PERTANYAAN
:
Pertanyaan Titipan.
Kemaren Siang Siang Dia diUndang Temennya Acara Walimahan. Cuma Temennya yang
Nikah itu Orang Kristen, Acaranya pun di dalam GEREJA, dan Setelah Masuk
kedalamnya Teman ku Ga ikut Acaranya Resepsi, Cuma Kasih Amplop Berisi Uang,
lalu PuLang, Makan di Prasmanan Pun Ga Mau, PadahaL diTawari Makan Ama SohibuL
Hajatnya Mungkin Karena Takut Hidangannya Ga HALAL kali Yaaa ? Dia Berasumsi
Bahwa yang dihidangkan itu adalah Daging Babi. Pertanyaannya :
1. Apa Hukumnya Menghadiri
WaLimahan jika si SohibuL hajatnya itu orang Kristen ? Masihkah Menjadi Wajib
untuk Menghadirinya ?
2. Apakah termasuk dalam
Kategori Makanan yang Haram??? jika tmn ku itu berasumsi kLu Hidangan yang
dihidangkan di Prasmanan adalah Daging Babi. Buat yang jawab Saya ucapkan
JaZaakumuLLoohu KhoiroL Jazaa' [Budi
Imam Sanjaya].
JAWABAN
:
Hukumnya Ditafsil
:
·Boleh apabila kedatangannya
sebatas memenuhi undangan tanpa ada perasaan senang terhadap mereka atau
agamanya atau munkarat-munkarat yang lain.
·Haram bahkan bisa menjadi
kufur apabila kedatangannya disertai perasaan seperti senang terhadap mereka
atau agamanya atau munkarat-munkarat yang lain. Haram menghadiriya dan makanan
kalau jelas babi juga haram, harom itu bila ada kesenangan hati, silahkan buka
kitab bujairimi ala alkhotib 4/242 dan syarah bahjah 4/211.
تفسير
نووى ج 1 ص 94 | تفسير رازى ج 8 ص 10-11
واعلم
أن كون المؤمن موالياً للكافر يحتمل ثلاثة أوجه أحدها : أن يكون راضياً بكفره
ويتولاه لأجله ، وهذا ممنوع منه لأن كل من فعل ذلك كان مصوباً له في ذلك الدين ،
وتصويب الكفر كفر والرضا بالكفر كفر ، فيستحيل أن يبقى مؤمناً مع كونه بهذه الصفة .
وثانيها : المعاشرة الجميلة في الدنيا بحسب الظاهر ، وذلك غير ممنوع منه . والقسم
الثالث : وهو كالمتوسط بين القسمين الأولين هو أن موالاة الكفار بمعنى الركون إليهم
والمعونة ، والمظاهرة ، والنصرة إما بسبب القرابة ، أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن
دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر إلا أنه منهي عنه ، لأن الموالاة بهذا المعنى قد تجره
إلى استحسان طريقته والرضا بدينه ، وذلك يخرجه عن الإسلام
“Ketahuilah bahwa orang
mukmin menjalin sebuah ikatan dengan orang kafir berkisar pada tiga hal.
Pertama, ia rela atas kekufurannya dan menjalin ikatan karena factor tersebut.
Hal ini dilarang karena kerelaan terhadap kekufuran merupakan bentuk kekufuran
tersendiri. Kedua, interaksi social yang baik dalam kehidupan di dunia sebatas
dlahirnya saja. Ketiga, tolong-menolong yang disebabkan jalinan kekerabatan atau
karena kesenangan, disertai sebuah keyakinan bahwa agama kekafirannya adalah
agama yang tidak benar. Hal tersebut tidak menjerumuskan seorang mukmin pada
kekafiran, tetapi ia tidak diperbolehkan (menjalin ikatan di atas). Sebab
jalinan yang semacam ini (nomor 3) terkadang memberi pengaruh untuk memuluskan
jalan kekafiran dan kerelaan terhadapnya. Dan factor inilah yang dapat
mengeluarkannya dari Islam”.
حاشية
الجمل ج 4 ص 272-273
وَإِنَّمَا
تَجِبُ الْإِجَابَةُ أَوْ تُسَنُّ ( بِشُرُوطٍ مِنْهَا إسْلَامُ دَاعٍ وَمَدْعُوٍّ
) فَيَنْتَفِي طَلَبُ الْإِجَابَةِ مَعَ الْكَافِرِ لِانْتِفَاءِ الْمَوَدَّةِ
مَعَهُ نَعَمْ تُسَنُّ لِمُسْلِمٍ دَعَاهُ ذِمِّيٌّ لَكِنَّ سَنَّهَا لَهُ دُونَ
سَنِّهَا لَهُ فِي دَعْوَةِ مُسْلِمٍ.... ( قَوْلُهُ مِنْهَا إسْلَامٌ دَاعٍ إلَخْ
) وَمِنْهَا أَنْ لَا يَكُونَ الدَّاعِي فَاسِقًا أَوْ شِرِّيرًا طَالِبًا
لِلْمُبَاهَاةِ وَالْفَخْرِ.... ( قَوْلُهُ فَيَنْتَفِي طَلَبُ الْإِجَابَةِ ) أَيْ
وُجُوبُ ذَلِكَ أَوْ نَدْبُهُ مَعَ الْكَافِرِ أَيْ دَاعِيًا كَانَ أَوْ مَدْعُوًّا
لَكِنَّهُ إنْ كَانَ دَاعِيًا وَالْمَدْعُوُّ مُسْلِمًا كَانَ انْتِفَاءُ الطَّلَبِ
عَنْ الْمُسْلِمِ ظَاهِرًا ، وَإِنْ كَانَ بِالْعَكْسِ كَانَ انْتِفَاءُ الطَّلَبِ
عَنْ الْكَافِرِ غَيْرَ ظَاهِرٍ بِنَاءً عَلَى أَنَّهُ مُخَاطَبٌ بِالْفُرُوعِ
..... ( قَوْلُهُ دَعَاهُ ذِمِّيٌّ ) أَيْ ، وَقَدْ رُجِيَ إسْلَامُهُ أَوْ كَانَ
رَحِمًا أَوْ جَارًا وَإِلَّا لَمْ تُسَنَّ بَلْ تُكْرَهُ ا هـ ح ل .
“Dan diwajibkannya atau
disunnahkannya menghadiri walimah (resepsi) dikarenakan beberapa syarat. Di
antaranya adalah, Islamnya pihak pengundang dan yang diundang. Maka tidak ada
tuntutan untuk menghadiri undangan dari orang kafir, karena ketiadaan rasa kasih
sayang bersama mereka. (Tetapi) disunnhakan bagi orang Islam untuk mengundang
kafir dzimmi (kafir yang berada di bawah kekuasaan Negara Islam), tetapi nilai
kesunnahan mengundangnya berada satu tingkat di bawah kesunnahan mengundang
orang Islam lainnya”.
“(Ungkapan Pengarang
“Islamnya pengundang”). Di antaranya pula, pihak pengundang bukan orang fasiq
maupun orang buruk yang mencari jabatan dan pangkat”.
“(Ungkapan Pengarang “Tidak
ada tuntutan”). Yakni, (tidak) wajib dan (tidak sunnah), baik orang kafir
tersebut sebagai pengundang atau yang diundang, tetapi apabila ia sebagai
pengundang dan orang Islam sebagai tamu yang diundang, maka ketiadaan tuntutan
tersebut sudah jelas. Sebailknya, ketiadaan tuntutan menghadiri (undangan) dari
orang kafir masih belum jelas”.
“(Ungkapan Pengarang
“Mengundang kafir dzimmi”). Yakni, ada harapan agar dia masuk Islam atau karena
dia sebagai kerabat atau tetangga. Jika tidak, maka tidak disunnahkan bahkan
makruh (Syaikh Chalibi)”. [Ghufron
Bkl, Mbah Jenggot II].