Khutbah pertama :
اللهُ
اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3) اللهُ اَكبَرْ (×3 اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا
وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ
اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ اللهُ اَكْبَرْ ماتحرك متحرك وارتـج. ولبى محرم
وعـج. وقصد الحرم من كل فـج. وأقيمت فى هذا الأيام مناسك الحج. اللهُ اَكْبَرْ (3×)
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ
اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ ومن تبع دين محمد. وسلم تسليما كثيرا. فياايها المسلمون الكرام.
اوصيكم ونفسى بتقوى الله. واعلموا أن هذا الشهر شهر عظيم. وأن هذاليوم يوم عيد
المؤمين. يوم خليل الله إبراهيم أبو ألانبياء والمرسلين. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا
عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Idul Adha
Rahimakumullah,Alhamdulillah pagi ini kita dapat berkumpul menikmati indahnya
matahari, sejuknya hawa pagi sembari mengumandangkan takbir mengagungkan Ilahi
Rabbi dirangkai dengan dua raka’at Idul Adha sebagai upaya mendekatkan diri
kepada Yang Maha Suci. Marilah kita bersama-sama meningkatkan taqwa kita kepada
Allah swt dengan sepenuh hati. Kita niatkan hari ini sebagai langkah awal
memulai perjalanan diri mengarungi kehidupan seperti yang tercermin dalam
keta’atan dan ketabahan Nabi Allah Ibrahim as menjalani cobaan dari Allah Yang
Maha Tinggi.
Muslimin dan Muslimat yang
dimuliakan AllahHari ini ini adalah hari yang penuh berkah, hari yang sangat
bersejarah bagi umat beragama di seluruh penjuru dunia, dan bagi umat muslim
pada khususnya. Karena hari ini merupakan hari kemenangan seorang Nabi penemu
konsep ke-tuhidan dalam berketuhanan. Sebuah penemuan maha penting dijagad raya,
tak tertandingi nilainya dibandingkan dengan penemuan para santis dan ilmuan.
Karena berkat konsep ke-tauhidan yang ditemukan Nabi Allah Ibrahim, manusia
dapat menguasai alam dengan menjadi khalifah alal ardh. Setelah Nabi Allah
Ibrahim as menyadari bahwa Allah swt adalah The Absolute One, Dzat yang paling
Esa, maka semenjak itu juga umat manusia tidak dibenarkan menyembah matahari,
menyembah bintang, menyembah binatang, menyembah batu dan alam. Ini artinya
manusia telah memposisikan dirinya di atas alam. Ajaran ke-Esa-an yang
diprakarsai oleh Nabi Allah Ibrahim telah mengangkat derajat manusia atas alam
se-isinya.Ma’asyiral Muslimin RahimakumullahSesungguhnya tidak berlebihan jika
hari ini kita jadikan sebagai salah satu hari besar kemanusiaan internasional
yang harus diperingati oleh manusia se-jagad raya. Oleh karena itu hari ini
adalah momen yang tepat untuk mengenang perjuangan Nabi Allah Ibrahim as dan
upayanya menemukan Allah swt. Bagaimana beliau bersusah payah melatih alam
kebathinannya untuk mengenal Tuhan Allah Yang Paling Berkuasa. Bukankah itu hal
yang amat sangat rumit? Apalagi jika kita membandingkan posisi manusia sebagai
makhluk yang hidup dalam dunia kebendaan, sedangkan Allah Tuhan Yang Maha Sirr
berada ditempat yang tidak dapat dicapai dengan indera? Bagaimana Nabi Allah
Ibrahim bisa menemukan-Nya? Tentunya melalui berbagai jalan thariqah yang
panjang. Melalui latihan dan penempaan jiwa yang berat. Untuk itulah mari kita
lihat rekaman tersebut dalam surat Al-An’am ayat 75-79
وَكَذَلِكَ
نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ
الْمُوقِنِينَ(75) فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا
رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ (76)فَلَمَّا رَأَى
الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ
يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (77)فَلَمَّا رَأَى
الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ
يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ(78) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ
لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِينَ (79)
Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang
terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk
orang yang yakin. (75)Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang
(lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia
berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam “ (76)Kemudian tatkala dia
melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu
terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat." (77)Kemudian tatkala ia
melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar".
Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (78)
Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan (79)
Para Hadirin yang
dimuliakan AllahJika kita lihat dokumen sejarah yang termaktub dalam al-Qur’an
di atas, hal ini menunjukkan betapa proses pencarian yang dilakukan Nabi Allah
Ibrahim as sangatlah berat. Meskipun pada akhirnya Nabi Ibrahim berhasil
menemukan Tuhan Allah Rabbil Alamin, bukan tuhan suku dan bangsa tertentu, tapi
Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yang senantiasa berada sangat dekat dengan
manusia baik ketika terpejam maupun ketika terjaga. Itulah sejarah terbesar yang
dipahatkan oleh Nabi Allah Ibrahim di sepanjang relief kehidupan umat manusia
yang seharusnya selalu dikenang oleh umat beragama.
Selain sebagai orang yang
menemukan konsep Ketuhaan. Beliau juga salah satu hamba tersukses di dunia yang
mampu menaklukkan nafsu dunyawi demi memenangkan kecintaannya kepada Allah Sang
Maha Suci. Fragmen ketaatan dan keikhlasannya untuk menyembelih Ismail sebagai
anak tercinta yang diidam-idamkannya, adalah bukti kepasrahan total kepada Allah
swt. Bayangkan saudara-saudara, Ismail adalah anak yang telah lama dinanti dan
diidamkan, Ismail adalah anak tercintanya namun demikian semua itu ditundukkan
oleh Nabi Ibrahim as demi memenangkan cintanya kepada Allah swt.Ma’asyiral
Muslimin RahimakumullahDua hal di atas yaitu penemuan Ibrahim atas ke-Esaan
Allah dan perintah penyembelihan terhadap anak tercinta merupakan satu
perlambang bahwa ruang di mana Nabi Allah Ibrahim as. hidup adalah garis batas
yang memisahkan antara kehidupan brutal dan kehidupan berpri-kemanusiaan.
Penyembelihan terhadap Ismail yang kemudian diganti dengan kambing merupakan
tanda bahwa semenjak itu tidak ada lagi proses penyembahan dengan cara
pengorbanan manusia (sesajen). Karena manusia adalah makhluk mulia yang tak
pantas dikorbankan secara cuma-cuma, meskipun dilakukan dengan suka rela. Allah
swt sendiri yang tidak memperbolehkannya, dengan Kuasa-Nya ia ganti Ismail
dengan seekor kambing. Itulah beberapa hal yang harus dikenang dari Nabi Allah
Ibrahim as. Sebagai umat manusia yang beriman dan beragama sudah sewajibnya kita
mengenang dan menteladani apa yang dilakukan Nabi Allah Ibahim as seperti yang
diterangkan dalam al-Baqarah 127:
Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Dengan kata lain Allah swt
menganjurkan manusia untuk mengingat dan meneladai kehidupan Ibrahim terutama
ketika Nabi Allah Ibrahim as merawat dan merekontruksi ka’bah sebagai baitullah.
Sehingga berbagai ibadah dan ritual peyembahan kepada Allah swt menjadi
kewajiban bagi umat muslim sedunia yang mampu menjalankannya. Itulah ibadah
Haji.
Para Jama’ah idhul adha
yang berbahagiaHaji meupakan salah satu ibadah yang sarat dengan simbol dan
perlambang. Oleh karena itu, jikalau ibadah haji dilaksanakan tanpa mengerti
makna yang tersimpan didalamnya sangatlah percuma, karena yang demikian itu
hanya menyisakan kelelahan belaka. Kelelahan yang kerontang tanpa
kesadaran.
Kaum muslimin dan muslimat,
meskipun saat ini kita berada di sini, jauh dari tanah Haram, tidak berarti kita
tidak bisa meneladani Nabi Ibrahim. Karena keteladanan itu tidaklah bersifat
fisik. Namun sejatinya keteladanan itu berada dalam semangat yang tidak mengenal
batas ruang dan waktu. Keteladanan atas ibadah haji dapat kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari ketika kita berinteraksi dengan tetangga, teman, saudara
dan umat manusia pada umumnya.Saudara-saudaraku seiman dan setaqwa
Bila kita tengok bahwa haji
dimulai dengan niat yang dibarengi dengan menanggalkan pakaian sehari-hari untuk
digantikan dengan dua helai kain putih yang disebut dengan busana ihram. Maka
ketahuilah dibalik keseragaman ini tersimpan beragam makna. Pertama bahawa
pakaian yang selama ini kita pakai sehari-hari sangat menunjukkan derajat dan
status sosil manusia. Oleh karena itu, ketika seorang muslim telah berniat untuk
haji dan berniat menghadap-Nya maka segeralah tanggalkan pakaian itu dan
gantilah dengan busana Ihram yang serba putih, karena manusia di hadapan Ilahi
Rabbi sejatinya tidak berbeda.
Kedua, Pakaian itu tidak
hanya apa yang kita pakai namun juga identitas yang menyelimuti diri manusia
hendaknya segera diluluhkan ketika menghadap-Nya. Allah tidak akan pernah
membedakan antara peabat dan rakyat, antar penguasa dan hamba, antara pedagang
dan nelayan. Semua itu dimata Allah swt adalah sama. Seperti putihnya seragam
yang membalut raga.
المسلمون
إخوة لافضل لأحد على أحد إلابالتقوى (رواه الطبرانى)
Artinya,
orang-orang Islam itu satu sama lain bersaudara, tiada yang lebih utama
seorangpun dari seorang yang lain, melainkan karena taqwanya (HR.
Tabhrani)
Ketiga, Pakaian itu adalah
sifat manusia. Ketika seorang muslim telah berniat menghadap Allah Sang Maha
Kuasa, hendaklah ia mencopot segala identitasnya. Baik identitas sebagai tikus,
buaya, serigala ataupun identitas sebagai kupu-kupu, merpati ataupu kasuwari.
Artinya, segala macam sifat yang melekat baik negative maupun positif sebaiknya
dihilangkan. Jangan pernah merasa sebagai apa-apa jikalau engkau
menghadap-Nya.
Keempat, pakaian itu
mengingatkan manusia akan ketakberdayaannya. Nanti ketika menghadap Ilahi Rabbi
manusia tidak membawa apa-apa kecuali kain putih yang menemaninya. Sebagai
pertanda bahwa sebaiknya manusia hidup dengan sederhana, karena semua akan
ditinggalkannya.
Ma’asyiral Muslimin
RahimakumullahSelanjutnya Thowaf mengelilingi ka’bah tujuh kali putaran adalah
perlambang kedekatan manusia dengan Sang Khaliq. Begitu harunya jiwa manusia
ketika lebur mendekatkan diri pada Baitullah, seolah ke-dirian manusia hilang
ditelan kebesaran-Nya. Thowaf dapat diartikan hilangnya diri terhanyut dalam
pusaran Energi keilahiyan yang tak terkira. Thowaf adalah simbol hablum minallah
yang hakiki, bahkan lebih dari itu. Tidak ada lagi habl penghubung antara
manusia dan Sang Khaliq. Karena keduanya telah menyatu.Kemudian sa’i berlari
kecil dari shofa ke marwah. Ini merupakan rangkaian setelah Thowaf yang dapat
diartikan sesuai perspketif sejarah. Ketika Siti Hajar Ibunda Nabi Ismail
ditinggal oleh Nabi Allah Ibrahim as. Maka ia pun harus bertarung mempertahankan
hidup ini dengan mencari air dari bukit Shofa ke Marwa. Kehidupan sarat dengan
perjuangan. Usaha menjadi suatu kewajiban bagi manusia. Tiada air yang turun
dari langit, namun air itu harus dicari sumbernya. Begitulah kehidupan di dunia
ini. Hidup itu suci dan harus dijaga seperti makna hafiah kata Shofa yaitu
kemurnian dan kesucian sedangkan. Namun hidup itu juga cita-cita yang jumawa dan
penuh idealism seperti makna kata marwa yaitu kemurahan, memaafkan dan
menghargai.
Jika thowaf menggambarkan
hubungan dan kemanunggalan manusia dengan Sang Khaliq, maka sa’i menunjukkan
bahwa kehidupan haruslah dijalani sesuai dengan hukum kemanusiaan. Berinteraksi,
berhubungan dan berkomunikasi dengan sesame. Maka kehidupan ini haruslah
menyeimbangkan antara keilahiyahan dan keinsaniyahan.
Ma’asyiral Muslimin yang
berbahagiaSelain itu simbolisme dalam ibadah haji juga melekat pada Ka’bah
Baitullah. Di sana ada hijir Ismail yang berarti ‘pangkuan Ismail’. Di sanalah
seorang Ismail putera Ibrahim yang membangun Ka’bah pernah berada dalam pangkuan
sang Ibu Hajar, seorang wanita hitam yang miskin juga seorang budak. Dengan ini
Allah swt membuktikan bahwa seorang hamba pun dapat dimuliakanya dengan
memposisikan kuburnya disamping ka’bah baitullah. Itu semua karena ketaqwaannya.
Ketaqwaan Ibu Hajar yang mampu berhijrah menuju kebaikan dan
kemuliaan.
Sedangkan padang Arafah
sebagai tempat para haji menunaikan wuquf merupakan ruang luas yang terhampar
untuk memasak diri seorang muslim hingga ia mengenal siapa jati dirinya sebagai
manusia. Arafah adalah ruang berintrospeksi diri, siapa, dari mana sosok diri
itu dan hendak kemana nantinya. Oleh karena itu ruang ini dinamakan arafah yang
mempunyai satu asal kata yang sama dengan ma’rifat yaitu mengeatuhi dan mengerti
hakikat diri. Diharapkan setelah diramu dalam padang arafah ini seorang diri
bisa menjadi lebih arif (bijaksana) dalam mengarungi kehidupan dan
mempertimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat seperti yang disimbolkan
dalam thowaf dan sa’i.
Dari Arafah menuju
Muzdalifah guna mempersiapkan diri dan mempersenjatainya melawan syaithan yang
akan dihadapi nanti di Mina. Manusia haruslah selalu waspada bahwa syaitan ada
dimana-mana. Karena itulah senjata pemusnahnya tidaklah sesuatu yang besar dan
menakutkan. Tetapi cukup dengan kerikil yang kecil sebagai simbol atas kesabaran
dan keteguhan hati.
Ma’asyiral
MusliminDemikianlah uraian dalam khutbah ini semoga ada manfaatnya bagi kita
semua. Dan amrilah kita berdoa kepada Allah swt semoga amal ibadah kita
diterima. Semoga kita yang disini diberikan kesempatan mengunjungi tanah haram
di lain waktu, seperti cita-cita kita semua. Dan semoga mereka yang berada di
sana diberi keselamatan semua. Amien
أعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ
الْأَبْتَرُبَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي
وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا
اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah
Kedua:
اللهُ
اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ
كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُاَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ
اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ
تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا
نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ
وَلَذِكْرُ
اللهِ
اَكْبَرْ
Sumber :
http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/9/34607/Khotbah/Ketauhidan_Mengangkat_Derajat_Umat_Manusia.html