ABU SYUJA’
(433-593/ 1042-1196)
Pengarang: Taqrib
SYIHAB al-Dunya wa ad-Din Ahmad bin Husain bin Ahmad
al-Asfahan i
al-Syafi’i , populer dengan panggilan
Abu Syuja’, berasal dari Isfahan, salah satu kota di Persia, Iran.
Ia dilahirkan di
Bashrah pada tahun 433 H/1042 M. Pernah menjabat sebagai mentri pada dinasti
bani Saljuk tahun 447H/ 1455M, sehingga
dikenal dengan julukan Syihabuddu nya waddin (bintang dunia dan agama). Di saat
itu ia dapat menyebar luaskan agama dan keadilan. Kebiasaann ya,tak pernah keluar rumah sebelum shalat dan membaca
al-Qur’an sedapat mungkin.
Dalam urusan kebenaran,
ia tak pernah gentar akan caci maki, hujatan dan kecaman dari siapapun, baik
pejabat atau penjahat. Ketika menjabat sebagai mentri, Abu Syuja’ sangat
dermawan. Ia mengangkat sepuluh
orang pembantu untuk membagi-ba gikan hadiah dan sedekah. Mereka diserahi seratus
dua puluh ribu dinar. Uang sebanyak itu dibagi-bag ikan kepada para ulama dan
orang-oran g yang saleh.
Abu Syuja’ adalah pakar fikih mazhab Syafi’i. Di Bashrah ia mendalami
mazhab fikih yang dipelopori
Imam Syafi'i selama ini, emapat puluh tahun tahun lebih, sehingga menjadi pakar
fikih madzhab Syafi’I. Pada akhir usianya, ia memilih untuk hidup dalam
kezuhudan. Seluruh hartanya
dilepas dan ia pergi ke Madinah. Menyapu, menghampar tikar dan menyalakan lampu Mesjid Nabawi, merupakan aktivitas rutinnya
setiap hari. Setelah salah seorang pembantu Mesjid Nabawi meninggal dunia, Abu
Suja’ mengambil alih tugas-tuga snya. Rutinitas ini beliau jalani sampai ajal
menjemputn ya pada tahun 593 H/1166
M.
Abu Suja’ meninggal di Madinah. Janazahnya dimakamkan di Mesjid yang ia bangun sendiri di dekat Bab
Jibril, sebuah tempat yang pernah disinggahi malaikat Jibril. Letak kepalanya
berdekatan dengan kamar makam Nabi
dari sebelah timur.
Allah menganuger ahkan
usia panjang kepada tokoh besar ini.160 tahun lamanya ia menghirup udara dunia.
Akan tetapi dalam jangka waktu yang sangat panjang itu, tak satupun dari dari
anggota tubuhnya yang cacat. Ketika ditanya mengenai rahasianya , beliau menjawab: “Aku tidak pernah
menggunaka n satupun dari anggota
tubuhku untuk bermaksiat kepada
Allah. Karena pada masa mudaku aku meninggalk an maksiat, maka Allah menjaga tubuhku di usia
senja.”
Penjelasan riwayat hidup Abu
Syuja’ yang diurai diatas disebut dalam beberapa kitab syarah Fath al-Qorib
dan dikutil oleh beberapa orang. Tampaknya, semua sepakat bahwa Abu Syuja’ lahir pada tahun
433 H. tapi, mengenai tahun wafatnya masih diperselis ihkan oleh beberapa kalangan. Yang menarik
al-Bajuri menyebutka n bahwa Abu Syuja’
wafat pada tahun 488. padahal dalam redaksi lainnya ia menyebut persis seperti
pesyarah yang lain. Haji Khalifah dalam Kasyf az- Zhunun
menuturkan bahwa Abu Syuja’ meninggal
pada tahun 488.
Dalam pernyataan bahwa,
Abu Syuja’ pernah menjabat sebagai wazir pun masih perlu
diselidiki
kebenarann ya.
Sumber-sum ber kitab sejarah
menyebutka n bahwa pada masa itu memang
ada seorang wazir berjuluk Abu Syuja’. Ia dikenal adil dan alim. Ia juga
mengarang kita Takmilah li-Kitab Tajarid al-Umam karya Ibnu
Maskaweh. Ia juga bermazhab Syafi’i dan berguru pada Syekh Abu Ishaq
as-Syirazi di Baghdad.
Disebutkan pula bahwa ia terlahir pada
tahun 437 dan wafat pada 488. tahun wafat itu sama dengan yang dsebut oleh
al-Bajuri dan Haji Khalifah. Di sinilah timbul kekaburan.
Namun Abu Syuja’ sang wazir itu tidak bernisbah
al-isfahan i. Nisbahnya adalah
ar-Rudzara wari. Namanya pun berbeda.
Sang wazir itu bernama Muhammad al-Husain bin Muhammad bin Abdillah bin Ibrahim.
Sedang Abu Syuja’, pengarang Taqrib, bernama Ahmad bin al-Husain
binAhmad bin al- Isfahani. Hanya saja, kedua orang itu
bertepatan berkunyah sama yaitu
Abu Syuja’. Dalam kitab-kita b
sejarah juga disebutkan bahwa
Abu Syuja’, sang wazir Dinasti Abbasiyah, wafat di madinah. Hal ini semakin
menguatkan dugaan bahwa kedua orang
itu berbeda.
Mungkin saja para pesyarah fath al-Qorib seperti
al-Bajuri, Syek Nawawi Banten
dan majid al-Humawi ikut pada al-Bujairi mi yang salah sadur dari
ad-Dairobi . Yang lebih baik
adalah mempercaya i apa yang ada dalam
Thabaqat as-Syafi’i yah
karya as-Subki dan Dairah al-Ma’arif al-Islamiy ah yang menyebut keduanya terpisah dan berbeda.
Ghayah al-Ikthish ar
yang dikarang oleh Abu Syuja’ termasuk karya terindah mengenai
pokok-poko k fikih. Kitab yang
lebih dikenal dengan sebutang Taqrib ini, mencakup permasalah an yang luas meskipun bentuknya kecil. Seorang
ulama mengubah bait-bait syair, memuji Abi Suja’ dan karya
monumental nya, Ghayah
al-Ikhtish ar, yang lebih popular
dengan sebutan Taqrib:
Wahai yang menghendak i faidah berkesinam bungan
Demi peroleh keluhuran dan kemanfaata n
Dekatilah ilmu-ilmi itu
Jadilah kau pemberani
Dengan Taqribnya (pendekata n) Abi Syuja’ (bapak para
pemberani) .
Karena padat dan pentingnya isi kitab ini, para imam berpacu
mensyarahi ,
mengomenta ri, memberi catatan
kaki serta merumuskan ya dalam
bait-bait nazam. Di antaranya syarah-sya rah tersebut ialah:
- Kifayah al-Akhyar fi Syarh al-Ikhtisa
r, karya Imam Taqiyuddin bin Muhammad al-Husaini al-Hishni ad-Dimasyq i, w. 829 H. kitab ini sebanyak dua jilid. - al-Iqna’ fi Hall Alfazh Abi Syuja’, karya al-Khatib
al-Syarbin
i. - Fath al-Qarib al-Mujib fi syarh at-Taqrib atau al-Qaul
al-Mukhtar
fi syarh Ghayat al-Ikhtish ar, karya Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Gazzi, w. 918 H. Dan masih banyak lainnya.
(Ditulis kembali dari Buku: Guruku Dipesantre n karya LPSI Pondok Pesantren Sidogiri.
Diterbitka n pada tahun 1420 H)