Mayit bisa mengatahui orang
yang menziarahinya karena ruh mayit tidak akan hancur meskipun jasad mereka
telah hancur, sehingga mayit akan merasa tentram karena telah diziarahi dan dia
juga akan merasa tentram, seperti itulah yang telah dijelaskan oleh Ibnu Abu al
Dunia telah menjelaskan didalam kitab al Manamaat.
Dari al Fadlu bin al
Muwaffiq, dia berkata, “Aku adalah orang yang banyak menziarahi makam ayahku.
Pada suatu hari aku mengiring suatu jenazah dan setelah prosesi pemakaman
selesai, aku lalu pulang karena ada hajat dan aku tidak menziarahi makam ayahku.
Kemudian diadalam tidur aku melihat ayahku berkata, “Hei Anakku! Kenapa kamu
tidak menziarahi makamku?” aku menjawab, “Wahai ayah! Kamu lebih mengetahuinya
dibandingkan aku.” Dia berkata, “Iya, demi Allah. Wahai anakku! Ketika kamu
menziarahi makamku, maka tidak henti-hentinya aku memandang kamu dari saat kamu
keluar dari lorong hingga kamu duduk didekatku dan kamu berdiri untuk pulang
meninggalkan aku. Tidak henti-hentinya aku melihat kamu berpaling hingga kamu
melewati lorong.”
Dari Ibnu Abu al Muttaid,
dia berkata, “Telah berkata kepadaku Tamadlar binti Sahal, istri Ayub bin
Uyainah, “Telah datang kepadaku putri Sufyan bin Uyainah dan dia berkata,
“Dimana pamanku Ayub?” aku menjawab, “Dia berada didalam masjid.” Tanpa
berlama-lama dia lalu menemui Ayub. Putri Sufyan berkata, “Wahai pamanku!
Sesungguhnya ayahku telah menemui aku didalam mimpi. Dia berkata, “Semoga Allah
membalas saudaraku Ayub dengan kebaikan, karena dia telah banyak menziarahi aku
hingga saat ini.” Ayub berkata, “Memang benar aku telah mendatangi satu jenazah
setelah prosesi pemakaman selesai aku lalu pergi kemakam dia”. Imam Ibnu Hajar
dalam Fatawi
al Fiqhiyyah al Kubra telah menjelaskan kalau
mayit bisa mengetahui orang yang menziarahinya dan dia akan merasa tentram
dengan orang kehadiran orang itu, berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan
oleh Ibnu Abu al Dunia,
ู
ุงَ
ู
ِْู ุฑَุฌٍُู َูุฒُูุฑُ َูุจْุฑَ ุฃَุฎِِْูู َู َูุฌِْูุณُ ุนََِْููู ุฅِูุงَّ ุงุณْุชَุฃَْูุณَ َู
ุฑُุฏَّ ุญَุชَّู َُูููู
َ
“Tidaklah
dari seseorang yang menziarahi makam saudaranya dan duduk didekatnya kecuali
saudaranya akan merasa tentram hingga dia berdiri untuk pulang.”
Dan telah shahih hadits,
ู
ุงَ
ู
ِْู ุงَุญَุฏٍ َูู
ُุฑُّ ุจَِูุจْุฑِ ุฃَุฎِِْูู ุงْูู
ُุคْู
ِِู ูุงََู َูุนْุฑُُِูู ِูู
ุงูุฏُّْููุงَ َُููุณَِّูู
ُ ุนََِْููู ุฅِูุงَّ ุนَุฑََُูู َู ุฑَุฏَّ ุนََِْููู
ุงูุณَّูุงَู
َ
“Tidaklah
dari seseorang yang melewati makam saudaranya yang mukmin yang dia mengenalnya
di dunia lalu dia bersalam kepadanya, melainkan saudaranya itu akan mengenalnya
dan menjawab salamnya.”
Dari semua keterangan
diatas, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa mayit tahu orang yang
menziarahinya dan dia akan merasa dengan orang itu hingga orang itu selesai dan
pulang kerumahnya.
Mereka yang disisiNya walaupun telah wafat mereka hidup sebagaimana para Syuhada. Firman Allah t’ala yang artinya : ”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Rasulullah bersabda, “sebagaimana engkau tidur begitupulah engkau mati, dan sebagaimana engkau bangun (dari tidur) begitupulah engkau dibangkitkan (dari alam kubur)”. Dalam riwayat lain, Rasulullah ditanya, “apakah penduduk surga itu tidur?, Nabi menjawab tidak, karena tidur temannya mati dan tidak ada kematian dalam surga”.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah membukakan kepada kita salah satu sisi tabir kematian. Bahwasanya tidur dan mati memiliki kesamaan, ia adalah saudara yang sulit dibedakan kecuali dalam hal yang khusus, bahwa tidur adalah mati kecil dan mati adalah tidur besar. Ruh orang tidur dan ruh orang mati semuanya ada dalam genggaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah Yang Maha berkehendak siapa yang ditahan jiwanya dan siapa yang akan dilepaskannya.
Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan tidur juga adalah wafat”.
Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain.”
Salah satu cara Allah Azza wa Jalla mempertemukan antara yang masih hidup dengan mereka disisiNya adalah ketika tidur (melalui mimpi)
Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah berkata, “ruh orang tidur dan ruh orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan saling berkenalan sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada keadaan tidur dan pada keadaan matinya.”. Rasulullah bersabda :
ุญูุงุชู ุฎูุฑ ููู ูู ู ุงุชู ุฎูุฑ ููู ุชุญุฏุซูู ููุญุฏุซ ููู , ุชุนุฑุถ ุฃุนู ุงููู ุนّูู ูุฅู ูุฌุฏุช ุฎูุฑุง ุญู ุฏุช ุงููู ู ุฅู ูุฌุฏุช ุดุฑุง ุงุณุชุบูุฑุช ุงููู ููู .
“Hidupku lebih baik buat
kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan
percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan
kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan
ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh
Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi
wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan
mengkategorikannya sebagai hadits shahih dengan komentarnya : hadits
diriwayatkan oleh Al Bazzaar dan para perawinya sesuai dengan kriteria hadits
shahih)
Ummul mu’minin ‘Aisyah berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada ‘Umar”. (HR Ahmad).
Al Hafidh Al Haitsami menyatakan, “Para perawi atsar di atas Btu sesuai dengan kriteria perawi hadits shahih ( Majma’ul Zawaaid vol 8 hlm. 26 ). Al Hakim meriwayatkanya dalam Al Mustadrok dan mengatakan atsar ini shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Adz Dzahabi sama sekali tidak mengkritiknya. ( Majma’ul Zawaid vol. 4 hal. 7 ).
‘Aisyah tidak melepaskan baju dengan tanpa tujuan, justru ia mengetahui bahwa Nabi dan kedua sahabatnya mengetahui siapakah yang orang yang berada didekat kuburan mereka. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Ummul mu’minin ‘Aisyah berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada ‘Umar”. (HR Ahmad).
Al Hafidh Al Haitsami menyatakan, “Para perawi atsar di atas Btu sesuai dengan kriteria perawi hadits shahih ( Majma’ul Zawaaid vol 8 hlm. 26 ). Al Hakim meriwayatkanya dalam Al Mustadrok dan mengatakan atsar ini shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Adz Dzahabi sama sekali tidak mengkritiknya. ( Majma’ul Zawaid vol. 4 hal. 7 ).
‘Aisyah tidak melepaskan baju dengan tanpa tujuan, justru ia mengetahui bahwa Nabi dan kedua sahabatnya mengetahui siapakah yang orang yang berada didekat kuburan mereka. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
(ู ุง ู ู ุฑุฌู ูุฒูุฑ ูุจุฑ ุฃุฎูู ููุฌูุณ ุนููู ุฅูุง ุงุณุชุฃูุณ ูุฑุฏ ุนููู ุญุชู ูููู )
“Tidak seorangpun yang
mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali
dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.”
(HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubรปr). Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
(ู ุง ู ู ุฃุญุฏ ูู ุฑุจูุจุฑ ุฃุฎูู ุงูู ุคู ู ูุงู ูุนุฑูู ูู ุงูุฏููุง ููุณูู ุนููู ุฅูุง ุนَุฑََُูู ูุฑุฏ ุนููู ุงูุณูุงู )
“Tidak seorang pun melewati
kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang
yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan
menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di
dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid). Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
ุฅู
ุฃุนู
ุงููู
ุชุนุฑุถ ุนูู ุฃูุงุฑุจูู
ูุนุดุงุฆุฑูู
ู
ู ุงูุฃู
ูุงุช ูุฅู ูุงู ุฎูุฑุง ุงุณุชุจุดุฑูุง، ูุฅู ูุงู ุบูุฑ
ุฐูู ูุงููุง: ุงูููู
ูุง ุชู
ุชูู
ุญุชู ุชูุฏููู
ูู
ุง ูุฏูุชูุง)
“Sesungguhnya perbuatan
kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah
meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar
gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah,
janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka
seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya). [
Hakam
eLchudrie dan
Zon
Jonggol
].