A.
Pengertian Tarawih Secara Etimologi
Lafaz Tarawih adalah bentuk
jama’ (plural) dari kata tunggal Tarwîhah (
الترويحة )
yang berarti: istirahat. Menurut ethimologi berasal dari kata murâwahah (
مـراوحـة ) berarti saling
menyenangkan dengan wazan Mufâ’alahnya al-Râhah (
الراحـــــــة
) yang berarti merasa senang. Term ini merupakan bentuk lawan kata dari al-Ta’ab
yang berarti letih atau payah.
B.
Pengertian Tarawih Secara Terminologi
Shalat Tarawih adalah
shalat sunah yang khusus dilaksanakan hanya pada malam-malam bulan Ramadhan.
Dinamakan Tarawih karena orang yang melaksanakan shalat sunah di malam bulan
Ramadhan beristirahat sejenak di antara dua kali salam atau setiap empat rakaat.
Sebab dengan duduk tersebut, mereka beristirahat karena lamanya melakukan Qiyam
Ramadhan. Bahkan, dikatakan bahwa mereka bertumpu pada tongkat karena lamanya
berdiri. Dari situ kemudian, setiap empat rakaat (dengan 2 salam) disebut
Tarwihah, dan semuanya disebut Tarawih. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh
al-Hafiz Ibn Hajar al-A’sqallâniy dalam kitab Fath al-Bâriy Syarh al-Bukhâriy
sebagai berikut:
سُمِّيَتِ
الصَّلَاةُ فِي الْجَمَاعَةِ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ التَّرَاوِيحَ لِأَنَّهُمْ
أَوَّلَ مَا اجْتَمَعُوْا عَلَيْهَا كَانُوا يَسْتَرِيحُوْنَ بَيْنَ كُلِّ
تَسْلِيمَتَيْنِ .
Artinya: Shalat jamaah yang
dilaksanakan pada setiap malam bulan Ramadhan dinamai Tarawih karena para
sahabat pertama kali melaksanakannya, beristirahat pada setiap dua kali
salam.[1]
Shalat Tarawih disebut juga
shalat Qiyam Ramadhan yaitu shalat yang bertujuan menghidupkan malam-malam bulan
Ramadhan. Shalat Tarawih termasuk salah satu ibadah yang utama dan efektif guna
mendekatkan diri kepada Allah. Imam Nawawi al-Dimasyqiy mengatakan: yang
dimaksud Qiyam Ramadhan adalah shalat Tarawih.[2] Maksud dari perkataan Imam
Nawawi al-Dimasyqiy dijelaskan oleh al-Hâfiz Imam Ibn Hajar al-A’sqallâniy,
sebagai berikut:
يَعْنِي
أَنَّهُ يَحْصُلُ بِهَا الْمَطْلُوبُ مِنَ الْقِيَامِ لَا أَنَّ قِيَامَ رَمَضَان
لَا يَكُون إِلَّا بِهَا .
Artinya:”Qiyam Ramadhan
dapat dilakukan dengan shalat apa saja termasuk shalat Tarawih. Namun, ini bukan
berarti Qiyam Ramadhan hanya sebatas shalat Tarawih saja”.
Maksud dari perkataan Imam
Ibn Hajar al-A’sqallâniy adalah shalat Tarawih itu merupakan bagian dari Qiyam
Ramadhan[3].
Pada zaman Rasulullah,
istilah Tarawih belum dikenal. Rasulullah dalam hadis-hadisnya juga tidak pernah
menyebut kata-kata Tarawih. Semua bentuk ibadah sunah yang dilaksanakan pada
malam hari, lebih familiar disebut Qiyam Ramadhan, tidak disebut shalat Tarawih
sebagaimana banyak ditemukan dalam teks-teks hadis. Seperti sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut;
مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
. (صحيح مسلم)
Artinya:” Siapa saja yang
melaksanakan ibadah pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah,
niscaya diampuni dosanya yang telah lalu”.
Dalam riwayat hadis Shahih
mengatakan shalat Qiyam Ramadhan secara berjamaah di zaman Rasulullah hanya
beberapa malam saja. Beliau melaksanakan shalat Qiyam Ramadhan secara berjamaah
hanya dalam 2 atau 3 kali kesempatan. Kemudian, beliau tidak melanjutkan shalat
tersebut pada malam-malam berikutnya karena khawatir ia akan menjadi ibadah yang
diwajibkan. Seperti yang terdapat pada keterangan hadis sebagai
berikut;
عَنْ
عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي
الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ
الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ
أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ
فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ
تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ. (صحيح مسلم)
Artinya; Dari Siti A’isyah
sesungguhnya Rasulullah pada satu malam shalat di masjid, maka para sahabat
mengikuti beliau shalat. Kemudian beliau shalat pada malam berikutnya, para
sahabat yang ikut berjamaah menjadi semakin banyak. Selanjutnya pada malam
ketiga atau keempat para sahabat berkumpul ternyata Rasullah tidak keluar
menemui mereka. Keesokan harinya beliau berkata: “ Aku mengetahui apa yang
kalian lakukan tadi malam. Tidak ada yang menghalangiku keluar menemui kalian
selain dari kekhawatiranku kalau-kalau shalat itu diwajibkan atas kalian”. Yang
demikian itu terjadi di bulan Ramadhan.”
Sedangkan menurut Syaikh
Muhammad Ibn Ismâîl al-Shan’âniy (W.1182 H/1768 M), dalam kitab Subul al-Salâm
Syarh Bulûgh al-Marâm mengatakan: Penamaan shalat Tarawih itu seolah-olah yang
menjadi dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bayhaqiy dari Siti
A’isyah sebagai berikut:
وَأَمَّا
تَسْمِيَتُهَا بِالتَّرَاوِيحِ فَكَأَنَّ وَجْهَهُ مَا أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ
مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي اللَّيْلِ ثُمَّ يَتَرَوَّحُ فَأَطَالَ
حَتَّى رَحِمْتُهُ قَالَ الْبَيْهَقِيُّ تَفَرَّدَ بِهِ الْمُغِيرَةُ بْنُ دِيَابٍ
وَلَيْسَ بِالْقَوِيِّ فَإِنْ ثَبَتَ فَهُوَ أَصْلٌ فِي تَرَوُّحِ الْإِمَامِ فِي
صَلَاةِ التَّرَاوِيحِ .
Artinya; Adapun penamaan
shalat itu dengan nama Tarawih seakan-akan jalannya adalah sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bayhaqiy dari Siti A’isyah ia berkata:”Sering kali
Rasulullah mengerjakan shalat 4 rakaat pada malam hari, lalu beliau Yatarawwah
(beristirahat) dan beliau melamakan istirahatnya hingga aku merasa iba”. Menurut
Imam al-Bayhaqiy, bahwa hadis ini diriwayatkan melalui sanad al-Mughirah dan ia
bukan orang yang kuat. Jika hadis ini memang jelas ketetapannya maka hadis
inilah yang menjadi landasan Tarwihah (istirahat) imam pada waktu shalat Tarawih
tersebut.[4]
Dari keterangn hadis-hadis
shahih di atas, jelas bahwa tidak ada ketentuan yang baku dari Rasulullah
tentang jumlah rakaat shalat Qiyam Ramadhan. Hadis-hadis shahih yang marfu’
(bersumber dari Rasulullah) tidak pernah menjelaskan berapa rakaat beliau
melakukan Qiyam Ramadhan.
Kesimpulannya, dalam
konteks shalat Qiyam Ramadhan tidak ada batasan yang signifikan (berarti
penting) dalam bilangan rakaatnya. Semakin banyak rakaat shalat Qiyam Ramadhan
yang dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Sedangkan dalam konteks shalat
Tarawih maksimalnya adalah 20 rakaat.
C. Hukum
Shalat Tarawih
Shalat Tarawih hukumnya
sunah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan) bagi setiap laki-laki dan wanita
yang dilaksanakan pada tiap malam bulan Ramadhan.
D. Waktu
shalat Tarawih
Waktu pelaksanaan shalat
Tarawih dimulai setelah shalat Isya, berakhir sampai terbit fajar. Bagi yang
belum melaksanakan shalat Isya, tidak diperkenankan melakukan shalat Tarawih.
Bahkan shalat Tarawihnya menjadi tidak sah. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabiliy:
وَالتَّـرَاوِيْحُ
عِشْرُوْنَ رَكْـعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ , وَلَوْ صَـلَّى أَرْبَعًا
بِتَسْلِيْمَةٍ أَوْ قَبْلَ فَرْضِ الْعِشَاءِ بَطَلَتْ .
Artinya: Shalat Tarawih
dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Seandainya seseorang shalat 4 rakaat
dengan satu salam, atau ia shalat Tartawih sebelum shalat fardhu Isya maka batal
shalat Tarawihnya.[5]
Tata cara yang afdhal dalam
shalat Tarawih adalah dikerjakan setelah melakukan shalat fardu Isya dan
Ba’diyah Isya. Lebih utama lagi apabila shalat Tarawih dikerjakan di akhir
malam. Syaikh Umar Ibn Muzhaffar Ibn Wardiy (W. 749 H) mengatakan dalam
Nazhamnya terkenal dengan sebutan Bahjah al-Hâwiy yang terdiri dari 5000 bait
sebagai berikut:[6]
كَذَا
التَّرَاوِيْحُ وَحَيْثُ يَفْصُلُ وَبَعْدَ نَفْلِ اللَّيْلِ فَهْوَ
أَفْضَلُ
Artinya: ”Begitu juga
(shalat yang disunahkan antara shalat Fardhu Isya sampai Fajar) adalah shalat
Tarawih sekira di fashalkan dan dilakukan setelah shalat sunah malam (Tahajjud)
itu lebih afdhal.”
E.
Hikmah Shalat Tarawih
Adapun hikmah shalat
Tarawih ialah menguatkan, merilekskan dan menyegarkan jiwa serta raga guna
melakukan ketaatan. Selain itu, untuk memudahkan pencernaan makanan setelah
makan malam. Sebab, apabila setelah berbuka puasa lalu tidur, maka makanan yang
ada dalam perut besarnya tidak tercerna, sehingga dapat mengganggu kesehatannya
dan membuat jasmani menjadi lesu dan rusak.[7]
Yang harus diperhatikan ada
jeda yang cukup setelah makan besar, baik setelah berbuka puasa atau setelah
sahur dengan tidur. Karenanya, Rasulullah menganjurkan Ta’khir Sahur yakni makan
sahur dilakukan mendekati waktu subuh, agar setelah sahur langsung shalat Subuh
tidak tidur lagi. Jadi, bukan santap sahur pukul 02:00, lalu tidur lagi.
Alasannya, sewaktu tidur tubuh menjadi sangat rileks, sehingga gerakan usus
menjadi lambat sekali, sedangkan kita makan sampai perut penuh. Jadi,
metabolisme (proses perputaran) pencernaan terganggu, karena makanan
terus-menerus berada di dalam usus. Penulis teringat ungkapan ulama yang pernah
disebutkan oleh orang tua kami Abuya K.H Saifuddin Amsir ketika beliau
memberikan penjelasan Taqrir kitab Ta’lîm al-Muta’allim karya Syaikh Burhanuddin
al-Zarnûjiy sebagai berikut:
اِذَا
تَغَـدَّيْتَ فَنَـمْ , وَلَوْ عَلَـى رَأْسِ اْلغَنَمِ وَاِذَا تَعَشَّيْتَ
فَـدُرْ , وَلَوْ عَلَـى رَأْسِ الْجُـدُرِ
Artinya: ”Apabila engkau
makan siang maka boleh engkau tidur setelahnya sekalipun di atas kepala kambing,
dan apabila engkau makan malam maka berjalan/berkelilinglah sekalipun di atas
tembok (jangan langsung tidur).”
Syaikh Ali Ibn Ahmad
al-Jurjâwiy (W. 1340 H/1922 M) salah seorang tokoh ulama al-Azhar, Kairo; Mesir,
dalam sebuah kitabnya yang bernama Hikmah al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
mengatakan:”Telah banyak doktor dari negara barat yang mengatakan bahwa umat
Islam yang menjalani ibadah puasa dengan shalat-shalat yang biasa mereka
kerjakan setelah shalat Isya telah membuat mereka terhindar dari aneka penyakit
yang hampir membahayakan mereka. Mr. Edwar Leeny mengatakan:” Suatu hari saya
diundang makan dalam acara buka puasa oleh salah seorang saudagar muslim yang
sukses. Saya melihat banyak di antara mereka menyantap hidangan yang tersedia
dengan lahap dan sangat banyak sehingga, saya berkeyakinan bahwa mereka pasti
akan mengalami gangguan pencernaan pada perut mereka. Kemudian waktu datang
waktu Isya mereka berbondong-bondong mengerjakan shalat Isya dan dilanjutkan
dengan shalat Tarawih. Seketika melihat itu, saya menyimpulkan dan berkeyakinan
bahwa gerakan-gerakan yang mereka lakukan di saat mengerjakan shalat sangat
bermanfaat dalam mengembalikan tenaga dan semangat serta menghindari mereka dari
berbagai macam penyakit yang mengancam mereka. Dari situlah saya yakin bahwa
agama Islam memang benar-benar bijaksana dalam Syariatnya”.[8]
G.
Jumlah Rakaat Dan Cara Mengerjakan Shalat Tarawih
Para ulama berbeda pendapat
tentang jumlah rakaat shalat Tarawih. Al-Habib Zayn Ibn Ibrahim Ibn Sumayt
berpendapat bahwa jumlah rakaat Shalat Tarawih minimal 2 rakaat. Maksimalnya 20
rakaat. Dikerjakan khusus pada setiap malam bulan Ramadhan, baik secara
sendiri-sendiri ataupun berjamaah, tetapi lebih afdhal shalat Tarawih dikerjakan
secara berjamaah.[2]
Sedangkan menurut al-Hafizh
Syaikh Abdullah al-Harariy berpendapat bahwa: ”Shalat Tarawih adalah bagian dari
Qiyam Ramadhan. Siapa yang berniat mengerjakan Shalat Tarawih tidak boleh kurang
atau lebih dari 20 rakaat. Dengan alasan Tarawih merupakan sebuah istilah yang
telah terdefinisi dengan jelas, sebagai shalat yang dikerjakan oleh para sahabat
di zaman Sayidina Umar Ibn Khatthab khusus pada bulan Ramadhan dengan 20 rakaat,
10 kali salam. Adapun bila seseorang berniat mengerjakan shalat Qiyam Ramadhan,
maka tidak ada batasan rakaatnya. Artinya, boleh kurang atau lebih dari 20
rakaat.[3]
Khusus bagi penduduk kota
Madinah boleh mengerjakan shalat Tarawih lebih dari 20 rakaat. Sedangkan jumlah
rakaat shalat Qiyam Ramadhan tidak ada batasan yang signifikan (berarti penting)
dalam bilangan rakaatnya. Semakin banyak rakaat shalat Qiyam Ramadhan yang
dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Tetapi yang paling afdhal mengerjakan
shalat Tarawih dengan 20 rakaat. Karena sesuai dengan amalan yang telah
dikerjakan oleh para sahabat, Tabiin dan para Salafus Sâlih.
Kalau kita mau jujur,
dengan menelusuri dan mencermati pendapat para ulama yang telah dikemukakan di
atas, hampir semua sependapat dan sepakat bahwa mengerjakan shalat Tarawih
dengan 20 rakaat itu adalah jumlah rakaat yang paling banyak dikerjakan oleh
banyak umat Islam termasuk di Masjid al-Haram Makkah sejak zaman Khalifah Umar
Ibn Khatthab sampai saat sekarang ini, dan hal itu tidak pernah berubah.
Sebagaimana telah ditegaskan oleh para imam Mujtahid; Imam Abu Hanifah, Imam
Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad Ibn Hambal dan hampir semua ulama termasuk Syaikh
Ibn Taymiyyah.
Siapa lagi yang pantas dan
patut kita teladani dalam mengamalkan suatu ibadah kalau bukan para ulama
Salafus Salih, merekalah yang lebih utama dari pada kita, karena mereka hidup
dalam masa yang lebih baik dari masa kita. Rasulullah bersabda:
خَيْرُ
النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُم
.
Artinya”Manusia terbaik
adalah mereka yang hidup pada masa aku hidup (para sahabat) kemudian generasi
selanjutnya (para Tabi’in) kemudian generasi selanjutnya (pengikut
Tabi’in).”[4]
Adapun hukum orang yang
mengerjakan shalat Tarawih kurang dari 20 rakaat, seperti 8 rakaat, maka ia
tetap mendapat pahala Shalat Tarawih. Dengan catatan, 8 rakaat tersebut
dikerjakan dengan salam pada tiap 2 rakaatnya. Namun pahala yang ia dapat tidak
seperti orang yang mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat. Apabila shalat
Tarawih 8 rakaat itu dikerjakan dengan cara 4 rakaat sekali salam-4 rakaat
sekali salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah.
Bagi mereka yang
mengerjakan di masjid atau di mushalla shalat Tarawih dengan 8 rakaat dan
ditambah 3 rakaat shalat Witir, mereka pun masih bisa mendapatkan keafdholan
pahala shalat Tarawih dengan cara menyempurnakan bilangan rakaat shalat Tarawih
di rumah dengan menambahkan 12 rakaat, agar jumlah rakaat shalat Tarawih mereka
20 rakaat.
Para Ulama bersepakat
mengatakan berapapun bilangan rakaat shalat Tarawih yang dikerjakan, setiap 2
rakaat diakhiri dengan salam. Adapun pendapat sekelompok orang yang mengajarkan
dan mengamalkan shalat Tarawih dengan cara 4 rakat sekali salam, 4 rakaat sekali
salam, yang semarak dikerjakan banyak orang dan sudah terlanjur mengakar,
sehingga muncul kesan bahwa praktek seperti itulah yang benar dan perlu
ditradisikan. Padahal fakta ilmiah mengatakan cara seperti itu tidak benar dan
tidak sejalan dengan ajaran para ulama Salafus Shalih. Sia-sia mengerjakan
shalat Tarawih sebulan penuh, kalau ternyata praktek ibadah yang dikerjakan
menyalahi aturan Syariat. Ini yang disebut Sial Dangkalan, sudah cape, tenaga
terkuras, waktu terbuang, pahalanya kaga ada. Laksana orang yang nimba kubangan
(kobak) besar yang ada di sawah untuk mendapatkan banyak ikan, ternyata ia tidak
dapatkan ikan karena kubangan itu sudah di cengkaling orang.
Para ulama Mazhab Imam
Malik dan Mazhab Imam Ahmad Ibn Hambal berpendapat:”Shalat Tarawih yang
dikerjakan 4 rakaat sekali salam itu hukumnya Makruh. Karena telah meninggalkan
kesunahan bertasyahhud dan memberi salam pada setiap 2 rakaat.[5] Sedangkan para
ulama Mazhab Imam Syafii mengatakan: ”Shalat Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat
sekali salam, hukumnya tidak sah”.[6] Dengan alasan telah menyalahi istilah dan
prosedur shalat Tarawih yang sudah jelas definisinya.
Dalam risalah :
الجـواب
الصحيح لمن صلى أربعا بتسليمة من التراويــح,
penulis telah sebutkan
lebih dari 75 kitab Mu’tabar dari berbagai cabang ilmu, baik dari keterangan
kitab Syarh hadis, fiqh, Ushul Fiqh dan Taswwuf, yang menyatakan bahwa shalat
Tarawih yang dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam itu tidak sah. Di
antaranya:
v Imam Nawawiy
al-Dimasyqiy:
يَدْخُلُ
وَقْتُ التَّرَاوِيْحِ بِالْفَرَاغِ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ ذَكَرَهُ الْبَغَوِيُّ
وَغَيْرُهُ وَيَبْقَى إِلَى طُلُوْعِ اْلفَجْرِ وَلْيُصَلِّهَا رَكْعَتَيْنِ
رَكْعَتَيْنِ كَمَا هُوَ اْلعَادَةُ فَلَوَْصَلَّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ
بِتَسْلِيْمةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ الْقَاضِى حُسَيْنٌ فيِ فَتَاوِيْهِ ِلاَنَّهُ
خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ قَالَ وَلاَ تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ يَنْوِى
سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ أَوْ صَلاَةَ التَّرَاوِيحِ أَوْ قِيَامَ رَمَضَانَ
فَيَنْوِيْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ مِنْ صَلاَةِ التَّرَاوِيحِ .
)المجموع شرح المهذب : ج 4 ص : 38 (دار الفكر 2000)
Artinya:”Masuk waktu shalat
Tarawih itu setelah melaksanakan shalat Isya. Imam al-Baghawi dan lainnya
menyebutkan: “waktu tarawih masih ada sampai terbit fajar”. Hendaklah seseorang
mengerjakan shalat Tarawih dengan dua rakaat- dua rakaat, sebagaimana kebiasaan
shalat sunah lainnya. Seandainya ia shalat dengan 4 rakaat dengan satu salam,
maka shalatnya tidak sah. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi Husain dalam
fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan yang telah disyariatkan.
Al-Qâdhi juga berpendapat seorang dalam shalat Tarawih ia tidak boleh berniat
mutlak, tetapi ia berniat dengan niat shalat sunah Tarawih, shalat Tarawih atau
shalat Qiyam Ramadhan. Maka ia berniat pada setiap 2 rakaat dari shalat
Tarawih.
v Imam Ahmad Ibn Hajar
al-Haytamiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ
عِشْرُوْنَ رَكْعَةً , وَيَجِبُ فِيْهَا أَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى بِأَنْ يُسَلِّمَ
مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ
لِشِبْهِهَا بِاْلفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلاَ تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ
بِخِلاَفِ نَحْوِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ . )فتح الجواد
شرح الارشاد :ج 1 ص : 163 (مكتبة اقبال حاج ابراهيم سيراغ ببنتن 1971)
Artinya: Shalat Tarawih itu
20 rakaat, wajib dalam pelaksanaanya dua-dua, dikerjakan dua rakaat-dua rakaat.
Bila seseorang mengerjakan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah
karena hal tersebut menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah, maka
jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang). Lain halnya dengan
shalat sunah Zuhur dan Ashar (boleh dikerjakan empat rakaat satu salam) atas
Qaul Mu’tamad.
v Imam Muhammad Ibn Ahmad
al-Ramliy:
وَلَا
تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ بَلْ يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ
مِنْ التَّرَاوِيحِ أَوْ مِنْ قِيَامِ رَمَضَانَ .وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا
بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ إنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا ، وَإِلَّا صَارَتْ
نَفْلًا مُطْلَقًا ؛ لِأَنَّهُ خِلَافُ الْمَشْرُوعِ.) نهاية المحتاج شرح المنهاج :
ج 1 ص :127 (دار الفكر 2004)
Artinya: Tidak sah shalat
Tarawih dengan niat shalat Mutlak, seharusnya seseorang berniat Tarawih atau
Qiyam Ramadhan dengan mengerjakan salam pada setiap 2 rakaat. Seandainya
seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, jika ia sengaja-ngaja dan
mengetahui maka shalatnya tidak sah. Kalau tidak demikian maka shalat itu
menjadi shalat sunah Mutlak, Karena menyalahi aturan yang
disyariatkan”.
v Imam Ahmad Ibn Muhammad
al-Qasthallaniy:
وَ
فُهِمَ مِمَّا سَبَقَ مِنْ أَنَّها بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ أَنَّهُ لَوْ صَلَّاهَا
أَرْبَعًا أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ، وَبِهِ صَرَّحَ فِي الرَّوْضَةِ
لِشَبَهِهَا بِالْفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلَا تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ .
)ارشاد الساري شرح صحيح البخاري : ج 3 ص : 426 (دار الفكر 1984)
Artinya: “Dipahami dari
ungkapan yang lalu sesungguhnya shalat Tarawih itu pelaksanaannya dengan 10 kali
salam, Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat sekali salam, maka
shalat Tarawihnya tidak sah. Seperti inilah keterangan yang telah dijelaskan
oleh Imam Nawawiy dalam kitab al-Rawdhah, Karena shalat Tarawih menyerupai
shalat fardhu dalam menuntut berjamaah (tiap 2 rakaat melakukan Tasyahhud), maka
jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang).”
v Imam Zakariya
al-Anshariy:
وَسُمِّيَتْ
كُلُّ أَرْبَعٍ مِنْهَا تَرْوِيحَةً لِأَنَّهُمْ كَانُوا يَتَرَوَّحُونَ عَقِبَهَا
أَيْ : يَسْتَرِيحُونَ ، وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ
لِأَنَّهَا بِمَشْرُوعِيَّةِ الْجَمَاعَةِ فِيهَا أَشْبَهَتْ الْفَرِيضَةَ فَلَا
تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ . )فتح الوهاب شرح منهج الطلاب : ج1 ص : 58 ( منارا قدس د
ت)
Artinya: Pada setiap 4
rakaat dinamai satu Tarwihah karena para sahabat bersantai-santai setelahnya
artinya beristirahat. Jika seseorang shalat Tarawih 4 rakaat dengan satu salam
maka tidak sah, karena anjuran berjamaah pada shalat Tarawih menyerupai shalat
fardhu, maka jangan diubah aturan yang telah ada keterangannya.”
v Imam Jalaluddin Muhammad
al-Mahalliy:
(
وَمَعْنَى الشَّرْعِيِّ ) الَّذِي هُوَ مُسَمَّى مَا صَدَقَ الْحَقِيقَةُ
الشَّرْعِيَّةُ ( مَا ) ، أَيْ : شَيْءٌ ( لَمْ يُسْتَفَدْ اسْمُهُ إلَّا مِنَ
الشَّرْعِ ) كَالْهَيْئَةِ الْمُسَمَّاةِ بِالصَّلَاةِ ( وَقَدْ يُطْلَقُ ) ، أَيْ
: الشَّرْعِيُّ ( عَلَى الْمَنْدُوبِ ، وَالْمُبَاحِ ) ، وَمِنْ الْأَوَّلِ
قَوْلُهُمْ مِنْ النَّوَافِلِ مَا تُشْرَعُ فِيهِ الْجَمَاعَةُ ، أَيْ : تُنْدَبُ
كَالْعِيدَيْنِ . وَمِنْ الثَّانِي قَوْلُ الْقَاضِي الْحُسَيْنِ لَوْ صَلَّى
التَّرَاوِيحَ أَرْبَعًا بِتَسْلِيمِة لَمْ تَصِحَّ ؛ لِأَنَّهُ خِلَافُ
الْمَشْرُوعِ .) شرح جمع الجوامع : ج 1 ص : 304 (مطبعة مصطفى البابي الحلبي
1973)
Artinya: Makna Syar’i itu
dinamakan sesuatu yang berbetulan dengan hakikat syara’ adalah sesuatu yang
tidak dipahami namanya melainkan dari syara’ seperti bentuk shalat. Digunakan
juga makna syar’i itu atas perbuatan yang mandub dan mubah, dari definisi
pertama para ulama berpendapat shalat sunah yang disyari’atkan berjamaah artinya
disunahkan berjamaah seperti shalat dua hari raya idul fitri dan idul Adha. Dari
definisi kedua ini perkataan al-Qadhi Husein yang mengatakan “Seandainya ia
mengerjakan shalat Tarawih dengan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalat
Tarawihnya tidak sah”.
v Imam Jalaluddin
Abdurrahman al-Suyuthiy:
(وَيَقُوْمُ
فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً) بِعَشْرِ
تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ بَيْنَ صَلاَةِ اْلعِشَاءِ وَ طُلُوْعِ اْلفَجْرِ
, فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ , كَمَا نَقَلَهُ فِي
الرَّوْضَةِ عَنِ الْقَاضِي حُسَيْنٍ وَأَقَرَّهُ ِلأَنَّهُ خِلاَفُ اْلمَشْـرُوْعِ
.) شرح التنبيه في فروع الفقه الشافعي : ج 1 ص : 134 (دار الفكر 1996)
Artinya: “Seseorang
mengerjakan shalat Tarawih pada tiap malam bulan Ramadhan dengan 10 kali salam
pada tiap malam antara shalat Isya sampai terbit fajar. Jika seseorang shalat
Tarawih 4 rakaat dengan satu salam maka hukumnya tidak sah. Sebagaimana Imam
Nawawi menukilkannya dalam kitab Rawdhah dari al-Qadhi Husain dan beliau
menetapkan hal itu karena menyalahi aturan yang disyariatkan”.
v Imam Zaynuddin
al-Malibariy:
(وَ)
صَلاَةُ (التَّرَاوِيْحِ) ، وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ،
فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، لِخَبَرِ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا
وَاْحتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. وَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ
مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ
تَصِحَّ ، بِخِلاَفِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَاْلعَصْرِ وَالضُّحَى وَاْلوِتْرِ.
وَيَنْوِي بِهَا التَّرَاوِيْحَ أَوْ قِيَامَ رَمضَانَ) . فتح المعين شرح قرة العين
بمهمات الدين : ص : 33( منارا قدس د ت)
Artinya: Shalat Tarawih 20
rakaat dengan 10 kali salam pada setiap malam di bulan Ramadhan. Karena ada
hadis: Siapa saja melaksanakan Qiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala,
maka dosanya yang terdahulu di ampuni. Wajib setiap 2 rakaat mengucapkan salam.
Jika seseorang shalat Tarawih 4 rakaat dengan satu salam maka hukum shalat
Tarawihnya tidak sah. Berbeda dengan shalat sunah Zuhur, Ashar, Dhuha dan witir.
Seharusnya bagi yang mengerjakan shalat Tarawih, ia berniat dengan niat Tarawih
atau Qiyam Ramadhan.
v Imam Taqiyuddin
al-Hashaniy
وَسُمِّيَتْ
باِلتَّرَاوِيْحِ ِلأَنَّهُمْ كَانُوا يَسْتَرِيْحُوْنَ بَعْدَ كُلِّ
تَسْليْمَتَيْنِ وَيَنْوِي فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّرَاوِيْحَ أوْ قِيَامَ
رَمَضَانَ وَلَوْ صَلاَّهَا أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ . (كفاية
الأخيار شرح غاية الأختصار : ج 1 ص : 91 (دار الفكر 2004)
Artinya; Dinamakan Tarawih
karena para sahabat melakukan istirahat pada setiap 2 kali salam (4 rakaat).
Seseorang yang melaksanakannya berniat pada tiap 2 rakaat dengan niat Tarawih
atau Qiyam Ramadhan. Bila ia shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam maka
shalatnya tidak sah.
v Imam Muhammad Ibn
Qasim
اَلتَّرَاوِيحُ
وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فيِ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ
رَمَضَانَ وَجُمْلَتُهَا خَمْسُ تَرْوِيْحَاتٍ, وَيَنْوِيْ الشَّخْصُ بِكُلِّ
رَكْعَتَيْنِ التَّرَاوِيْحَ أَوْ قِيَامَ رَمَضَانَ, فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ لَمْ تَصِحَّ . )فتح القريب المجيب شرح متن
غاية والتقريب ص : 13 ( منارا قدس د ت)
Artinya: Shalat Tarawih
dikerjakan 20 rakaat, terdiri dari 10 salam pada tiap malam bulan Ramadhan.
Jumlahnya 5 tarwihah (istirahat). Seseorang yang mengerjakannya ia berniat tiap
2 rakaat akan shalat Tarawih atau Qiyam Ramadhan. Jika ia shalat Tarawih dengan
4 rakaat satu salam maka shalat Tarawihnya tidak sah .
v Imam Murtadha Muhammad
al-Zabidiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ
وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ وَكَيْفِيَّتُهَا مَشْهُوْرَةٌ
قَالَ النَّوَوِيُّ فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمِة لَمْ يَصِحَّ. (اتحاف
السادة المتقين شرح احياء علوم الدين : ج 3 ص : 415 (دار الفكر د ت)
Artinya: Shalat Tarawih itu
20 rakaat dengan 10 kali salam. Tata caranya telah diketahui banyak orang. Imam
Nawawi berkata “Seandainya seseorang shalat Tarawih 4 rakaat dengan sekali
salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah.”
v Imam Muhammad Amin
Kurdiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ
وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ
رَمَضَانَ, فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ , وَيُسَنُّ
كَوْنُهَا جَمَاعَةً .) تنويرالقلوب في معاملة علام الغيوب : ص : 199 (دار الفكر
1994)
Artinya; Shalat Tarawih itu
dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Bila seseorang shalat setiap 4 rakaat
dengan satu salam maka shalatnya tidak sah. Disunahkan pelaksanaannya
berjamaah.”
v Sayyid Muhammad Ibn
Abdullah al-Jurdaniy
وَلاَ
بُدَّ أَنْ تُفْعَلَ رَكْعَتَيْنِ لِأَنَّهَا وَرَدَتْ كَذَلِكَ , وَلَوْ أَحْرَمَ
بِزِيَادَةٍ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اَوْ بِنَقْصٍ عَنْهُمَا لَمْ يَنْعَقِدْ
اِحْرَامُهُ . )فتح العلام بشرح مرشد الأنام ج 2 ص : 27 (دار السلام
1988)
Artinya: Seharusnya shalat
Tarawih itu dikerjakan dengan cara 2 rakaat (satu salam) karena telah datang
keterangannya. Seandainya seseorang melakukan takbiratul ihram lebih dari 2
rakaat atau kurang dari 2 rakaat dalam mengerjakan shalat Tarawih maka shalat
Tarawihnya tidak jadi (tidak sah).
v Syaikh Ibrahim Ibn
Muhammad al-Bayjuriy:
وَيُؤَيِّدُهُ
مَا هُوَ ظَاهِرُ سِيَاقِ الْحَدِيْثِ مِنَ أَنَّ اْلأَرْبَعَ رَكَعَاتٍ كَانَتْ
بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ, وَعَلَى كَوْنِهَا كَانَتْ صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ يَتَعَيَّنُ
أَنَّهَا كَانَتْ بِسَلاَمَيْنِ, ِلأَنَّ التَّرَاوِيْحَ يَجِبُ فِيْهَا السَّلاَمُ
مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , وَلاَ يَصِحُّ فِيْهَا أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ بِسَلاَمٍ
وَاحِدٍ . )المواهب اللدنية على الشمائل المحمدية ص : 144 (الحرمين د ت)
Artinya;Ungkapan zohir
hadis menguatkan hal itu, sesungguhnya 4 rakaat dikerjakan dengan sekali salam.
Apabila shalat tersebut adalah shalat Tarawih menjadi keharusan 4 rakaat
dikerjakan dengan 2 salam, karena pelaksanaan shalat Tarawih hukumnya wajib
salam pada tiap 2 rakaat. Tidak sah shalat Tarawih dikerjakan 4 rakaat, sekali
salam.
v Syaikh Muhammad Nawawiy
al-Bantaniy:
وَلاَ
تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ مِنَ التَّرَاوِيْحِ اَوْ
مِنْ قِـيَامِ رَمَـضَانَ اَوْ سُنَّةِ التَّرَاوِيْحِ. وَلاَ يَصِحُّ اَنْ
يُصَلِّيَ أَرْبَعًا مِنْهَا بِسَـلاَمٍ بَلْ لاَ بُـدَّ اَنْ يَكُوْنَ كُلُّ
رَكْعَتَيْنِ مِنْهَا بِسَـلاَمٍ لِأَنَّهَا وَرَدَتْ كَذَلِكَ . )نهاية الزين شرح
قرة العين بمهمات الدين : ص : 114 (الحرمين 2005)
Artinya: “Shalat Tarawih
tidak sah bila dilakukan dengan niat shalat mutlak, tetapi seseorang yang
mengerjakannya berniat shalat Tarawih, shalat Qiyam Ramadhan atau shalat sunah
Tarawih. Tidak sah bila ia melakukan shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam,
bahkan semestinya yang ia lakukan adalah mengucapkan salam pada tiap 2 rakaat
karena begitulah keterangan yang datang.”
v Syaikh Muhammad Mahfuz
al-Termasiy
قَوْلُهُ:
(فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا) اَيْ مَثَلًا فَالْمُرَادُ بِهِ أَكْثَرُ مِنْ
رَكْعَتَيْنِ قَوْلُهُ: (بِتَسْلِيْمَةٍ) اَيْ وَاحِدَةٍ قَوْلُهُ: (لَمْ يَصِحَّ)
أَيْ لَمْ تَنْعَقِدْ مَوْهَبَة ذي الفضل على شرح ابن حجر الهيتمي للمقدمة بافضل ج
2 ص : 469 (المطبعة العامرة الشرفية بمصر المحمية 1326 )
Artinya: "Perkataan Ibn
Hajar: Bila seseorang mengerjakan 4 rakaat seumpamanya, maka yang dimaksud
adalah lebih dari 2 rakaat, dengan satu salam, maka hukum shalatnya tidak sah
yakni batal
v Syaikh Ihsan Muhammad
Dahlan al-Kediriy
وَاعْلَمْ
اَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي
كُلِّ لَيْلَةٍ ِمنْ رَمَضَانَ .وَكَيْفِيَّتُهَا مَشْهُوْرَةٌ قَالَ النَّوَوِيُّ
فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ اْلقَاضِى
حُسَيْنٌ فِي فَتَاوِيْ ِلاَنَّهُ خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ . (مناهيج الامداد شرح
ارشاد العباد الى سبيل الرشاد ج 1 ص : 240 (مطبعة المعهد الاحسان الجمفسي
2006)
Artinya: Ketahuilah
sesungguhnya shalat Tarawih 20 rakaat dengan 10 salam pada tiap malam bulan
Ramadhan. Tata caranya telah diketahui banyak orang. Imam Nawawi berkata
“Seandainya ia shalat dengan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak
sah”. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi Husain dalam fatwanya, dengan alasan
hal demikian menyalahi aturan yang telah disyariatkan.
v Habib Ahmad Ibn Umar
al-Syathiriy
صَلاَةُ
التَّرَاوِيْحِ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً كُلَّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ,
وَيَجِبُ اَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى وَوَقْتُهَا مِنْ أَدَاءِ صَلاَةِ الْعِشَاءِ اِلَى
طُلُوْعِ الْفَجْرِ, فَيُسَلِّمُ حَتْمًا مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْ أَحْرَمَ
بِأَكْثَرَ عَامِدًا عَالِمًا لَمْ تَنْعَقِدْ وَاِلَّا اِنْعَقَدَتْ نَفْلاً
مُطْلَقًا . (الياقوت النفيس في مذهب ابن ادريس : ص : 43 (دار المعرفة
2005)
Artinya: Shalat Tarawih
dilaksanakan 20 rakaat pada setiap malam bulan Ramadhan. Dalam pelaksanaannya
wajib 2 rakaat-2 rakaat. Waktunya dari selesai mengerjakan shalat Isya sampai
terbit fajar. Seseorang dipastikan memberi salam pada tiap 2 rakaatnya. Jika ia
shalat lebih dari 2 rakaat sengaja- ngaja dan tahu (itu tidak sah) maka shalat
Tarawihnya rusak. Tetapi bila ia tidak sengaja atau lantaran ketidaktahuannya
maka Tarawih yang dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam itu menjadi shalat
sunah mutlaq.
v Syaikh Abdul Hamid Ibn
Muhammad Ali Qudus
فَيَجِبُ
التَّسْلِيْمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا أَوْ
أَكْثَرَ بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ تَصِحَّ أَصْلاً اِنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا
وَاِلاَّ صَحَّتْ نَفْلاً مُطْلَقًا . (الأنوار السنية شرح الدرر البهية : ص : 112
(الحرمين د ت)
Artinya; Wajib salam pada
setiap 2 rakaat. Bila seseorang shalat 4 rakaat atau lebih dengan sekali salam
maka shalat Tarawihnya tidak sah sama sekali, jika ia sengaja-ngaja atau
mengetahui itu. Jika tidak, maka shalatnya sah menjadi shalat mutlaq.
v Syaikh Ali Ma’shum
al-Jokjawiy Kerapyak
وَاعْلَمْ
أَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحِ مَثْنَى مَثْنَى فِي مَذَاهِبِ أَهْلِ السُّنَّةِ
وَالْجَمَاعَةِ, وَالشَّافِعِيَّةُ قَالُوْا : يَجِبُ اَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ
رَكْعَتَيْنِ فَاِذَا صَلاَّهَا بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ لَمْ تَصِحَّ . (حجة اهل السنة
والجماعة ص : 34 )
Artinya;Ketahuilah
sesungguhnya shalat Tarawih itu dikerjakan dengan 2 rakaat-2 rakaat menurut
pandangan Ahlu Sunah Wal jama’ah. Ulama mazhab Syafii berkata;” Wajib, seseorang
salam pada tiap 2 rakaat. Jika ia mengerjakan shalat Tarawih 4 rakaat dengan 1
salam, maka hukum shalatnya tidak sah.
v Syaikh Muhammad Muhajirin
Amsar Bekasi:
قوله
: (يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ) صَلاَتُهُ
صَلَّىاللهُ عَليْهِ وسلم أَرْبَعًا يَحْتَمِلُ أَنَّهَا سَلاَمَانِ وَتَشَهُّدَانِ
بِدَلاَلَةِ فِعْلِهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْلِهِ : صَلاَةُ
الَّليْلِ مَثْنَى مَثْنَى, وَحَقَّقَ عُلَمَاءُ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّ مَنْ صَلَّى
أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ بِنِيَّةِ التَّرَاوِيْحَ لَمْ يَصِحَّ
لِمُخَالَفَتِهِ بِمَا عَلَيْهِ حَدِيْثُ رَسُوْلِ اللهِ صلىالله عليه وسلم:
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى وَعَمِلَهُ أَصْحَابُ اْلكِرَاِم رضيَ اللهُ
تعالى عنَهُمْ .) مِصْباح الظَّلاَم شرح بلوغ المرام من ادلة الأحكام : ج 2 ص :
142)
Artinya: Perkataan (Nabi
shalat 4 rakaat, maka jangan kau tanya bagaimana bagus dan panjangnya) shalat
Nabi 4 rakaat mengandung kemungkinan 4 rakaat, itu dengan cara 2 salam dan 2
tasyahhud. Dengan adanya perbuatan dan perkataan Nabi “ Shalat malam itu 2
rakaat 2 rakaat. Ulama Mazhab Syafi’i telah mentahqiq sesengguhnya siapa saja
yang shalat 4 rakaat sekali salam dengan niat Tarawih maka tidak sah. Karena
menyalahi hadis Rasulullah “ Shalat malam itu dua dua” dan juga menyalahi amalan
para sahabat mulia yang Allah telah berikan keridhaanNya kepada
mereka.”
v Syaikh Muallim Muhammad
Syafii Hadzami
Tidak dikenal ikhtilaf
(perbedaan) antara Imam-Imam mujtahidin yang empat hal bilangan atau jumlah
rakaat Qiyam Ramadhan (Shalat Tarawih) melainkan sebagai berikut :
1) 20 rakaat menurut mazhab
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad Ibn Hambal.
2) 36 rakaat merupakan
salah satu riwayat Imam Malik bagi penduduk Madinah.
Syaikh Abdul Wahhab
al-Sya’râniy pun menyebutkan hal ini dalam kitab al-Mîzân al-Kubrâ sebagai
berikut:
وَمِنْ
ذَلِكَ قَوْلُ أَبِي حَنِيْفَةَ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ اَنَّ صَلاَةَ
التَّرَاوِيْحَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً وَاِنَّهَا فِي
الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مَعَ قَوْلِ مَالِكٍ فِي اِحْدَى الرِّوَايَاتِ عَنْهُ
اِنَها سِتَّةٌ وَثَلاَثُوْنَ رَكْعَةً (الميزان الكبرى ج 1 ص : 185 دار الفكر د ت)
Artinya: Sebagian dari yang
demikian adalah Qaul Imam Abi Hanifah, Imam Syafii dan Imam Ahmad bahwa Shalat
Tarawih di dalam Bulan Ramadhan adalah 20 rakaat dan sesungguhnya berjamaah itu
lebih utama disertai Qaul Imam Malik dalam satu riwayat darinya adalah 36
rakaat.
Kaifiyyah 20 rakaat yaitu
dikerjakan dengan sepuluh salam dan memberi salam pada tiap dua rakaat. Kata
Imam Nawawi dalam kitab Rawdhah” jika seseorang bersembahyang Tarawih 4 rakaat
dengan satu salam niscaya tidak sah, karena menyalahi yang
disyariatkan.[1]
v Syaikh Usman Ibn Muhammad
Askar
Jumlah Rakaat shalat
Tarawih
Bapak : ”Berapakah rakaat
sempurna shalat Tarawih itu”?
Anak : ”20 rakaat. Namun
bagi penduduk Madinah, mereka boleh mengerjakannya lebih dari 20 rakaat hingga
36 rakaat. Cara mengerjakannya tip-tiap 2 rakaat diakhiri dengan salam. Setelah
selesai shalat Tarawih hendaknya ditutup dengan shalat witir”.
Bapak : ”Bagaimana hukumnya
jika shalat Tarawih dilaksanakan kurang dari 20 rakaat”?
Anak : ”Tetap mendapat
pahala. Namun tidak seperti pahala shalat Tarawih 20 rakaat”.
Bapak : ”Bolehkah shalat
Tarawih dikerjakan 4 rakaat-4 rakaat dengan satu tasyahhud (salam)”?
Anak : ”Hukumnya tidak sah,
sesuai dengan yang dijelaskan para ulama dalam kitab fiqh”.[2]
v Prof. dari Syifa Hasan
Hito
صَلاَةُ
التَّرَاِويْحِ وَتُسَمَّى قِيَامَ رَمَضَانَ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَـةً بِعَشْرِ
تَسْلِيْمَاتٍ بِاْلأِجْمَاعِ , وَلاَ يَصِحُّ الْوَصْلُ بَيْنَ أَرْبَعٍ مِنْهَا .
)امتاع الأسماع شرح أبي شجاع : ج 1 ص : 85 (دار الضياء 2005)
Artinya; Shalat Tarawih
juga dinamakan Qiyam Ramadhan. Shalat Tarawih itu 20 rakaat dengan 10 kali salam
dengan adanya ijma’. Tidak sah bila menggabung 4 rakaat dengan satu
salam.
v K.H Abdurrahman Nawi
Tebet
Shalat Tarawih hukumnya
Sunah muakkadah. Bilangan rakaatnya yaitu:
1) Bagi kita 20 rakaat
(ijma’ para sahabat).
2) Bagi Ahli Madinah 36
rakaat.
Waktunya Ba’da Shalat Isya
hingga fajar shodiq
Perhatian
!!!
1) Dilakukan dengan 10
salam.
2) Tidak sah dilakukan 4
rakaat satu salam.
3) Sunah dilakukan secara
berjamaah [1]
Demikianlah sebagian Nash
(redaksi) kitab-kitab para ulama yang menjelaskan shalat Tarawih yang dikerjakan
4 rakaat sekali salam, hukumnya tidak sah. Masih banyak kitab-kitab para ulama
yang belum sempat penulis membaca dan menelitinya. Kitab-kitab tersebut sangat
perlu dibaca dan ditekuni dengan benar dan hasil Talaqqiy (berhadapan langsung)
dengan para ulama dan bukan Istbdâd (keras kepala)
Pendapat yang mengatakan
bahwa shalat Tarawih dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam hukumya tidak sah
memiliki dalil yang kuat dan tidak bisa ditolak. Dalil-dalilnya sangat jelas
dapat ditemukan dalam kitab-kitab Mu’tabar. Bagaikan sinar matahari yang
terlihat sangat jelas, tidak ada manusia yang memungkiri jelasnya sinar matahari
itu, kecuali orang yang sakit mata. Barang yang sangat jelas menjadi tidak
kelihatan karena ada penyakit pada matanya. Makanan yang enak dan lezat yang
semua orang berselera menikmatinya menjadi tidak enak karena ada penyakit pada
mulutnya. Sebagaimana Imam Muhammad Ibn Said al-Bushiriy mengatakan:
قَدْ
تُنْكِرُ الْعَيْنُ ضَوْءَ الشَّمْسِ مِنْ رَمَدٍ ** ويُنْكِرُ الفَمُ طَعْمَ
الْمَاءِ مِنْ سَقَمِ
Artinya: ” Terkadang mata
seseorang mengingkari cahaya matahari karena matanya sakit (rebekan), dan mulut
seseorang akan mengingkari ni’matnya air dari sebab mulutnya sakit
(sariawan).”
Begitu juga karena sangat
jelas keterangan yang para ulama berikan, tidak ada orang yang menolak pendapat
tersebut, kecuali orang-orang yang ada penyakit dalam dirinya. Nama penyakitnya
adalah kebodohan yang dibungkus oleh kain hasud (dengki).
Menyikapi hal ini, kita
wajib hindari pelaksanaan shalat Tarawih yang dikerjakan dengan cara 4 rakaat
sekali salam, 4 rakaat sekali salam. Apabila ada masjid atau mushalla dalam
pelaksanaan shalat Tarawih dikerjakan dengan cara seperti itu, maka wajib bagi
kita memberi tahu kepada mereka bahwa perbuatan mereka menyalahi aturan Syariat.
Jika mereka tidak mau merubahnya maka kita wajib mencari tempat yang mengerjakan
shalat Tarawih dengan tiap 2 rakaat salam, atau kita mengerjakan shalat Tarawih
di rumah saja. Wallohu a'lam [ Abuya Saifuddin Amsir via Rizki
Zulqornain Al-Muafah ].
Sumber :
www.fb.com/notes/234494496594398