Kitab at-Tauhid
Dalam ranah Ilmu Kalam,
al-Maturidi adalah nama yang sudah tidak asing lagi. Ia adalah pendiri aliran
Maturidiyyah yang diketegorikan sebagai representasi teologi ahli sunnah, di
samping Asy’ariyyah yang digawangi Abu al-Hasan al-Asy’ari. Al-Maturidi dikenal
sebagai seorang teolog, dan faqih dari Madzhab Hanafi, bahkan seorang ahli
tafsir.
Nama lengkap al-Maturidi
adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Ia dilahirkan
di Maturid, sebuah desa (qaryah) yang masuk ke dalam
wilayah Samarqand. Ia acap kali dijuluki Imam al-Mutakallimin (Imam Para Teolog)
dan masih banyak lagi yang kesemuanya menunjukkan kelas intelektual dan jihadnya
dalam membela sunnah, akidah, dan menghidupkan syari’at Islam.
Tak ada penjelasan pasti
dari para sejarawan tentang tahun kelahiran al-Maturidi. Tetapi menurut Dr.
Ayyub Ali, al-Maturidi lahir sekitar tahun 238 H / 852 M. Alasan yang
dikemukakannya adalah bahwa salah satu murid al-Maturidi, yaitu Muhammad bin
Muqatil ar-Razi wafat pada tahun pada tahun 248 H / 862 M. [Ayyub Ali,
A
History of Muslim Philosophy, vol. I, h. 260].
Jika pandangan Dr. Ayyub
Ali itu benar, maka al-Maturidi kurang lebih hidup selama seratus tahun. Sebab,
para sejarawan sepakat bahwa al-Maturidi wafat pada tahun 333 H / 944 M dan
dimakamkan di Samarqand. Salah satu guru al-Maturidi adalah Abu Nash al-'Ayyadhi
yang merupakan teman seperguruannya di majlis yang diselenggarakan oleh Abu Bakr
Ahmad al-Jauzani. Nama al-Maturidi memang tidak sementereng al-Asy’ari, tetapi
kendatipun demikian ia banyak mewariskan karya-karya bermutu. Di antara
peninggalannya adalah Kitab at-Tauhid.
Al-Maturidi mengawali
kitabnya dengan pembahasan tentang pembatalan taklid dan keniscayaan mengetahui
agama dengan dalil. Dalam bagian ini al-Maturidi tidak menerima apapun alasan
taqlid.
Sebab
taqlid
bisa
menimbulkan adanya pandangan yang berbeda dengan orang yang di-taqlid-i. Pada bagian selanjutnya
al-Maturidi menjelaskan bahwa dasar yang dijiadikan untuk mengetahui agama
adalah as-sam’
(wahyu) dan
al-‘aql. [H. 3-4].
Pandangan teologi yang
kembangkan al-Maturidi pada dasarnya adalah sama dengan al-Asy’ari. Metodologi
yang digunakan keduanya adalah moderatisme. Dengan kata lain, pendekatan mereka
adalah pendekatan yang berdiri di antara kelompok tekstualis -seperti kalangan
Hasywiyyah, Musyabbihah, dan Mujassimah dan kelompok rasionalis seperti
Mu’tazilah.
Misalnya, ketika al-Asy’ari
membicang tentang atribut-atribut (shifat) Allah. Kalangan
Mu’tazilah menegasikan atribut-atribut tersebut. Mereka mengatakan: “Tidak
ada (atribut, penerjemah) ilmu, kuasa, mendengar, melihat, hidup, kekal, dan
kehendak bagi Allah”. Sedang kalangan Hasywiyyah
dan Mujassimah mengatakan: “Allah
memiliki ilmu sebagaimana ilmu-ilmu lainya, pendengaran sebagaimana
pendengaran-pendengaran lainya, dan penglihatan sebagaimana
penglihatan-penglihatan lainnya”.
Kedua pandangan di atas
saling bertabrakan satu sama lainnya. Lantas al-Asy’ari mengajukan sebuah
pandangan yang berdiri di tengah-tengah. Ia mengatakan: “Sesunguhnya
Allah memilik ilmu tetapi tidak sama dengan ilmunya makhluk, kekuasaan tetapi
tidak sama dengan kekuasaanya makhluk, pendengaran tetapi tidak sama dengan
pendengaran makhluk, dan penglihatan tetapi tidak sama dengan penglihatan
makhluk”. [Ibn
‘Asakir, Tabyin
Kidzb al-Muftari, H. 149].
Sikap al-Asy’ari mengenai
atribut-atribut di atas juga diikuti oleh al-Maturidi. Hal ini terlihat dalam
Kitab
at-Tauhid-nya:
“Kemudian ditetapkan atribut (shifat) bagi Allah, yaitu Yang Mampu, Mengetahui,
Hidup, Mulia, dan Yang Dermawan. Penamaan dengan atribut atribut tersebut adalah
hak baik menurut sam’ (wahyu) dan akal sekaligus….hanya saja ada suatu kelompok
yang melekatkan nama-nama tersebut kepada selain Allah karena menyangka bahwa
penetapan nama-nama tersebut mengandung tasyabuh (keserupaan) antara Allah
dengan setiap yang diberi nama…akan tetapi kami telah menjelaskan ketiadaan
tasyabuh dengan Allah karena kesuaian nama. Sebab, Allah dinamai dengan nama
yang Ia buat sendiri dan diatributi dengan atribut yang Ia berikan sendiri”.
[H.
44].
Dari semua yang dibicarakan
al-Maturudi dalam Kitab
at-Tauhid-nya
hemat saya ada satu hal yang menarik. Yaitu pembahasan mengenai nadhariyah
al-ma’rifah (teori ilmu pengetahuan).
Dalam hal ini, al-Maturidi mendiskusikan tentang nilai pengetahuan dan parameter
kebenaran dalam pengetahuan yang sampai kepada kita melaui indera, khabar,
dan akal.
Menurutnya, indera, khabar, dan akal merupakan jalan atau sumber bagi kita untuk
mengetahui hakikat segala sesuatu. [H. 7].
Untuk memperoleh
pengetahuan kita tidak mungkin bisa lepas dari salah satu ketiga sumber di atas.
Misalnya, dengan indera kita bisa merasakan rasa enak, sakit dan lain-lain.
Dengan khabar kita bisa mengetahui nama-nama kita, nasab, dan kejadian-kejadian
masa lalu. Sedang dengan akal kita bisa memahami apa yang diperintahkan
Allah.
Sepanjang yang saya
ketahui, kitab-kitab yang membincang mengenai Ilmu Kalam yang ditulis oleh para
ulama sebelum al-Maturidi tidak menyinggung persoalan nadhariyyah
al-ma’rifah. Jadi, hemat saya hal ini
menjadi satu kelebihan tersendiri bagi al-Maturidi.
Kitab ini merupakan salah
satu rujukan primer bagi pendangan teologi Sunni. Karenanya harus dibaca dan
dikaji secara mendalam. Dengan membaca kitab ini, kita akan merasakan bagaimana
akrobatik teologis al-Maturidi dalam mempertahankan keyakinan teologi kalangan
Sunni. Salam. [Neil
eLMuna].
Tentang Kitab :
Judul : Kitab at-Tauhid
Penulis : Abu Manshur al-Maturidi Penerbit : Bairut-Dar al-Masyriq Cet : Ke-3
tahun 1986 M Tebal : 411