Ketahuilah, sesungguhnya
pengetahuan tentang yang ghaib (ilmu ghaib) telah tetap dalam Al Qur’an, baik
yang berupa dzati dan i’tho’i (pemberian), dan beriman
kepadanya adalah fardlu hukumnya. Ilmu yang dzati khusus milik Allah ta’ala
dan yang i’tho’i tetap pada para Nabi dan
wali, seperti yang telah difirmankan Allah,
ذَلِكَ
مِنْ اَنْبآءِ الْغَيْبِ نُوحِيْهِ اِلَيْكَ
“Yang
demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang kami wahyukan
kepadamu (Muhammad).”(QS. Ali
Imran,
44)
ذَلِكَ
مِنْ اَنْبآءِ الْغَيْبِ نُوحِيْهِ اِلَيْكَ
“Demikian
itu (adalah) diantara berita-berita tentang yang ghaib yang kami wahyukan
kepadamu (Muhammad).”(QS.
Yusuf,
102)
تِلْكَ
مِ اَنْبآءِ الْغَيْبِ نُوحِيءهَا اِلَيْكَ
“Itu
adalah diantara berita-berita penting tentang yang ghaib yang kami wahyukan
kepadamu (Muhammad).”(QS. Hud, 49)
وَ
مَا كَانَ اللهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَ لَكِنَّ اللهَ يَجْتَبِي مِنْ
رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan
tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara rasu-rasul-Nya.”
(QS. Ali
Imran, 179)
وَ
عَلَّمَكَ مَا لَمْ تَعْلَمُ وَ كَانَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكَ عَظِيْماً
“.. dan
Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia
Allah sangat besar atasmu.”(QS. An Nisa’,
113)
وَ
لَمَّا بَلَغَ اَشُدَّهُ آتَيْناَهُ حُكْماً وَ عِلْماً
“Dan
tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu.” (QS. Yunus, 22)
فَوَجَداَ
عَبْداً مِنْ عِبَادِناَ آتَيْناَهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِناَوَ عَلَّمْنَاهُ مِنْ
لَدُناَّ عِلْماً
“Lalu
mereka bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari Kami.” (QS. Al Kahfi,
65)
وَ
لُوطاً آتَيْنَاهُ حُكْماً وَ عِلْماً
“Dan
kepada Nuh as, Kami telah berikan hikmah dan ilmu.” (QS. Al Anbiya’,
74)
فَفَهَّمْناَهاَ
سُلَيْمَانَ وَ كُلاًّ آتَيْناَهُ حُكْماً وَ عِلْماً
“Maka
Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman as tentang hukum (yang lebih
tepat) dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu.”
(QS. Al
Anbiya’, 79)
وَ
لَقَدْ آتَيْناَ دَاوُدَ وَ سُلَيْمَانَ عِلْماً وَ قَالَا الْحَمْدُ للهِ الَّذِي
فَضَّلَناَ عَلَى كَثِيْرٍ مِنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan
sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud as dan Sulaiman as, dan
keduanya mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari
kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman.” (QS. An Naml,
15)
وَ
لَماَّ بَلَغَ اَشُدَّهُ وَ اسْتَوَى آتَيْناَهُ حُكْماً وَ عِلْماً وَ كَذَلِكَ
نَجْزِي الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan
setelah Musa as cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah
(kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Qashash,
14)
وَ
مَا مِنْ غَائِبَةٍ فِي السَّماَءِ وَ الْأَرْضِ اِلاَّ فِي كِتاَبٍ
مُبِيْنٍ
“Tiada
sesuatupun yang ghaib dilangit dan bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang
nyata (lauhul mahfudz).” (QS. An Naml,
75)
عَالِمُ
الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ اَحَداً اِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ
رَسُولٍ
“(Dia
adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada rasul yang
diridloi-Nya.”
(QS. Al Jin, 26-27)
وَ
مَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِيْنٍ
“Dan
dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang
ghaib.”(QS. Al
Takwir, 24)
Pengetahuan tentang yang
ghaib bagi Nabi adalah kulli, bila dinisbatkan kepada
pengetahuannya makhluk, dan juz’i, bila dinisbatkan dengan
pengetahuannya Allah, karena Nabi SAW mengetahui Lauhul Mahfudz yang didalamnya
terdapat segala sesuatu sampai hari kiamat, artinya apa yang telah ada dan apa
yang akan ada sampai hari kiamat, seperti yang telah dikatakan oleh pengarang
kitab Al
Burdah,
وَ
مِنْ عُلُومِكَ عِلْمُ اللَّوْحِ وَ الْقَلَمِ
“Diantara
ilmumu adalah mengetahui al lauh dan qalam.”
Syeikh Zaadah (: Muhammad
bin Mustafa) dalam mensyarahi bait itu berkata, “Sesungguhnya min (مِنْ) dalam bait itu
adalah berfaidah tab’idliyyah, artinya ilmu tentang lauh
adalah sebagian dari ilmunya Nabi SAW, sehingga akan bertambah ilmu beliau
tentang apa yang telah ada dan apa yang akan terjadi. Allah ta’ala
berfirman,
وَ
لاَ يُحِيْطُونَ بِشَيئٍ مِنْ عِلْمِهِ اِلاَّ بِماَ شَاءَ
“Dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya.”(QS. Al Baqarah,
255)
Dalam Ma’alim
Al Tanzil
diterangkan, artinya mereka tidak akan bisa meliputi sesuatu dari ilmu ghaib
kecuali pada sesuatu yang Dia kehendaki, yaitu dari apa yang telah diberi
tahukan oleh para rasul.
Pengarang Al
khazin
berkata, “Artinya Dia memperlihatkannya kepada mereka, dan mereka adalah para
Nabi dan Rasul, supaya apa yang telah Dia perlihatkan kepada mereka, yaitu ilmu
ghaib, menjadi petunjuk atas kenabian mereka, seperti firman-Nya,
فَلاَ
يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ اَحَداً اِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ
“Maka
Dia tidak memperlihatkan kepada seorang-pun tentang yang ghaib itu, kecuali
kepada rasul yang diridloi-Nya.” (QS. Al Jin,
26-27)
Pengarang Al
Kabir berkata,
“Mereka tidaklah mengetahui yang ghaib kecuali Allah ta’ala memperlihatkan
kepada sebagian Nabi-Nya pada sebagian yang ghaib, seperti
firman-Nya,
عَالِمُ
الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ اَحَداً اِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ
رَسُولٍ
“(Dia
adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada rasul yang
diridloi-Nya.”
(QS. Al- Jin, 26-27)
Dalam Al
Baidlawi
dijelaskan dibawah ayat ini,
وَ
مَا كَانَ اللهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَ لَكِنَّ اللهَ يَجْتَبِي مِنْ
رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan
tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara
rasu-rasul-Nya.” (QS. Ali Imran,
179)
“Dan Allah tidak akan
memberikan kepada seseorang dari kalian ilmu ghaib sehingga dia bisa melihat apa
yang ada didalam hati, yaitu dari kekufuran dan iman, tetapi Allah memilih untuk
kerasulan-Nya orang yang Dia kehendaki, lalu memberi wahyu dan mengabarkan
kepadanya sebagian dari yang ghaib.”
Pengarang Al
Khazin
berkata, “Tetapi Allah memilih dari para Rasul-Nya lalu Dia memperlihatkan
kepadanya hal yang ghaib yang Dia kehendaki.”
Dalam Al
Jamal
dijelaskan, “Maknanya adalah tetapi Allah memilih dari para rasul-Nya orang yang
Dia kehendaki lalu Dia memperlihatkan kepadanya hal yang ghaib.”
Dalam Al
Jalalain
diterangkan, “Tetapi Allah memilih orang yang Dia kehendaki lalu Dia
memperlihatkan kepadanya keghaiban-Nya, seperti Nabi SAW bisa melihat keadaan
orang munafik.”
Syeikh Ahmad, pengarang
Al Shawi
‘Ala Al Jalalain, berkata, “Kecuali para
rasul yang Dia telah memperlihatkan kepada mereka hal yang ghaib.”
Allah ta’ala
berfirman,
اَلرَّحْمنُ
عَلَّمَ الْقُرْآنَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
“(Tuhan)
yang maha pemurah, yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia.
Mengajarnya al bayan.” (QS. Ar Rahman,
1-4)
Pengarang Al
Khazin
berkata, “Ada yang mengatakan bahwa yang dikehendaki dari (al
insaan) dalam
ayat diatas adalah Muhammad SAW, (Dia telah mengajarkan kepadanya al
bayan),
artinya penjelasan dari apa yang telah ada dan apa yang akan ada, karena Dia
memberi tahu tentang orang-orang awal dan akhir, dan hari
pembalasan.”
Pengarang Al
Shawi berkata,
“Ada ulama’ yang mengatakan bahwa dia adalah Muhammad SAW, karena beliau adalah
manusia sempurna, yang diinginkan dengan al
bayan adalah
mengetahui apa yang telah ada dan apa yang akan ada serta apa yang wujud.”
Seperti itulah penjelasan dari Sayyidi Maulana Syeikhul Muhadditsiin Ghulam
Rasul Lailbury.
Allah ta’ala
berfirman,
وَ
مَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِيْنٍ
“Dan
dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang
ghaib.”(QS. Al
Takwir, 24)
Pengarang kitab
Al
Khazin
berkata, “Dia berkata, “Sesungguhnya Dia telah memberikan kepadanya pengetahuan
tentang yang ghaib, maka tidaklah dia bakhil dengannya kepada kalian. Tetapi dia
mengajarkannya dan mengabarkannya kepada kalian, dan dia tidak akan
menyembunyikannya.”
Allah ta’ala berfirman,
وَ
نَزَّلْناَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْياَناً لِكُلِّ شَيئٍ
“....
dan Kami turunkan kepadamu al kitab (al Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu.”(QS.
An Nahl, 89)
Dan tidaklah Aku
meninggalkan dalam al Kitab sesuatu. Mujahid bin Ibnu Suraqah ra berkata,
“Tidaklah ada sesuatu dalam alam kecuali sudah ada dalam Kitabullah.”
(Al
Itqan).
Nabi saw mengetahui lauhul
mahfudz yang didalamnya terdapat segala sesuatu sampai hari kiamat, seperti
dalam firman Allah ta’ala,
وَ
كُلُّ صَغِيْرٍ وَ كَبِيْرٍ مُسْتَطَرْ
“Dan
segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis.”
(QS. Al Qamar,
53)
لاَ
حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَ لاَ رَطْبٍ وَ لاَ يَابِسٍ اِلاَّ فِي كِتَابٍ
مُبِيْنٍ
“Dan
tidaklah jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi dan tidaklah sesuatu yang
basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (lauhul
mahfudz).”
(QS. Al An’am, 59)
لاَ
اَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَ لاَ اَكْبَرَ اِلاَّ فِي كِتاَبٍ مُبِيْنٍ
“Tidak
ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar itu, melainkan (semua
tercatat) dalam kitab yang nyata (lauhul mahfudz).” (QS. Yunus, 61)
وَ
كُلَّ شَيئٍ اَحْصَيْناَهُ فِي اِماَمٍ مُبِيْنٍ
“Dan
segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (lauhul
mahfudz).”
(QS. Yaa Siin, 12)
Shulthanul Auliya’ wa
Burhanul Ashfiya’ Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Sirr Al
Asrar berkata,
“Beliau bersabda, “Sesungguhnya diantara ilmu adalah seperti sesuatu yang
tersimpan yang tidak akan bisa mengetahuinya kecuali para ulama’ Allah, maka
ketika mereka menguasainya, maka ahli
izzah tidak
akan mengingkarinya. Orang arif
(orang yang
ma’rifat) akan mengatakan sesuatu yang ada dibawahnya sedangkan orang alim akan
mengatakan sesuatu yang ada diatasnya, karena ilmunya arif adalah rahasia Allah
ta’ala yang tidak akan mengetahuinya selain Dia kecuali pada apa yang Dia
kehendaki, seperti firman-Nya,
وَ
لاَ يُحِيْطُونَ بِشَيئٍ مِنْ عِلْمِهِ اِلاَّ بِماَ شَاءَ
“Dan
mereka tidak mengetahui sedikitpun dari ilmu Allah melainkan sekedar yang
dikehendaki-Nya.” (Al Baqarah,
255)
Artinya para nabi dan wali,
karena mereka bisa mengetahui rahasia dan sesuatu yang samar.”
Allah ta’ala
berfirman,
اَ
فَتُؤْمِنُ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَ تَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَماَ جَزآءُ مَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ مِنْكُمْ اِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْياَ وَ يَومَ
الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ اِلَ اَشَدِّ الْعَذَابِ (البقرة 85)
“Apakah
kamu beriman kepada sebagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang
lainnya? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikan dari padamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada
siksa yang sangat berat.”
Dalam Al
Misykah
Abdurrahman bin Aisyah berkata, “Rasulullah SAW bersabda,
رَأَيْتُ
رَبِّي عز و جل فِي اَحْسَنِ صُورَةٍ قَالَ فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى
قُلْتُ اَنْتَ اَعْلَمُ قَالَ فَوَضَعَ كَفَّهُ بَيْنَ كَتِفِي فَوَجَدْتُ
بَرْدَهاَ بَيْنَ ثَدْيِي فَعَلِمْتُ مَا فِي السَّموَاتِ وَ مَا فِي
الْأَرْضِ
“Aku
melihat Tuhanku azza wa jalla dalam bentuk yang paling indah. Dia berkata,
“Tahukah kamu pada apa perkumpulan yang mulia berdebat?” aku berkata, “Engkau
yang lebih tahu.” Beliau berkata, “Lalu Dia menaruh telapak tangan-Nya diantara
tulang bahuku kemudian aku merasakan dinginnya didadaku lalu aku bisa tahu apa
yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi.”
Kemudian belaiu membaca
ayat,
وَ
كَذَلِكَ نُرِي اِبْرَاهِيْمَ مَلَكُوتَ السَّموَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ لِيَكُونَ
مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim as tanda-tanda keagungan (Kami yang
terdapat) dilangit dan bumi. Dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk
orang-orang yang yakin.” (QS. Al An’am,
75)
Dalam Al
Mirqah
diterangkan, Ibnu Hajar berkata, “Artinya semua yang ada dilangit bahkan apa
yang ada diatasnya seperti yang telah diambil dari cerita mi’raj, dan semua yang
ada dibumi yang tujuh lapis bahkan apa yang ada dibawahnya seperti yang telah
beliau ceritakan, yaitu dari sapi, ikan yang ada diatas bumi. Artinya
sesungguhnya Allah ta’ala telah memperlihatkan kepada Ibrahim as alam malakut
langit dan bumi, dan membukakan pintu keghaiban untuknya.”
Dalam kitab Al
Bukhari
dijelaskan, Umar berkata, “Rasulullah SAW telah mendirikan suatu maqam lalu
memberi tahu kami tentang awal penciptaan sampai masuknya penghuni surga kedalam
surga dan penghuni neraka ketempatnya, yang akan menghapalnya orang yang
menghapalkannya dan akan lupa padanya orang yang melupakannya.”
Dalam Al
Muslim
diterangkan, dari Hudzaifah, dia berkata, “Rasulullah SAW telah mendirikan pada
kami sebuah maqam yang beliau tidaklah meninggalkan sesuatu yang ada dimaqam itu
sampai datangnya hari kiamat. Jika beliau menceritakannya maka akan hapal orang
yang menghapalkannya dan akan lupa orang yang melupakannya.”
Dijelaskan dalam
Al
Musnad dan
Al
Thabrani, Abu
Dzarr ra berkata, “Kami telah meninggalkan Rasulullah SAW dan tidaklah burung
menggerakkan sayapnya kecuali kami mengingat ilmu bersama beliau.”
Dalam Al
Mirqah
diterangkan, beliau memberi tahu mereka perkara yang telah lalu, yaitu dari
ceritanya orang-orang awal sebelum kalian, dan perkara yang akan ada setelah
kalian, artinya cerita orang-orang akhir dunia, dan keadaan semuanya diakhir
perkaranya.
Dalam Al
Zarqani ‘Ala Al Mawahib diterangkan, Imam Al
Qasthalani berkata, “Telah masyhur dan tersebar perkara beliau SAW diantara para
sahabat akan bisa melihatnya beliau pada hal-hal yang ghaib.”
Al Allamah Al Zarqani
berkata, “Hadits-hadits sudah mutawattir dan maknanya telah sepakat akan bisa
melihatnya beliau pada yang ghaib.”
Dalam Al
Shawi
diterangkan, yang benar adalah sesungguhnya Nabi kita SAW tidak akan keluar dari
dunia ini hingga Dia memperlihatkan kepada beliau kelima perkara itu namun
beliau disuruh untuk menyembunyikannya.”
Dalam Tafsir
Al Ahmadi
dijelaskan, dan bagi kita untuk mengatakan bahwa ilmu tentang kelima perkara itu
meskipun tidak akan memilikinya kecuali Allah, namun boleh jika Dia
mengajarkannya kepada orang yang Dia kehendaki, yaitu dari orang yang Dia cintai
dan para wali-Nya dengan qarinah firman-Nya,
اِنَّ
اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Sesungguhnya
Allah ta’ala maha mengetahui lagi maha mengenal.” (QS. Luqman, 34)
Dengan menjadikan lafal
khabiir bermakna al
mukhbir (:
yang memberi berita).”
Syeikh Abdul Qadir Al
Jailani dalam Al Fath
Al Rabbani
berkata, “Dan ketika seorang wali quthub bisa mengetahui amalnya penghuni dunia,
bagian-bagian mereka, ta’wilan perkara mereka, bisa melihat gudangnya rahasia
dan tidak samar bagi mereka sesuatu di dunia, yaitu dari kebaikan dan kejelekan,
karena dia adalah satu-satunya orang yang dipercaya oleh Sang Penguasa,
pengganti para nabi dan Rasul-Nya dan kepercayaan kerajaan.” Maka itu adalah
keadaan wali quthub dizamannya.
Dalam Al
Fuyudl Al Haramain dijelaskan, telah
dianugerahkan kepadaku dari langkah beliau SAW cara naiknya seorang hamba dari
tempatnya ketempat yang suci sehingga akan menjadi jelas baginya segala sesuatu,
seperti yang telah diceritakan dalam kisah mi’raj.
Kemudian ditempat yang lain
dia berkata, “Orang arif akan tertarik kedaerah kebenaran sehingga dia akan
menjadi berada disisi Allah, lalu akan menjadi jelas baginya segala sesuatu,
seperti yang telah dijelaskan oleh Maulana Syeikh Abdul Aziz dalam Tafsir
Azizi.”
Adapun ilmu ghaib yang
dzati, maka terkhusus milik
Allah ta’ala, seperti dalam firman-Nya,
وَ
عِنْدَهُ مَفَاتِيْحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهاَ اِلاَّ هُوَ
“Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri.” (QS. Al An’am,
59)
قُلْ
لاَ اَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزآئِنُ اللهِ وَ لاَ اَعْلَمُ الْغَيْبَ وَ لاَ
اَقُولُ لَكُمْ اِنِّي مَلَكٌ
“Katakanlah,
“Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak
(pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa
aku seorang malaikat.” (QS. Al An’am,
50)
وَ
لَو كُنْتُ اَعْلَمُ الْغَيْبَ لَأَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَ مَا مَسَّنِيَ
السُّوءُ
“Dan
sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku menginginkan kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan tertimpa kemudharatan.” (QS. Al A’raf,
188)
قُلْ
لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّموَاتِ وَ الَأَرْضِ الْغَيْبَ اِلاَّ اللهُ
“Katakanlah,
“Tidak seorangpun dilangit dan dibumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali
Allah.” (QS.
An Naml, 65)
اِنَّ
اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَ يُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَ يَعْلَمُ مَا فِي
الْأَرْحَامِ
“Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisinya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dia-lah
yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada didalam rahim.” (QS. Luqman,
34)
Adapun ilmu ghaib yang
i’tho’i, maka sudah tetap seperti
yang sudah dijelaskan didepan.
Pengarang Al
Hawi berkata
setelah ayat ini,
يَسْئَلُونَكَ
عَنِ السَّاعَةِ اَياَّنَ مُرْسَاهاَ
“Mereka
menanyakan kepadamu tentang hari kiamat, “Bilakah terjadinya.” (QS. Al A’raf,
187)
“Perkara yang wajib diimani
adalah Rasulullah SAW tidak akan berpindah dari dunia hingga Allah ta’ala
memperlihatkan kepada beliau semua yang ghaib yang akan terjadi didunia dan
akhirat, sehingga beliau mengetahuinya seperti halnya perkara itu adalah sebuah
keyakinan yang mantap, berdasarkan hadits yang telah datang,
رُفِعَتْ
لِي الدُّنْياَ فَأَنْظُرُ فِيْهاَ كَماَ اَنْظُرُ اِلَى كَفِّي هَذِهِ
“Dunia
diangkat kepadaku lalu aku melihatnya seperti aku melihat telapak tanganku
ini.”
Dan telah datang hadits
yang menjelaskan bahwa beliau telah melihat surga dan segala isinya, neraka dan
segala isinya dan yang lainnya, yang hadits-hadits tersebut telah mutawattir,
namun beliau diperintahkan untuk menyembunyikan sebagiannya. (Al
Shawi jilid
2).
Al Shawi berkata setelah
ayat dibawah ini,
وَ
لَو كُنْتُ اَعْلَمُ الْغَيْبَ لَأَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَ مَا مَسَّنِيَ
السُّوءُ
“Dan
sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku menginginkan kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan tertimpa kemudharatan.” (QS. Al A’raf,
188)
“Jika kalian mengatakan
bahwa itu adalah musykil beserta telah terdahulu kalau beliau mengetahui semua
keghaiban dunia dan akhirat, maka jawabannya adalah beliau mberkata seperti itu
untuk bertawadlu’ atau ilmunya beliau pada yang ghaib adalah ilmu dari segi
keghaiban-keghaiban itu dipastikan kepada beliau untuk mengira-ngirakan sesuatu
yang telah dipastikan oleh Allah terjadinya. Sehingga maknanya juga, seandainya
ada padaku ilmu yang hakiki, yaitu dengan aku memastikan pada apa yang aku
inginkan terjadinya, maka pasti aku akan memperbanyak kebajikan.”
Al Nawawi dalam syarahnya
berkata, “Tidaklah mulia kedudukan Nabi SAW kecuali ilmu tentang ruh. Bagaimana
bisa, padahal beliau diberi ilmu tentang orang-orang awal dan akhir, dan dalam
ayat tidak ada petunjuk kalau beliau mengetahuinya. [ Hakam
eLChudrie
].