Setiap muslim tentulah mengimani bahwa “ar Rahmaanu 'alaa al'arsyi
istawaa” karena memang itu disebutkan dalam Al Qur’an pada surat Thaahaa [20] ayat : 5.
Imam Malik ra mengatakan
“al-Istiwa Ghair Majhul” maknanya istiwa telah jelas
penyebutan nya (dalam Al Qur’an).
Hal ini sama dengan dalil riwayat lain dari al-Lalika- i ra yang memperguna kan kata “al-Istiwa madzkur”, artinya
kata Istawa telah benar-bena r
disebutkan dalam
al-Qur’an.
Begitupula dalam tafsir
Al-Qurthub i
(Al-Jaami’
li-Ahkaami l-Qur’aan) , 7/219-220
ูุงู ู
ุงูู ุฑุญู
ู ุงููู: ุงูุงุณุชูุงุก ู
ุนููู
Yang artinya “Telah berkata Malik rahimahull ah : ‘Al-Istiwa a’ ma’luum” (telah diketahui
disebutkan dalam al Qur’an)
Namun jumhur ulama tidak sependapat bahwa maknanya adalah Allah Azza wa Jalla bertempat di
atas ‘Arsy karena mustahil Allah Azza wa Jalla dibatasi atau terbatas oleh
‘Arsy.
Ulama yang mengimani (beri’tiqo d) bahwa Allah Azza wa Jalla bertempat di atas
‘Arsy salah satunya adalah ulama Ibnu Taimiyyah, ulama yang dikenal memahami Al Qur’an dan As
Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri, tidak mengikuti pendapat
(hasil ijtihad) pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias tidak
mengikuti pendapat Imam Mazhab yang empat.
Ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah ber-talaqq i (mengaji) kepada ulama Ibnu
Taimiyyah, namun sayangnya
beliau ber-talaqq i kepada ulama
yang tidak bermazhab sehingga beliau pun mengimani (beri’tiqo d) bahwa Allah Azza wa Jalla bertempat di atas ‘Arsy
Begitu juga dengan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab memahami Al Qur'an
dan As Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab). Kitab utama yang
dipelajari nya adalah kitab karya
ulama Ibnu Taimiyyah.
Jumhur ulama telah menyampaik an bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah
dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri,
kemungkina n besar akan berakibat
negative seperti,
1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang
kehilangan ruhnya atau aspek
bathin
2. Tasybihill ah
Bikholqihi ,
penyerupaa n Allah dengan makhluq
Nya
Ulama Ibnu Taimiyyah pada awalnya bermazhab Imam Hambali namun pada
akhirnya memperturu tkan akal
pikirannya sendiri sehingga
pemahamann ya
menyelisih i para pemimpin ijtihad kaum
muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab.
Contohnya bantahan ulama yang menyatakan mereka semula bermazhab dalam tulisan pada http:// ashhabur-ro yi.blogspo t.com/ 2011/02/ upaya-menet ralkan-sun tikan-racu n.html
***** awal kutipan *****
ู
ุทูุจ ูู ุนููุฏุฉ ุงูุฅู
ุงู
ุฃุญู
ุฏ ุฑุถู ุงููู ุนูู ูุฃุฑุถุงู
ูุณุฆู ุฑุถู ุงููู ุนูู ูููุนูุง ุจู : ูู ุนูุงุฆุฏ ุงูุญูุงุจูุฉ ู
ุง ูุง ูุฎูู ุนูู ุดุฑูู ุนูู
ูู
،
ูู ุนููุฏุฉ ุงูุฅู
ุงู
ุฃุญู
ุฏ ุจู ุญูุจู ุฑุถู ุงููู ุนูู ูุนูุงุฆุฏูู
؟
Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al Haitami pernah ditanya tentang akidah mereka
yang semula para pengikut Mazhab Hambali, apakah akidah Imam Ahmad bin Hambal
seperti akidah mereka ?
Beliau menjawab:
ูุฃุฌุงุจ ุจูููู : ุนููุฏุฉ ุฅู
ุงู
ุงูุณูุฉ ุฃุญู
ุฏ ุจู ุญูู ุฑุถู ุงููู ุนูู ูุฃุฑุถุงู ูุฌุนู ุฌูุงู
ุงูู
ุนุงุฑู ู
ุชููุจู ูู
ุฃูุงู ูุฃูุงุถ ุนูููุง ูุนููู ู
ู ุณูุงุจุบ ุงู
ุชูุงูู ูุจูุฃู ุงููุฑุฏูุณ ุงูุฃุนูู ู
ู
ุฌูุงูู ู
ูุงููุฉ ูุนููุฏุฉ ุฃูู ุงูุณูุฉ ูุงูุฌู
ุงุนุฉ ู
ู ุงูู
ุจุงูุบุฉ ุงูุชุงู
ุฉ ูู ุชูุฒูู ุงููู ุชุนุงูู
ุนู
ุง ูููู ุงูุธุงูู
ูู ูุงูุฌุงุญุฏูู ุนููุง ูุจูุฑุง ู
ู ุงูุฌูุฉ ูุงูุฌุณู
ูุฉ ูุบูุฑูู
ุง ู
ู ุณุงุฆุฑ ุณู
ุงุช
ุงูููุต ، ุจู ูุนู ูู ูุตู ููุณ ููู ูู
ุงู ู
ุทูู ، ูู
ุง ุงุดุชูุฑ ุจู ุฌููุฉ ุงูู
ูุณูุจูู ุฅูู ูุฐุง
ุงูุฅู
ุงู
ุงูุฃุนุธู
ุงูู
ุฌุชูุฏ ู
ู ุฃูู ูุงุฆู ุจุดูุก ู
ู ุงูุฌูุฉ ุฃู ูุญููุง ููุฐุจ ูุจูุชุงู ูุงูุชุฑุงุก
ุนููู ، ููุนู ุงููู ู
ู ูุณุจ ุฐูู ุฅููู ุฃู ุฑู
ุงู ุจุดูุก ู
ู ูุฐู ุงูู
ุซุงูุจ ุงูุชู ุจุฑุฃู ุงููู
ู
ููุง
Akidah imam ahli sunnah, Imam Ahmad bin Hambal –semoga Allah
meridhoiny a dan
menjadikan nya
meridhoi-N ya serta
menjadikan taman surga sebagai
tempat tinggalnya , adalah sesuai
dengan akidah Ahlussunna h wal
Jamaah dalam hal menyucikan
Allah dari segala macam ucapan yang diucapkan oleh orang-oran g zhalim dan menentang itu, baik itu berupa
penetapan tempat (bagi Allah), mengatakan bahwa Allah itu jism (materi) dan
sifat-sifa t buruk lainnya,
bahkan dari segala macam sifat yang menunjukka n ketidaksem purnaan Allah.
Adapun ungkapan-u ngkapan yang terdengar dari
orang-oran g jahil yang
mengaku-ng aku sebagai pengikut
imam mujtahid agung ini, yaitu bahwa beliau pernah mengatakan bahwa Allah itu bertempat dan
semisalnya , maka perkataan itu
adalah kedustaan yang nyata dan tuduhan keji terhadap beliau. Semoga Allah
melaknat orang yang melekatkan
perkataan itu kepada beliau atau yang menuduh beliau dengan tuduhan yang Allah
telah membersihk an beliau darinya
itu.
ููุฏ ุจูู ุงูุญุงูุธ ุงูุญุฌุฉ ุงููุฏูุฉ ุงูุฅู
ุงู
ุฃุจู ุงููุฑุฌ ุงุจู ุงูุฌูุฒู ู
ู ุฃุฆู
ุฉ ู
ุฐูุจู
ุงูู
ุจุฑุฆูู ู
ู ูุฐู ุงููุตู
ุฉ ุงููุจูุญุฉ ุงูุดููุนุฉ ุฃู ูู ู
ุง ูุณุจ ุฅููู ู
ู ุฐูู ูุฐุจ ุนููู ูุงูุชุฑุงุก
ูุจูุชุงู ، ูุฃู ูุตูุตู ุตุฑูุญุฉ ูู ุจุทูุงู ุฐูู ูุชูุฒูู ุงููู ุชุนุงูู ุนูู ، ูุงุนูู
ุฐูู ูุฅูู ู
ูู
.
ูุฅูุงู ุฃู ุชุตุบู ุฅูู ู
ุง ูู ูุชุจ ุงุจู ุชูู
ูุฉ ูุชูู
ูุฐู ุงุจู ููู
ุงูุฌูุฒูุฉ ูุบูุฑูู
ุง ู
ู
ู
ุงุชุฎุฐ ุฅููู ููุงู ูุฃุถูู ุงููู ุนูู ุนูู
، ูุฎุชู
ุนูู ุณู
ุนู ูููุจู ูุฌุนู ุนูู ุจุตุฑู ุบุดุงูุฉ ูู
ู
ููุฏูู ู
ู ุจุนุฏ ุงููู ، ูููู ุชุฌุงูุฒ ูุคูุงุก ุงูู
ูุญุฏูู ุงูุญุฏูุฏ ูุชุนุฏูุง ุงูุฑุณูู
ูุฎุฑููุง ุณูุงุฌ
ุงูุดุฑูุนุฉ ูุงูุญูููุฉ ูุธููุง ุจุฐูู ุฃููู
ุนูู ูุฐู ู
ู ุฑุจูู
ูููุณูุง ูุฐูู ุจู ูู
ุนูู ุฃุณูุฅ
ุงูุถูุงู ูุฃูุจุญ ุงูุฎุตุงู ูุฃุจูุบ ุงูู
ูุช ูุงูุฎุณุฑุงู ูุฃููู ุงููุฐุจ ูุงูุจูุชุงู ูุฎุฐู ุงููู ู
ุชุจุนู
ูุทูุฑ ุงูุฃุฑุถ ู
ู ุฃู
ุซุงููู
Al Hafizh Al Hujjah Al Imam, Sang Panutan, Abul Faraj Ibnul Jauzi,
salah seorang pembesar imam mazhab Hambali yang membersihk an segala macam tuduhan buruk ini, telah
menjelaska n tentang masalah ini
bahwa segala tuduhan yang dilemparka n kepada sang imam adalah kedustaan dan tuduhan
yang keji terhadap sang imam. Bahkan teks-teks perkataan sang imam telah
menunjukka n kebatilan tuduhan
itu, dan menjelaska n tentang sucinya
Allah dari semua itu. Maka pahamilah masalah ini, karena sangat penting.
Janganlah sekali-kal i
kamu dekati buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim dan
orang seperti mereka berdua. Siapa yang bisa memberikan petunjuk orang seperti itu selain Allah?
Bagaimana orang-oran g
atheis itu melampaui batas-bata s, menabrak aturan-atu ran dan merusak tatanan syariat dan hakikat, lalu
mereka menyangka bahwa mereka berada di atas petunjuk dari tuhan mereka, padahal
tidaklah demikian. Bahkan mereka berada pada kesesatan paling buruk, kemurkaan
paling tinggi, kerugian paling dalam dan kedustaan paling besar. Semoga Allah
menghinaka n orang yang
mengikutin ya dan
membersihk an bumi ini dari
orang-oran g semisal mereka.
Sumber : Al Fatawa Al Haditsiyah 1/ 480
karya Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami.
***** akhir kutipan *****
Apa yang disampaika n
oleh Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami tentang kesalahpah aman i’tiqod mereka yang semula bermazhab Imam
Hambali, disampaika n pula oleh
ulama-ulam a lainnya, contohnya dapat
ditemukan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2010/02/ ahlussunnah bantahtaim iyah.pdf
Jadi jelaslah memaknai istiwa sebagai bertempat atau duduk sebagai makna yang
telah diketahui atau makna dzahir adalah tidak pantas bagi Allah Azza wa
Jalla
Pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) yang
sepatutnya kita ikuti
pendapatny a seperti Imam Syafi'i ra
mengatakan
ุฅูู ุชุนุงูู ูุงู ููุง ู
ูุงู ูุฎูู ุงูู
ูุงู ููู ุนูู ุตูุฉ ุงูุฃุฒููุฉ ูู
ุง ูุงู ูุจู ุฎููู
ุงูู
ูุงู ููุง ูุฌูุฒ ุนููู ุงูุชุบูุฑ ูู ุฐุงุชู ููุง ุงูุชุจุฏูู ูู ุตูุงุชู (ุฅุชุญุงู ุงูุณุงุฏุฉ ุงูู
ุชููู
ุจุดุฑุญ ุฅุญูุงุก ุนููู
ุงูุฏูู, ุฌ 2، ุต 24)
“Sesungguhn ya Allah
ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Kemudian Dia menciptaka n tempat, dan Dia tetap dengan
sifat-sifa t-Nya yang Azali
sebelum Dia menciptaka n tempat
tanpa tempat. Tidak boleh bagi-Nya berubah, baik pada Dzat maupun pada
sifat-sifa t-Nya” (LIhat
az-Zabidi, Ithรขf as-Sรขdah
al-Muttaqรฎ n…, j. 2, h. 24).
Allah Azza wa Jalla ada sebagaiman a sebelum diciptakan 'Arsy , sebagaiman a sebelum diciptakan langit, sebagaiman a sebelum diciptakan ciptaanNya . Dia tidak berubah dan tidakpula
berpindah. Sesuatu yang berubah
dan berpindah adalah ciptaanNya .
Para Salafush sholeh tidak memaknai atau mentafsirk an ayat-ayat sifat Allah
sebagaiman a makna yang diketahui
orang awam atau sebagaiman a makna yang
telah diketahui (makna dzahir)
ููุงู ุงููููุฏ ุจู ู
ุณูู
: ุณุฃูุช ุงูุฃูุฒุงุนู ูู
ุงูู ุจู ุฃูุณ ูุณููุงู ุงูุซูุฑู ูุงูููุซ ุจู ุณุนุฏ
ุนู ุงูุฃุญุงุฏูุซ ูููุง ุงูุตูุงุช ؟ ููููู
ูุงููุง ูู :
ุฃู
ุฑููุง ูู
ุง ุฌุงุกุช ุจูุง ุชูุณูุฑ
“Dan Walid bin Muslim berkata: Aku bertanya kepada Auza’iy, Malik
bin Anas, Sufyan Tsauri, Laits bin Sa’ad tentang hadits-had its yang di dalamnya ada
sifat-sifa t Allah? Maka semuanya
berkata kepadaku: “Biarkanla h ia
sebagaiman a ia datang tanpa
tafsir.”
Pada ayat-ayat mutasyabih at khususnya Sifat Allah, para Salafush Sholeh,
mereka tidak mengucapka nnya
kecuali ‘ala sabilil hikayah atau menetapkan lafazhnya (itsbatul lafzhi) saja; yaitu hanya
mengucapka n kembali apa yang diucapkan
oleh al Qur’an, “Ar-Rahmanu
alal arsy istawa” atau “A’amintum man fis sama’“. Tidak
lebih lebih dari itu; yaitu tidak memaknakan (tafsir) atau tidak menetapkan maknanya (itsbatul ma’na) bahwa Allah bertempat di
langit atau Allah berada di atas arasy.
Setelah generasi Salafush Sholeh maka semakin banyak jumlah umat Islam
sehingga semakin banyak “kepala” yang berupaya memahami Al Qur’an dan As Sunnah
dimana diperlukan upaya
penjelasan terhadap ayat
mutasyabih at khususnya sifat
Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya,
“Allah menganuger ahkan al hikmah (pemahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah)
kepada siapa yang dikehendak i-Nya. Dan barangsiap a yang dianugerah i hikmah, ia benar-bena r telah dianugerah i karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 )
“Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadan ya) melainkan Ulil Albab” (QS Ali Imron [3]:7 )
Ulil Albab dalam memaknai istiwa memperhati kan makna yang pantas bagi DzatNya dengan
mengambil pelajaran dari ayat-ayat Al Qur'an lainnya, apa yang dikatakan
Rasulullah , Salafush Sholeh,
pendapat pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab
yang empat dan kesepakata n jumhur
ulama tentang ‘Arsy.
Rasulullah bersabda “wa
Robbal ‘arsyil ‘azhiimii” , “Tuhan
yang menguasai ‘Arsy” (HR Muslim 4888)
Imam Sayyidina Ali ra berkata, “Sesungguhn ya Allah menciptaka n ‘Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk
menampakka n
kekuasaan- Nya bukan untuk
menjadikan nya tempat bagi
DzatNya”
Jadi jumhur ulama sepakat bahwa Allah beristiwa yang
ditejermah kan Allah
bersemayam maknanya adalah Allah
menguasai ‘Arsy.
Ahli Bahasa dari Ash`ariah al-Raghib al-Asfahan i (w. 402H) mengatakan bahwa istawa `ala memiliki arti istawla `ala
("Dia menguasai" ) dan dia mengutip
ayat istiwa pada (QS Thaahaa [20]:5) sebagai sebuah contoh dari makna ini:
“Hal ini berarti bahwa segala sesuatu sama dalam
hubunganny a dengan Dia, dalam arti
bahwa tidak ada hal yang lebih dekat dengan Dia dibanding dengan yang lain,
karena Dia tidak seperti badan yang berada secara tertentu di suatu tempat dan
bukan di tempat lain” (al-Zabidi hal : 132)
Ibn Al-Jauzi membolehka n menafsirka n istiwa sebagai “al-qahr”, menguasai. (Shubah al-Tashbih hal:23)
Walaupun mempunyai
kemiripan dengan istila' dan qahr, yang sama juga ditafsirka n oleh kaum Mu'tazilah (mereka yang menolak sifat-sifa t Allah) namun pemaknaan istiwa sebagai
“menguasai ” adalah pantas bagi Allah
Azza wa Jalla
Ibn Battal mengatakan ,
“pengarti an
pengaturan dan
kekuasaan” ,
“menguasai ” dan
“penakluka n” tidak dianggap
berlawanan dengan Sang Pencipta
(Al-Khalik )
sebagaiman a “Zahir”, “Qahhar”,
“ghalib”at au “Qahir”, tidak
dianggap berlawanan atas bagian
zat lainnya. Hal ini diperkuat oleh ayat, “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi (Al-Qahir) atas semua
hamba-Nya” (6:18, 6:61) dan “
Allah berkuasa (Al-Ghalib )
terhadap urusan-Nya ” (12:21).
Al-Raghib, berkata:” itu berarti
bahwa segala sesuatu adalah seperti itu dalam hubunganny a dengan Dia” dan dia tidak
mengatakan , “menjadi seperti”.
Pada intinya dalam memahami ayat-ayat mutasyabih at khususnya tentang sifat Allah agar tidak
terjerumus dalam kekufuran
sebaiknya memperhati kan
batas-bata s yang telah
disepakati oleh jumhur ulama antara
lain,
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi”
mengatakan “Ia
(ayat-ayat
mutasyabih at) memiliki
makna-makn a khusus yang berbeda
dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiap a memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa
sebagaiman a makna yang selama
ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat) , ia kafir secara pasti.”
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/ 1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu
‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi
Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”,
“Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis
mutasyabih at, karena hal itu
salah satu pangkal kekufuran” .
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan dari umat
Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi
orang-oran g kafir.“
Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah sebab
kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena
pengingkar an?”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena
pengingkar an. Mereka
mengingkar i Pencipta mereka
(Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati- Nya dengan sifat-sifa t benda dan anggota-an ggota badan.” (Imam Ibn
Al-Mu’alli m
Al-Qurasyi (w. 725 H) dalam
Kitab Najm Al-Muhtadi Wa Rajm
Al-Mu’tadi ).
Rasulullah bersabda
“Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke
tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisih an antar-manu sia dan gempa-gemp a. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan
kejujuran sebagaiman a
sebelumnya dipenuhi dengan
kesewenang -wenangan dan
kezaliman. ” (HR Ahmad 10898).
Rasulullah bersabda
“Akan terjadi perselisih an
setelah wafatnya seorang pemimpin, maka keluarlah seorang lelaki dari penduduk
Madinah mencari perlindung an ke
Mekkah, lalu datanglah kepada lelaki ini beberapa orang dari penduduk Mekkah,
lalu mereka membai’at Imam Mahdi secara paksa, maka ia dibai’at di antara Rukun
dengan Maqam Ibrahim (di depan Ka’bah). Kemudian diutuslah sepasukan manusia
dari penduduk Syam, maka mereka dibenamkan di sebuah daerah bernama Al-Baida yang berada di antara
Mekkah dan Madinah.” (HR Abu Dawud 3737)
Pesan Rasulullah
shallallah u alaihi wasallam,
“Ketika kalian melihatnya (kehadiran Imam Mahdi), maka berbai’at- lah dengannya walaupun harus
merangkak- rangkak di atas salju
karena sesungguhn ya dia adalah
Khalifatul lah
Al-Mahdi.” (HR Abu Dawud
4074)
Banyak ghazawat (perang) akan dipimpin Imam Mahdi. Dan
–subhaanall ah-
Allah akan senantiasa
menjanjika n
kemenangan baginya.
Rasulullah
shallallah u alaihi wasallam
“Kalian perangi jazirah Arab dan Allah beri kalian
kemenangan . Kemudian Persia
(Iran), dan Allah beri kalian kemenangan . Kemudian kalian perangi Rum, dan Allah beri
kalian kemenangan . Kemudian
kalian perangi Dajjal,dan Allah
beri kalian kemenangan .” (HR Muslim
5161)
Dalam hadits di atas yang diperangi pertama kali adalah jazirah Arab
karena pada akhir zaman jazirah Arab , pada masa akhir babak Mulkan
Jabbriyyan
(penguasa- penguasa yang
memaksakan kehendak seraya
mengabaika n kehendak Allah dan
RasulNya) mereka akan kembali mengalami masa jahiliyah , keadaan mereka
benar-bena r
mengabaika n kehendak Allah dan
RasulNya. Kemudian diperangi wilayah Persia (Iran) untuk
meluruskan
kesalahpah aman-kesal ahpahaman saudara-sa udara kita di sana. Kemudian diperangi wilayah
Rum , meluruskan kaum Nasrani
yang telah disesatkan oleh kaum Yahudi
melalui Paulus (Yahudi dari Tarsus). Kemudian terakhir memerangi Dajjal.
Wallahu a'lam
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830