PERTANYAAN
:
APA BOLEH MENYAMAK dengan
KOTORAN BURUNG ?. [Mansur
Chan Loch].
JAWABAN
:
Menurut kalangan
Syafi'iyyah, Malikiyyah dan sebagian pendapat dari madzhab hanabilah BOLEH
karena tujuan menyamak kulit adalah menghilangkan lendir-lendir yang dapat
membuat kulit menjadi rusak dan busuk sebelum dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
manusia.
- Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah
XX/228 :
وَذَهَبَ
فُقَهَاءُ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ
: إِلَى أَنَّهُ لاَ يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ الدِّبَاغُ طَاهِرًا ، فَإِنَّ
حِكْمَةَ الدِّبَاغِ إِنَّمَا هِيَ بِأَنْ يُزِيل عُفُونَةَ الْجِلْدِ
وَيُهَيِّئَهُ لِلاِنْتِفَاعِ بِهِ عَلَى الدَّوَامِ . فَمَا أَفَادَ ذَلِكَ جَازَ
بِهِ ، طَاهِرًا كَانَ كَالْقَرَظِ وَالْعَفْصِ ، أَوْ نَجِسًا كَزَرْقِ الطُّيُورِ
(1) …. وَالْمَذْهَبُ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ
الدِّبَاغُ طَاهِرًا ، لأَِنَّهَا طَهَارَةٌ مِنْ نَجَاسَةٍ فَلَمْ تَحْصُل
بِنَجِسٍ ، كَالاِسْتِجْمَارِ وَالْغَسْل (2) .
(1)
ابن عابدين 1 / 136 ، والدسوقي 1 / 55 ، ومغني المحتاج 1 / 82 ، وكشاف القناع 1 /
56 ، والمغني 1 / 70 .
(2)
المغني 1 / 70 ، وكشاف القناع 1 / 76 .
Para Ulama Fiqh Kalangan
Madhab Malikiyyah, Syafi’iyyah dan sebagian pendapat di kalangan madzhab
Hanabilah menilai tidak disyaratkannya perkara yang dibuat menyamak kulit harus
suci sebab hikmah dalam menyamak adalah agar kebusukan kulit sebelum
dimanfaatkan selamanya dapat menghilangkan, apapun yang dapat menghilangkannya
diperbolehkan baik berupa perkara suci seperti al-Qarazh (semacam daun akasia)
dan al’Afsh (nama pepohonan) ataupun berupa perkara najis seperti kotoran burun.
( Ibn ‘Aabidiin I/136, ad-Dasuuqy I/55, Mughni al-Muhtaaj I/82, Kisyaaf
al-Qinaa’ I/56 dan al-Mughny I/70 ).
Sedangkan pendapat yang
dijadikan pilihan dikalangan Madzhab Hanabilah disyaratkannya perkara yang
dibuat menyamak kulit harus suci karena menyamak adalah menghilangkan najis maka
tidak dapat berhasil menggunakan perkara najis seperti pada masalah bersuci
menggunakan batu (peper-java.pent) dan masalah mandi. (al-Mughny I/70 dan
Kisyaaf al-Qinaa’ I/76).
- Hasyiyah al-Bujairomi
VI/50 :
وَيَحِلُّ
تَسْمِيدُ الْأَرْضِ بِالزِّبْلِ وَدَبْغُ الْجِلْدِ بِالنَّجَسِ وَلَوْ مِنْ
مُغَلَّظٍ مَعَ الْكَرَاهَةِ فِيهِمَا
Boleh hukumnya merabuk
tanah dengan kotoran binatang dan menyamak kulit dengan najis meskipun dengan
najis mugholladzoh disertai makruh pada keduanya. Wallaahu A'lamu Bis Showaab.
[Masaji
Antoro].