Mereka menguji definisi bid'ah yang telah kami sampaikan dengan bertanya,
“sholat shubuh 4 rakaat bidah hasanah atau bidah dholalah”
Sebagaiman a yang telah kami
sampaikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/13/ definisi-bi dah/
Definisi bid’ah yang berlaku sejak Nabi Adam a.s sampai sekarang dan sampai
akhir zaman adalah
Perkara baru diluar apa yang telah
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya
Bid’ah dlolalah adalah perkara baru yang bertentang an dengan apa yang telah
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya
Bid’ah hasanah adalah perkara baru yang tidak
bertentang an dengan apa yang
telah ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya.
Setelah Nabi Muhammad Shallallah u alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla
maka perkara yang ditetapkan Nya
atau diwajibkan Nya terurai dalam Al
Qur'an dan Sunnah Rasul
Imam Asy Syafi’i ~rahimahul lah berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi
kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu
adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak
menyalahi sedikitpun dari hal
tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”
Berdasarka n apa yang
telah ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya maka kita ketahui bahwa
sholat subuh adalah 2 raka’at
Sholat subuh jika dilaksanak an 4 rakaat maka bertentang an dengan apa yang telah
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya artinya termasuk bid'ah
dlolalah.
Kemudian mereka bertanya, “adakah dari al Qur’an dan hadist yang
menyatakan kalau kita sholat
subuh 4 rakaat dilarang ? Niat saya baik ingin banyak beribadah kepada Allah dan
saya merasa 2 rakaat sholat subuh terasa kurang, dikarenaka n kita dianjurkan memperbany aak ruku dan sujud bukankah itu
menunjukka n bahwa kita
dianjurkan
memperbany ak rakaat sholat?”
Memang tidak ada larangan yang dapat diterjemah kan secara harfiah seperti "Janganlah sholat subuh 4
rakaat" Namun Rasulullah menyatakan laranganny a dengan "Sholatlah
sebagaiman a kalian melihat aku
melakukan shalat”
Lalu ada pula mereka yang mempermasa lahkan pernyataan kami bahwa peringatan Maulid sebagai amal kebaikan
Amal kebaikan adalah segala perkara diluar apa yang telah
diwajibkan Nya yang tidak
bertentang an dengan apa yang
telah diwajibkan Nya
Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang
tidak bertentang an dengan Al Qur’an
dan Hadits.
Amal kebaikan adalah perkara yang dilakukan atas kesadaran kita sendiri untuk
meraih kecintaan atau keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan adalah ibadah yang jika dilakukan dapat pahala dan tidak
dilakukan tidak berdosa.
Amal kebaikan adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan
RasulNya.
Amal kebaikan adalah upaya kita untuk mendekatka n diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Orang yang beriman (mukmin) dan menjalanka n amal kebaikan atau mereka yang
mengungkap kan cintanya kepada Allah
Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut muhsin / muhsinin, muslim yang
ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin
(orang-ora ng yang berbuat
kebaikan), (yaitu)
orang-oran g yang
mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka
yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-oran g yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan
mereka itulah orang-oran g yang
beruntung” (QS Lukman [31]:2-5)
Peringatan Maulid yang
umumnya dilaksanak an mayoritas
kaum muslim adalah pembacaan Al Qur’an dan Sholawat serta diikuti ceramah agama
seputar kehidupan Rasulullah dan
apa yang dapat diteladani atau
diimplemen tasikan dari kehidupan
Rasulullah dalam kehidupan kita pada
masa kini.
Kalau kita memperguna kan akal qalbu (hati / lubb) sebagaimana ulil albab maka kita dapat
mengetahui bahwa
Peringatan Maulid
sebagaiman a yang umumnya
dilaksanak an mayoritas kaum
muslim adalah amal kebaikan karena tidak ada yang bertentang an dengan apa yang diwajibkan Nya (wajib dijalankan dan wajib dijauhi) atau tidak
bertentang an dengan Al Qur’an dan
Hadits.
Kemudian seperti biasanya mereka menyampaik an bahwa kaum muslim yang
memperinga ti Maulid Nabi berarti
telah mengikuti Daulah Fatimiyyun yang pertama kali memunculka n perayaan maulid. Pernyaatan tersebut sama dengan kaum muslim yang
memperinga ti maulid Nabi adalah
perbuatan menyerupai kaum
Nasrani yang memperinga ti hari
kelahiran Yesus.
Kaum Nasrani mereka sesat bukan karena memperinga ti hari kelahiran Yesus namun mereka sesat karena
mereka berkeyakin an bahwa Yesus adalah
putera Tuhan.
Kita boleh memperinga ti
atau mengingat masa lampau untuk bekal hari esok, bahkan hal ini adalah anjuran
dari Allah Azza wa Jalla, sebagaiman a
firmanNya yang artinya
“Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad”
“Perhatikan masa lampaumu
untuk hari esokmu” (QS al Hasyr [59] : 18 )
Kita mengingat tanggal kelahiran kita dan kejadian-k ejadian di waktu lampau untuk bekal kita mengisi
biodata, riwayat hidup. Kita mengingat apa yang telah
disampaika n orang tua, ulama
kita dahulu untuk bekal menjalanka n kehidupan kita hari ini dan esok. Kita
memperinga ti Maulid Nabi dan
perjalanan hidupnya sebagai
bekal kita meneladani dan
mengimplem entasikann ya dalam kehidupan kita hari ini dan esok
Lalu mereka berkata, “tunjukkanl ah satu dalil saja dari Al Qu’ran dan Hadits yang
memerintah kan kita melakukan
peringatan Maulid atau
Mengapakah kita harus
memperinga ti Maulid Nabi
sedangkan Rasulullah dan apra
Sahabat tidak pernah melakukann ya”
Kalau ada dalil dari Al Qur’an dan Hadits atau
Rasulullah pernah
melakukany a maka
peringatan Maulid bukanlah perkara
baru.
Pada dasarnya amal kebaikan atau segala perkara diluar yang telah
diwajibkan Nya, hukum dasarnya
boleh selama tidak ada dalil yang melarangny a demikan pula dengan amal ketaatan atau segala
perkara yang telah diwajibkan Nya
(wajib dijalani dan wajib dijauhi), hukum dasarnya terlarang selama tidak ada
dalil yang memerintah kannya.
Dengan berpatokan bahwa
bid’ah hasanah adalah perkara baru yang tidak bertentang an dengan apa yang telah
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya atau perkara baru
yang tidak bertentang an dengan
kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat maka kita tidak
bingung jika menghadapi perkara
baru seperti contohnya kita boleh beraktivit as dengan jejaring sosial Facebook selama
aktivitas tersebut tidak bertentang an dengan kitab al Quran atau sunnah Rasul atau
ijma’ atau ucapan sahabat. Contoh yang bertentang an adalah menyengaja melihat atau mengakses situs porno.
Jadi segala sikap dan perbuatan kita yang akan dilakukan tanpa kecuali
harus ditimbang terlebih dahulu dengan apa yang telah
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya atau
petunjukNy a.
Cara mudah dan cepat untuk menimbangn ya dengan petunjukNy a adalah menggunaka n akal qalbu ( hati / lubb) sebagaimana ulil albab
Setiap jiwa manusia telah diilhamkan pilihan yang benar (haq) dan yang buruk (bathil)
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Dan Kami telah menunjukka n kepadanya dua jalan” (pilihan haq atau bathil)
(QS Al Balad [90]:10 )
“maka Allah mengilhamk an kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaann ya“. (QS As Syams
[91]:8 )
Hati tidak pernah berdusta
Firman Allah ta’ala yang artinya
‘Fu’aad (hati) tidak pernah mendustai apa-apa yang dilihatnya’ (QS
An Najm [53]:11).
Barang siapa yang dapat menggunaka n akal qalbu (hati / lubb) sebagaimana ulil albab yakni mereka yang
selalu menimbang dengan hati (fu’aad) setiap sikap dan perbuatan yang akan
dilakukan maka mereka termasuk orang yang selalu mengingat Allah
(dzikrulla h). Mereka yang
mengingat Allah (dzikrulla h)
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah ta’ala yang
artinya
“(yaitu) orang-oran g yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptaka n ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharala h kami dari siksa neraka” (QS Ali Imran [3] :
191)
Mereka yang tidak dapat menggunaka n hatinya untuk memahami
petunjukNy a atau tidak dapat menimbang
mana yang baik dan mana yang buruk atau mereka yang hatinya terhalang dari
cahayaNya atau mereka yang buta mata hatinya adalah karena dosa yang telah
diperbuat.
Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan
adalah bintik cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga
terhalang (terhijab) dari melihat
Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Sebagaiman a firman Allah
ta’ala yang artinya,
“Dan barangsiap a yang
buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta
(pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 :
72)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhn ya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah
hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
Jadi bagi mereka yang tidak dapat memutuskan apakah peringatan Maulid Nabi adalah perkara baik atau perkara
buruk, boleh jadi mereka belum dapat menggunaka n Akal Qalbu (hati / lubb) sebagaimana ulil albab atau dengan kata lain
mereka buta mata hatinya.
Kemungkina n semua ini
terjadi adalah akibat pengaruh indoktrini sasi yang dilakukan oleh
ulama-ulam a mereka selama ini.
Hal ini sama dengan yang terjadi pada pelaku bom bunuh diri di Solo,
Cirebon dan lainnya. Mereka kemungkina n besar akibat diindoktri nisasi oleh ulama mereka sehingga mereka tidak
dapat menggunaka n Akal Qalbu
(hati / lubb) sebagaimana ulil
albab. Mereka tidak dapat lagi membedakan antara mana yang baik dan mana yang buruk.
Semua itu disebabkan
mereka taqlid kepada ulama mereka. Mereka fanatik dengan pendapat
/ pemahaman ulama mereka
(ta’assub) dan mereka pada akhirnya menuhankan pendapat / pemahaman ulama mereka sendiri (istibdad bir
ro’yi)
Kami menyampaik an tulisan ini
dengan dorongan rasa saling mencintai kepada sesama muslim karena Allah ta’ala
semata. Semoga mereka dapat memahami apa-apa yang telah kami sampaikan selama
ini .
Semoga kita semua tidak termasuk mereka yang menyesal di akhirat kelak.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“(Yaitu) ketika orang-oran g yang diikuti itu berlepas diri dari
orang-oran g yang
mengikutin ya, dan mereka melihat
siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.”
(QS al Baqarah [2]: 166)
“Dan berkatalah
orang-oran g yang
mengikuti:
“Seandainy a kami dapat kembali
(ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka,
sebagaiman a mereka berlepas diri
dari kami.” Demikianla h Allah
memperliha tkan kepada mereka
amal perbuatann ya menjadi
sesalan bagi mereka; dan sekali-kal i
mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)
Ingatlah bahwa barang siapa mengada-ad a yang tidak diwajibkan menjadi diwajibkan atau sebaliknya , yang halal menjadi haram atau
sebaliknya , yang tidak dilarang
menjadi dilarang atau sebaliknya
maka itu adalah bid'ah dlolalah atau kesesatan dan bertempat di neraka karena
itu adalah penyembaha n diantara
yang menetapkan dan yang mengikuti
perkara baru tersebut. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/07/03/ bentuk-peny embahan/
'Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat
Rasulullah –pada waktu itu dia lebih
dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang
artinya, “Mereka menjadikan orang–oran g alimnya, dan rahib–rahi b mereka sebagai tuhan–tuha n selain Allah, dan mereka (juga
mempertuha nkan) al Masih putera
Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutuk an.“ (QS at
Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhn ya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta
itu“.
Maka jawab Nabi shallallah u alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para
pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan
menghalalk an sesuatu yang haram,
kemudian mereka mengikutin ya.
Yang demikian itulah penyembaha nnya
kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Rasulullah pun takut
jika dianggap sholat malam yang diikuti menjadi suatu kewajiban (jika
ditinggalk an berdosa)
sebagaiman a yang
disampaika n, “Pada pagi
harinya orang-oran g
mempertany akannya, lalu beliau
bersabda: “Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari
687) Matan hadits selengkapn ya
silahkan baca pada http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=10&a yatno=120& action=dis play&optio n=com_bukh ari
Oleh karenanya selama kita berkeyakin an bahwa sholat tarawih selama bulan Ramadhan
adalah amal kebaikan maka hal itu adalah bid'ah hasanah / mahmudah namun jika berkeyakinan bahwa sholat tarawih adalah kewajiban yang jika
ditinggalk an berdosa maka ini
termasuk ke dalam bid'ah dlolalah karena kewajiban hanyalah apa yang
ditetapkan oleh Allah Azza wa
Jalla dan disampaika n oleh
Rasulullah
shallallah u alaihi wasallam
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830