Sebaiknya jangan menuduh saudara muslim lainnya sebagai ahlul bid'ah apalagi
tidak paham dengan apa yang dimaksud dengan bid'ah.
Dalam tulisan sebelumnya pada
http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/13/ definisi-bi dah/ telah kami uraikan bahwa
Definisi bid’ah yang berlaku sejak Nabi Adam a.s sampai sekarang dan sampai
akhir zaman adalah
Perkara baru diluar apa yang telah
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya
Secara umum bid’ah atau perkara baru atau perkara diluar apa yang telah
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya ada dua kategori yakni
bid’ah dlolalah dan bid’ah hasanah (mahmudah)
Bid’ah dlolalah adalah perkara baru yang bertentang an dengan apa yang telah
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya
Bid’ah hasanah adalah perkara baru yang tidak
bertentang an dengan apa yang
telah ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya.
Imam Asy Syafi’i ~rahimahul lah berkata “Apa yang baru terjadi dan
menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka
hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan
tidak menyalahi sedikitpun dari hal
tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”
Bahkan al- Imam Nawawi membaginya dalam 5 status hukum.
أن البدع خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة
“Sesungguh nya
bid’ah terbagi menjadi 5 macam ; bid’ah yang wajib, mandzubah (sunnah),
muharramah (bid’ah yang haram),
makruhah (bid’ah yang makruh), dan mubahah (mubah)” [Syarh An-Nawawi ‘alaa
Shahih Muslim, Juz 7, hal 105]
Mereka bertanya kalau perkara bid’ah secara umum terbagi dalam dua
macam perkara sebagaiman a yang
telah kami sampaikan lalu apa sebenarnya makna “kullu bid’atin dlolalah”
"Kullu" pada hadits tersebut bukan arti sebagaiman a yang diketahui oleh orang awam yakni
“seluruhny a” namun artinya
adalah “pada umumnya” atau “kebanyaka n”. Hal ini bisa dijelaskan dengan alat bahasa nahwu dan shorof.
“Kullu bid’atin dlolalah” maknanya “pada umumnya atau
kebanyakan bid’ah adalah
dlolalah atau kesesatan. Hadits
tersebut merupakan hadits yang bersifat umum kemudian
dijelaskan pada
hadits-had its yang lain seperti
Telah menceritak an kepada
kami Ya'qub telah menceritak an kepada kami Ibrahim bin Sa'ad dari
bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari 'Aisyah
radliallah u 'anha berkata;
Rasulullah
shallallah u 'alaihi wasallam bersabda:
Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada
perintahny a maka perkara itu
tertolak. Diriwayatk an pula
oleh 'Abdullah bin Ja'far Al Makhramiy dan 'Abdul Wahid bin Abu
'Aun dari Sa'ad bin Ibrahim. (HR Bukhari 2499) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=35&a yatno=7&ac tion=displ ay&option= com_bukhar i
Bid’ah dlolalah adalah perkara baru dalam “Urusan kami” atau di hadits
lain “dalam agama” atau perkara syariat yakni perkara yang
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya.
Perkara yang ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya adalah perkara yang wajib
dikerjakan dan perkara yang
wajib ditinggalk an atau perkara
kewajiban,
batas/ larangan dan
pengharama n
Rasulullah
shallallah u alaihi wasallam
bersabda, “Sesungguh nya Allah
telah mewajibkan beberapa
kewajiban, maka jangan kamu
sia-siakan dia; dan Allah telah
memberikan beberapa
batas/ larangan, maka jangan kamu
langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu, maka jangan kamu
pertengkar kan dia; dan Allah
telah mendiamkan beberapa hal
sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu
perbincang kan dia.” (Riwayat
Daraquthni ,
dihasankan oleh
an-Nawawi) .
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguh nya di masa kemudian
akan ada peperangan di antara
orang-oran g yang beriman.”
Seorang Sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-ora ng yang beriman) memerangi orang yang beriman,
yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Ya, karena
mengada-ad akan di dalam agama
(mengada-a da dalam perkara yang
merupakan hak Allah ta’ala menetapkan nya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharama n) , apabila mereka mengerjaka n agama dengan pemahaman
berdasarka n akal pikiran,
padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan,
perintah-N ya dan
larangan-N ya.” (Hadits riwayat
Ath-Thabar ani)
Bagian akhir hadits di atas menyampaik an bahwa “sesungguhn ya agama itu dari Tuhan,
perintah-N ya dan
larangan-N ya” serta telah
sempurna atau telah selesai segala perkara yang ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya atau telah selesai segala perkara yang wajib
dijalankan manusia dan wajib
dijauhi manusia ketika Nabi Sayyidina Muhammad Shallallah u alaihi wasallam di utus.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Pada hari ini telah
Kusempurna kan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupka n
kepadamu ni’mat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” ( QS Al Maaidah [5]:3 )
Jadi kita tidak boleh membuat perkara baru atau
mengada-ad a dalam perkara yang
merupakan hak Allah ta’ala untuk menetapkan Nya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharama n.
Contoh Rasulullah
menghindar i perkara baru dalam
kewajiban
Rasulullah bersabda,
“Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687)
Sumber: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=10&a yatno=120& action=dis play&optio n=com_bukh ari
Begitu juga dengan yang terjadi pada kaum nasrani sebagai yang
diriwayatk an berikut,
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat
Rasulullah –pada waktu itu dia lebih
dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang
artinya, “Mereka menjadikan orang–oran g alimnya, dan rahib–rahi b mereka sebagai tuhan–tuha n selain Allah, dan mereka (juga
mempertuha nkan) al Masih putera
Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutuk an.“ (QS at Taubah [9]
: 31)
, kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhn ya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta
itu“.
Maka jawab Nabi shallallah u alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para
pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan
menghalalk an sesuatu yang haram,
kemudian mereka mengikutin ya.
Yang demikian itulah penyembaha nnya
kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Jadi perkara baru diluar apa yang telah ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya atau mengada-ad a yang tidak diwajibkan menjadi diwajibkan atau sebaliknya , yang halal menjadi haram atau
sebaliknya , yang tidak dilarang
menjadi dilarang atau sebaliknya
maka itu adalah dlolalah atau kesesatan karena itu adalah
penyembaha n diantara yang
menetapkan dan yang mengikuti
perkara baru tersebut. Hal ini telah
diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/07/03/ bentuk-peny embahan/
Penyembaha n kepada
selain Allah ta’ala adalah kesyirikan yang merupakan dosa yang tidak
diampunkan oleh Allah Azza wa
Jalla.
Oleh karenanya dapatlah kita memahami perkataan
Rasulullah
shallallah u alaihi wasallam sebagai
berikut
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَ ةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhn ya Allah
menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahi hah No. 1620]
Jadi kita tidak boleh sembaranga n menuduh saudara muslim yang lain sebagai ahli
bid’ah karena bid’ah dlolalah adalah termasuk kesyirikan artinya sama saja kita
mengatakan kepada saudara muslim yang
lain sebagai “kamu kafir”.
Kita paham jika yang dituduh tidak melakukan
kesyirikan maka tuduhan itu akan
kembali pada yang mengucapka n (yang
menuduh)
Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar:
اِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأِخِهِ: يَا كَافِرُ! فَقَدْ بَاءَ بِهَا
أحَدُهُمَا فَاِنْ كَانَ
كَمَا قَالَ وَاِلَى رَجَعَتْ عَلَيْـهِ.
“Barangsiap a yang
berkata pada saudaranya ‘hai
kafir’ kata-kata itu akan kembali pada salah satu diantara keduanya. Jika tidak
(artinya yang dituduh tidak demikian) maka kata itu kembali pada yang
mengucapka n (yang menuduh)”.
Hadits riwayat At-Thabran i dalam Al-Kabir ada sebuah hadits dari Abdullah
bin Umar dengan isnad yang baik bahwa Rasulallah shallallah u alaihi wasallam pernah
memerintah kan:
كُفُّوْا عَنْ أهْلِ (لاَ إِِلَهَ إِلاَّ اللهُ) لاَ
تُكَفِّرُو هُمْ بِذَنْبٍ وَفِى
رِوَايَةٍ وَلاَ تُخْرِجُوْ هُمْ
مِنَ الإِسْلاَم ِ بِعَمَلٍ.
“Tahanlah diri kalian (jangan menyerang) orang ahli ‘Laa ilaaha illallah’ (yakni orang
Muslim). Janganlah kalian mengkafirk an
mereka karena suatu dosa”.
Dalam riwayat lain dikatakan : “Janganlah kalian mengeluark an mereka dari Islam karena suatu amal (
perbuatan) ”.
Hadits riwayat Bukhori, Muslim dari Abu Dzarr ra. telah mendengar
Rasulallah
shallallah u alaihi wasallam.
bersabda:
وَعَنْ أبِي ذَرٍّ (ر) اَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ .صَ. يَقُوْلُ :
مَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْر ِ
أوْ قَالَ: عَـدُوُّ اللهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ أِلاَّ حَارَ
عَلَيْهِ(ر واه البخاري و مسلم)
“Siapa yang memanggil seorang dengan kalimat ‘Hai Kafir’, atau ‘musuh Allah’,
padahal yang dikatakan itu tidak demikian, maka akan kembali pada dirinya
sendiri”.
Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Itban bin Malik ra berkata:
وَعَنْ عِتْبَانَ ابْنِ مَالِكٍ (ر) فِي حَدِيْثِهِ الطَّوِيْل ِ الْمَشْهُو ْرِ الَّذِي تَقَدََّّم ِ فِي بَابِ الرََََََّ ََجََاءِ قَالَ :
قَامَ النَّبِيّ .صَ. يُصَلِّّي فَقَالَ: اَيْنَ مَالِكُُ بْنُ
الدُّخْشُم ِ؟ فَقَالَ رَجُلٌ:
ذَالِكَ مُنَافِقٌ, لاَ يُحِبُّ اللهَ
وَلاَ رَسُولَهُ,
فَقَالَ النَّبِيُّ .صَ. :
لاَتَقُلْ ذَالِكَ, أَلاَ تَرَاهُ قَدْ قَالَ: لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُ
يُرِيْدُ بِذَالِكَ وَجْهَ اللهِ وَاِنَّ اللهَ قدْ حَرَّمَ عَلَي النَّاِر مَنْ
قَالَ :
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ يَبْتَغِي بِذَالِكَ وَجْهَ الله (رواه البخاري و
مسلم)
“Ketika Nabi shallallah u alaihi wasallam berdiri sholat dan bertanya:
Dimanakah Malik bin Adduch-syu m?
Lalu dijawab oleh seorang: Itu munafiq, tidak suka kepada Allah dan
Rasul-Nya. Maka Nabi
shallallah u alaihi wasallam
bersabda: Jangan berkata demikian, tidakkah kau tahu bahwa ia telah
mengucapka n
‘Lailahail allah’ dengan ikhlas
karena Allah. Dan Allah telah mengharamk an api neraka atas orang yang
mengucapka n Laa ilaaha illallah dengan
ikhlas karena Allah”.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830