PERTANYAAN
:
Secara fiqih bolehkah Da`i
mematok harga / pasang tarif dalam dakwahnya ?
JAWABAN
:
Boleh mematok harga untuk
sesuatu pekerjaan yang tidak wajib diniati, baik pekerjaan berupa ibadah /
bukan, seperti mengajar Al Qur`an, Muadzin, merawat jenazah dll, dengan syarat
ditentukan dan disebutkan kadar dan kira-kira yang akan disampaikan atau
dikerjakan, berikut Ta`bir dalam kitab Bughyah :
(مسألة:
ي): يصح الاستئجار لكل ما لا تجب له نية عبادة كان، كأذان وتعليم قرآن وإن تعين،
وتجهيز ميت أولا كغيره من العلوم تدريساً وإعادة، بشرط تعيين المتعلم والقدر
المتعلم من العلم، وكالاصطياد ونحوه لا القضاء والإمامة ولو في نفل، فما يعطاه
الإمام على ذلك فمن باب الأرزاق والمسامحة، فلو امتنع المعطي من إعطاء ما قرره لم
تجز له المطالبة به ولا لعقد نكاح كالجعالة عليه، ويحرم اشتراط الأجرة عليه من غير
عقد، بل هو من أكل أموال الناس بالباطل، نعم إن أهدى نحو الزوج للملفظ شيئاً جاز
قبوله إن لم يشترطه، وعلم الدافع عدم وجوبه عليه.
[ MASIHKAH GURU MENDAPAT
PAHALA ? ] Jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru
mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman , bertakwa dan berakhlak
mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil,makmur, dan beradab. Sudah selayaknya bila pemerintah
memperhatikan mereka dengan memberi gaji yang layak. Guru, di samping mendapatkan
imbalan berupa materi di dunia, di akherat kelak akan mendapatkan pahala dari
Allah SWT.
Lalu timbul pertanyaan,
jika guru dalam menjalankan profesi mereka dengan mengharapkan gaji, masihkah
mereka kelak di akhirat mendapat pahala dari Allah SWT ?
Dr. Yusuf al Qardlawi
mengupas hal tersebut dengan panjang lebar. Beliau berkata: “Ada 3 (tiga)
motivasi dalam mengajar.
1. Dengan tujuan untuk
beribadah saja, dan tidak mengambil upah
2. Mengajar dengan
mengambil upah
3. Mengajar tanpa syarat,
dan jika ia diberi upah ia menerimanya
Yang pertama mendapatkan
pahala dari Allah SWT, karena itu adalah amal para Nabi (1), sebagaimana Nabi
Nuh ketika berdakwah menyampaikan risalah kepada umatnya. Beliau tidak meminta
upah atas seruannya didalam menyampaikan agama Allah, sebab balasannya cukup
diberikan oleh Allah SWT, begitu juga Nabi-Nabi yang lain. (lihat QS 11:29 ,
10:72 dan 26:109,145,164 dan 180).(2)
Yang kedua diperselisihkan,
Sebagian Ulama mengatakan tidak boleh. Pendapat ini disokong oleh Abu Hanifah
dan satu riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sementara sebagian Ulama lain mengatakan
boleh. Pendapat ini disokong oleh Malik ibn Anas dan As Syafi’I, dan ini adalah
pendapat mayoritas Ulama. (3)
Sedangkan yang ketiga
dibolehkan oleh seluruh Ulama. Ulama yang memperbolehkan berpedoman pada sebuah
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab Shahihnya, cetakan
Daar al Fikr, tahun 1981, Juz VII halaman 23 dengan nomor Hadits 5737, dari Ibn
Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"...
إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللهِ " (4)
Artinya: “ Yang paling
berhak untuk kalian ambil upahnya adalah (mengajarkan) Kitab Allah “.
Adapun Ulama yang
mengatakan tidak boleh berpedoman pada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dalam Kitab Sunannya Juz II halaman 128 dengan nomor Hadits 3416, cetakan
Daar al Fikr tahun 1990 dari ‘Ubaadah ibn Shamit bahwasanya dia (‘Ubaadah)
pernah mengajarkan al Kitaab (menulis?) dan al Quran kepada Ahli Shuffah (5),
lalu ia diberi hadiah sebuah busur. Iapun datang kepada Rasulullah SAW
menceritakan hal tersebut, beliau besabda:
"
إِنْ كُنْتَ تُحِبُّ أَنْ تَطَوَّقَ طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا "
Artinya: “ Jika engkau
senang berkalung dengan kalung yang terbuat dari api maka terimalah - busur itu
“.
Ulama yang memperbolehkan
mengomentari dua Hadits tersebut: Hadits Ibn ‘Abbas adalah shahih, Hadits
‘Ubaadah ibn Shaamit ada seorang rawi yang diperselisihkan dan seorang lagi ada
komentar-komentar. Andaikan Hadits tersebut shahih itupun di muhtamilkan bahwa
‘Ubadah ketika mengajar tidak mengharapkan upah sehingga Rasulullah-shallallaahu
'alaihi wasallam- memperingakannya untuk tidak menerima hadiah agar pahala
mengajar tidak hilang. (6)
Sedangkan yang ketiga
dibolehkan oleh seluruh Ulama berdasarkan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud dalam Kitab Sunannya Juz II halaman 228 dengan nomor Hadits 3900,
cetakan Daar al Fikr tahun 1990, tentang seseorang yang disengat hewan berbisa,
kemudian dibacakan surat al Fatihah oleh sebagian shahabat, dan selanjutnya
orang itu memberikan hadiah kambing atas perbuatan shahabat itu. Para
shahabatpun menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW, beliau pun
bersabda:
"....
اقْتَسِمُوْا وَاضْرِبُوْا لِيْ مَعَكُمْ بِسَهْمٍ "
Artinya : “…..berikanlah
aku bagian dari hadiah itu “. (7)
Kembali ke pertanyaan
diatas, “ masihkah mereka kelak diakhirat mendapat pahala dari Allah SWT ? “
Jawabannya adalah: “ masih” , jika memang ketika mereka mengharapkan gaji dengan
niat untuk memenuhi nafkah keluarga. Hal ini berdasarkan apa yang difatwakan
oleh “ MAJMA’ AL Fiqh al Islami ; “ jika tidak mengambil upah niscaya mereka
tidak akan mempunya sumber untuk menghidupi kehidupan mereka…” (8), Ibn Hajar
dalam Kitab Hasyiyah Manasik “al iidlaah” halaman 40, cetakan Daar al hadiits
Beirut mengatakan:
...
أَمَّا لَوْ قَصَدَهَا لِكِفَايَةِ عِيَالِهِ فَيَنْبَغِيْ أَنْ يَحْصُلَ لَهُ
الثَّوَابُ
Artinya: Adapun jika
bertujuan untuk mencukupi keluarganya, maka seyogyanya dia mendapatkan pahala.
Sekian dan terima kasih, semoga bermanfaat. Wallaahu A’alam. [Mbah
Jenggot,
Wahabi
Moderat ].
-----
(1) http://halaqah.net/v10/index.php?action=printpage%3Btopic%3D7949.0
(2) Al Quran dan Tafsirnya
oleh DEPAG tahun 1983 / 1984 Jilid IV
(3) Subulus Salaam Jilid
III halaman 81 , cetakan Daar Al Fikr, Shan’aani (wafat tahun 1182 H)
(4) Hadits tersebut juga
diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Al Sunan Al Kubraa Juz VI halaman 124 dan
Al Daara Quthni dalam kitab
Sunannya Juz III halaman 65 (lihat:www.islamport.com)
(5) Ahli Shuffah ialah :
Para Shahabat Nabi SAW yang berdiam di Masjid Nabawi bagian belakang sebelah
kiri, dikarenakan mereka tidak punya keluarga dan tempat tinggal (lihat:
ar.wikipedia.org). Dan: http://halaqah.net/v10/index.php?action=printpage%3Btopic%3D7949.0
(6) Subulus Salaam Jilid
III halaman 81 , cetakan Daar Al Fikr, Shan’aani (wafat tahun 1182 H)
(7) ibid dengan tambahan
dari sunan Abu Dawud
(8) http://halaqah.net/v10/index.php?action=printpage%3Btopic%3D7949.0