan syarat dan
rukun-ruku nnya. Yang mana
syari’at ini menghukumi nya sah.
Meskipun orang yang melakukan shalat tersebut terus menerus melakukan beberapa
maksiat, maka bagaimana mungkin hanya karena itu, shalatnya tidak akan menambah
kecuali jarak yang semakin jauh. Hal ini tidak masuk akal dan tidak disetujui
oleh syari’at ini”
Kami garis bawahi
"meskipun orang yang melakukan shalat tersebut terus menerus melakukan
beberapa maksiat, maka bagaimana mungkin hanya karena itu, shalatnya tidak akan
menambah kecuali jarak yang semakin jauh"
Dengan kata lain ulama Al Albani berkeyakin an bahwa orang terus menerus melakukan beberapa
maksiat, tidak apa-apa, asalkan melakukan shalat lengkap dengan syarat dan
rukun-ruku nnya
Padahal orang yang sholat namun masih terus menerus melakukan beberapa
maksiat menandakan sholatnya lalai
Firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya
`…. maka celakalah orang-oran g yang sholat, (yaitu) orang-oran g yang lalai dalam sholatnya, dan orang-oran g yang berbuat riya” (QS Al-Ma’un 107: 4-6)
“… dan janganlah kamu termasuk orang-oran g yang lalai“(QS Al A’raaf 7: 205)
“Sesungguh nya shalat mencegah
dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45).
Dan barangsiap a tidak
khusyuk dalam sholatnya dan pengawasan Allah tidak tertanam dalam jiwanya atau qalbunya,
maka ia telah bermaksiat dan
berhak mendapatka n siksa Allah
ta’ala.
Segelintir kaum muslim,
ibadah sholat mereka sekedar upacara keagamaan (ritual) atau
gerakan-ge rakan yang bersifat
mekanis (amal) yang sesuai syarat dan rukun-ruku nnya (ilmu), sebagaiman a robot sesuai programnya .
Rasulullah
shallallah u ‘alaihi wasallam
bersabda: “Sesungguh nya Allah tidak
melihat kepada rupa kalian, tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR
Muslim)
Tidaklah mereka mencapai sholat yang dikatakan oleh
Rasulullah
shallallah u alaihi wasallam
bahwa “Ash-shala tul Mi’rajul
Mu’minin“, “sholat itu adalah
mi’rajnya orang-oran g mukmin“.
yaitu naiknya jiwa meninggalk an ikatan
nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah
Rasulullah
shallallah u alaihi wasallam
bersabda: “Sesungguh nya kalian
apabila sholat maka sesungguhn ya
ia sedang bermunajat (bertemu)
dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana
bermunajat dengan Tuhan”
Allah berfirman yang artinya,
“Sesungguh nya
sembahyang (Sholat) itu memang
berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka yang yakin akan berjumpa
dengan Tuhan mereka, dan sesungguhn ya mereka akan kembali kepadaNya” . (QS. Al-Baqarah 2 : 45).
Sholat adalah saat-saat utama bertemu dengan Allah Azza wa Jalla, hal
ini dialami mereka yang telah berma'rifa t atau mereka yang telah mencapai muslim yang
Ihsan (muhsin/ muhsinin)
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ
فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut
(takhsya / khasyyah) kepada
Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak
melihat-Ny a maka
sesungguhn ya Dia
melihatmu. ’ (HR Muslim 11) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=2&ay atno=3&act ion=displa y&option=c om_muslim
Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa
Jalla
Kondiri terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan
hati (ain bashiroh)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang
sahabatnya bernama Zi’lib
Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana
saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda
melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan
manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Rasulullah bersabda
“Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaim u dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Muslim yang merasa/ meyakini diawasi Allah -Maha Agung sifatNya atau
mereka yang dapat melihat Rabb atau muslim yang Ihsan maka ia mencegah dirinya
dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , mencegah dirinya dari perbuatan maksiat,
mencegah dirinya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujud
dalam berakhlaku l karimah.
Inilah tujuan Rasulullah diutus oleh
Allah ta'ala
Rasulullah
menyampaik an yang maknanya
“Sesungguhn ya aku
diutus (Allah) untuk menyempurn akan
Akhlak.” (HR Ahmad).
Mereka yang telah mencapai muslim yang Ihsan atau muslim yang
berma'rifa t atau muslim yang
berakhlaku l kharimah atau
sholihin atau shiddiqin akan termasuk orang-oran g disisi Allah Azza wa Jalla. Mereka adalah para kekasih
Allah atau wali Allah
Tentang derajat/ tingkatan
para Wali Allah telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/05/ 2011/09/28/ maqom-wali- allah/
Manusia yang disisi Allah Azza wa Jalla hanylah 4 golongan yakni, para
Nabi (Rasululla h yang utama),
para Shiddiqin, para Syuhada dan
orang-oran g sholeh
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Tunjukilah kami jalan
yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-oran g yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….”
(QS Al Fatihah [1]:7 )
“Dan barangsiap a
yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu :
Nabi-nabi, para
shiddiiqii n, para syuhada, dan
orang-oran g saleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-bai knya
.” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Para Wali Allah, mereka saling mengenal sebagaiman a yang diuraikan dalam tulisan
sebelumnya pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/22/ saling-meng enal/
Kami mengetahui setiap
manusia tidak luput dari kesalahan walaupun para imam atau ulama pakar kecuali
Rasulallah
shallallah u alahi wasallam yang
maksum. Tujuan kami menyampaik an
kesalahpah aman ulama Al Albani
bukan untuk menjelekka n
(menyebarl uaskan aib) atau
melecehkan , apalagi
merendahka n seorang ulama Al
Albani namun kami lakukan semata-mat a karena Allah ta'ala agar
kesalahpah aman tersebut tidak
diikuti atau diyakini sebagai sebuah kebenaran. Pengingkar an hadits bukanlah kesalahan yang dapat ditolerir
apalagi dilakukan oleh ulama yang dikenal oleh mereka sebagai ahli hadits.
Tentu pula apa yang disampaika n oleh ulama Al Albani tidak
seluruhnya adalah
kesalahpah aman. Namun harus kita
ingat bahwa ulama Al Albani termasuk ulama yang tidak mau mengikuti
pemahaman/ pendapat pemimpin
ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab atau dengan kata
lain Beliau termasuk ulama yang tidak bermazhab. Hal ini disampaika n oleh pakar fiqih, ulama besar Syria, DR. Said
Ramadhan Al-Buthy setelah berdialog dengan ulama Al Albani. Dr. Said Ramadhan
Al-Buthy menyampaik annya dalam buku
berjudul Al-Laa Mazhabiyah , Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu
As-Syariah
Al-Islamiy ah. Kalau kita
terjemahka n secara bebas,
kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang
Menghancur kan Syariat Islam.
Sedikit penjelasan tetang buku
tersebut dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/01/18/ paham-anti- mazhab/
Jika kita ingin terhindar dari ibadah fasidah (ibadah yang rusak) ,
ibadah yang kehilangan ruhnya
atau aspek bathin maupun terhindar dari tasybihill ah bikholqihi , penyerupaa n Allah dengan makhluq Nya maka ikutilah
ulama-ulam a yang bermazhab
karena bermazhab adalah salah satu cara mempertaha nkan ketersambu ngan rantai sanad ilmu (sanad guru) sampai kepada
lisannya Rasulullah . Ulama yang
tidak bermazhab pada hakikatnya
telah memutus rantai sanad ilmu (sanad guru) , berhenti hanya sampai akal
pikiran mereka sendiri, dimana didalamnya ada unsur hawa nafsu atau
kepentinga n.
Sanad ilmu (sanad guru) sama pentingnya dengan sanad hadits
Sanad hadits mempertany akan atau menganalis a dari mana matan/ redaksi hadits tersebut diperoleh sampai kepada lisannya
Rasulullah
Sedangkan sanad ilmu (sanad guru) mempertany akan atau menganalis a dari mana penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah tersebut diperoleh sampai
kepada lisannya Rasulullah
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu
kebanggaan Islam dan umat.
Karena sanad inilah Al-Qur’an dan Sunah Nabawiyah terjaga dari distorsi ataupun
serangan ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilakukan kaum kafir dan munafik. Karena sanad
inilah warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah
bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa
saja yang diinginkan nya.”
(Diriwayat kan oleh Imam Muslim
dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47
no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla h mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang
yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami y , quddisa sirruh (Makna tafsir
QS.Al-Kahf i 60) ;
“Barangsiap a tidak memiliki
susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya
syetan” Tafsir Ruhul-Baya n
Juz 5 hal. 203
Tulisan kali ini kami akhiri dengan peringatan yang disampaika n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam dalam sabdanya yang artinya,
”Akan datang nanti suatu masa yang penuh dengan penipuan hingga pada
masa itu para pendusta dibenarkan , orang-oran g yang jujur didustakan ; para pengkhiana t dipercaya dan orang-oran g yan amanah dianggap khianat, serta
berceloteh nya para
‘Ruwaibidh oh’. Ada yang
bertanya: ‘Apa itu ‘Ruwaibidh oh’?
Beliau shallallah u alaihi
wasallam menjawab: ”Orang bodoh pandir yang
berkomenta r tentang perkara orang
banyak” (HR. Al-Hakim jilid 4 hal. 512 No. 8439 — ia
menyatakan bahwa hadits ini
shohih; HR. Ibn Majah jilid 2 hal. 1339 no. 4036; HR. Ahmad jilid 2 hal. 219,
338 No. 7899,8440; HR. Abi Ya’la
jilid 6 hal. 378 no. 3715; HR. Ath-Thabra ni jilid 18 hal. 67 No. 123; HR.
Al-Haitsam i jilid 7 hal. 284 dalam
Majma’ Zawa’id).
Langkah apa yang harus diambil bila telah terjadi penipuan atau fitnah telah
diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/12/ bila-terjad i-fitnah/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830