PERTANYAAN
:
Assalamu'alaikum, nitip
pertanyaan dari teman, sebut saja namanya tini, tini nikah sama toyyib. Baru 3
bulan tini hamil setelah 6 bulan toyyib menghilang tanpa kabar, tini sudah
berusaha mencari toyyib tetapi juga tdak ketemu, tahun berganti tahun tak terasa
sudah 10 tahun, karena ayah tini tak tega lihat tini hidup sendirin ngidupin
buah hati, akhirnya ayahnya menjodohkan tini. Pertanyaannya apa boleh & sah
jika tini nikah lagi dengan laki-laki lain ? suwun. [Irul
Kusnia Wati].
JAWABAN
:
Langkah pertama, harus
melalui / melibatkan hakim, ketika seorang suami hilang entah kemana, maka
hukumnya ada dua pendapat.
1.Qoul qodim, istri termasuk
kategori yang berhak mengajukan fasakh, tetapi harus menunggu sampai empat
tahun, asumsi ini sebagai ukuran kepastian matinya si suami, setelah empat tahun
habis, si istri harus menjalani 'iddah wafat (4 bulan 10 hari), setelah 'iddah
habis baru dia bisa menikah. kepastian dan penentuan kematian si suami harus
melalui hakim. ketentuan hukum ini berdasarkan ijtihad Sayyidina Umar
RA.
2.Qoul jadid, istri TIDAK
boleh fasakh dan harus bersabar menunggu nasib, pendapat ini berdasarkan
qoul/ijtihad sayyidina Ali KW.
- Kitab almajmu' 18/155
:
فصل
: إذا فقدت المرأة زوجها و انقطع عنها خبره ففيه قولان : أحدهما و هو قوله في
القديم أن لها أن تفسخ النكاح ثم تتزوج لما روى عمر بن دينار عن يحيى بن جعدة أن
رجلا استهوته الجن فغاب عن امرأته فأتت عمر بن الخطاب رضي الله عنه فأمرها أن تمكث
أربع سنين ثم أمرها أن تعتد ثم تتزوج و لأنه إذا جاز الفسخ لتعذر الوطء بالتعنين و
تعذر النفقة بالإعسار فلأن يجوز ههنا و قد تعذر الجميع أولى
[ Fashlun ] Apabila seorang
istri kehilangan suaminya dan tidak ada berita (tentang kondisi dan posisinya),
maka ada dua qoul :
1. Qoul qodim, si istri
berhak melakukan fasakh lalu menikah. pendapat ini berdasarkan riwayat dari Umar
bin Dinar dari yahya bin Ju’dah, bahwa ada seorang laki-laki yang disukai oleh
Jin, lantas dia hilang meninggalkan istrinya. Lalu Si istri mendatangi Umar bin
Khottob. Dan Umar bin Khottob menyuruh si istri untuk menunggunya selama 4
(empat) tahun ditambah ‘iddah wafat (4 bulan 10 hari), setelah itu diperbolehkan
menikah. Umar berijtihad seperti ini dengan alasan (menggunakan qiyas awlawi)
bahwa ketika seorang istri dibolehkan minta fasakh karena kondisi mandulnya
suami atw karena tidak mampunya suami memberi nafkah, maka kondisi ini
(hilangnya suami) jelas lebih memungkinkan untuk fasakh.
و
الثاني و هو قوله في الجديد و هو الصحيح أنه ليس لها الفسخ لأنه إذا لم يجز الحكم
بموته في قسمة ماله لم يجز الحكم بموته في نكاح زوجته
2. Qoul jadid dan ini qoul
yang shohih, si istri tidak boleh memfasakh, alasannya, dalam hal harta suami
ketika si suami belum dipastikan kematiannya maka hartanya tidak bisa dibagikan
sebagai warisan (dijadikan tirkah), yang karenanya tidak boleh pula menghukumi
si suami telah meninggal sebagai alasan untuk bisa menikah.
و
قول عمر رضي الله عنه يعارضه قول علي عليه السلام تصبر حتى يعلم موته و يخالف فرقة
التعنين و الإعسار بالنفقة لأن هناك ثبت سبب الفرقة بالتعنين و ههنا لم يثبت سبب
الفرقة و هو الموت
Adapun ucapan Umar….si
istri harus menunggu 4 tahun…. Ini berlawanan dengan ucapan Sayyidina Ali yang
menyatakan….. harus bersabar sampai diyakini kematiannya (suami)…..
Qoul Umar ini Juga
berlawanan dengan status fasakh karena mandulnya suami. Mandulnya suami bisa
menjadi sebab bolehnya fasakh, dan fasakh karena mandul ini adalah fasakh karena
sesuatu yng sudah tetap/nyata. Sementara fasakh karena sangkaan kematian suami
adalah fasakh karena sesuatu yang belum pasti (baru asumsi).
Jadi, qoul Umar berlawanan
dengan dua hal yaitu qoul Ali dan kriteria fasakh.
فإن
قلنا بقوله القديم قعدت أربع سنين ثم تعتد عدة الوفاة ثم تتزوج لما رويناه عن عمر
رضي الله عنه و لأن يمضي أربع سنين يتحقق براءة رحمها ثم تعتد لأن الظاهر أنه مات
فوجب عليها عدة الوفاة
Bila kita menggunakan qoul
pertama (qodim) maka si istri harus menjalani masa menunggu 4 tahun plus iddah 4
bulan 10 hari.
قال
أبو إسحاق يعتبر ابتداء المدة من حين أمرها الحاكم بالتربص
Abu ushaq berkata:
(penghitungan waktu 4 tahun itu) dimulai semenjak ada perintah (dan ketepan)
hakim.
و
من أصحابنا من قال يعتبر من حين انقطع خبره و الأول أظهر لأن هذه المدة تثبت
بالإجتهاد فافتقرت إلى حكم الحاكم كمدة التعنين
Tetapi ada juga dari
kalangan sahabat kami (syafi’iyyun) yang menjadikan batasan menunggu si istri
itu dimulai sejak berita hilangnya suami (bukan menunggu keputusan hakim).
Tetapi pendapat pertama (berdasarkan ketetapan hakim) adalah pendapat yang
azh-har, sebab masalah penetapan waktu adalah masalah ijtihad, dan ijtihad
membutuhkan ketetapan seorang hakim sebagaimana ketetapan waktu tentang fasakh
karena mandul. [Yupiter
Jet].