PERTANYAAN
:
Selamat siang para pemberi
ilmu yang baik hati dan yang saya cintai. :)
1.Sempat dengar tausiah dari
salah satu Ustadz di tv kalau haram hukumnya minta-minta apalagi kalau umurnya
msh muda dan dalam keadaan yang sehat walafiat, terus kalau yang memberi,
hukumnya bagaimana yah ?
2.Kalau pengamennya masih
muda, terus punya badan tegap dan dalam keadaan sehat, hukumnya bagaimana ?
terus, yang memberi hukumnya juga bagaimana ?
3.Kalau lagi puasa, boleh
tidak jilat bibir ? [Ri
Ly].
JAWABAN
:
1. Memberi uang kepada
pengemis dapat dianggap bersedekah. Maka hukumnya sunnah, karena bersedekah
hukum asalnya sunnah. Wahbah az-Zuhaili berkata,“Sedekah tathawwu’ (sedekah
sunnah / bukan zakat) dianjurkan (mustahab) dalam segala waktu, dan hukumnya
sunnah berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.” (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami
wa Adilatuhu, 3/389).
Dalil Al-Qur`an antara lain
(artinya),“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (QS Al-Baqarah [2] : 245).
Dalil As-Sunnah misalnya sabda Nabi SAW,”Barangsiapa memberi makan orang lapar,
Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga. Barangsiapa memberi
minuman kepada orang haus, Allah pada Hari Kiamat nanti akan memberinya minuman
surga yang amat lezat (ar-rahiq al-makhtum), dan barangsiapa memberi pakaian
orang yang telanjang, Allah akan memberinya pakaian surga yang berwarna hijau
(khudhr al-jannah).” (HR Abu Dawud no 1432; Tirmidzi no 2373 ).
Namun hukum asal sunnah ini
bisa berubah bergantung pada kondisinya. Sedekah dapat menjadi wajib. Misalnya
ada pengemis dalam kondisi darurat (mudhthar), yakni sudah kelaparan dan tak
punya makanan sedikit pun, sedang pemberi sedekah mempunyai kelebihan makanan
setelah tercukupi kebutuhannya. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu,
3/390). Dalam kondisi seperti ini, sedekah wajib hukumnya. Sebab jika tak ada
cara lain menolongnya kecuali bersedekah, maka sedekah menjadi wajib, sesuai
kaidah fiqih : “Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib.” (Jika suatu
kewajiban tak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula
hukumnya). (Saifuddin Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, 1/111).
Sedekah dapat menjadi haram
hukumnya, jika diketahui pengemis itu akan menggunakan sedekah itu untuk
kemaksiatan. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390). Misalnya,
digunakan untuk berjudi, berzina, atau minum khamr. Hukum sedekah dalam kondisi
ini menjadi haram, karena telah menjadi perantaraan (wasilah) pada yang haram.
Kaidah fikih menyebutkan,”Al-Wasilah ila al-haram haram.” (Segala perantaraan
menuju yang haram, haram hukumnya). (M. Shidqi al-Burnu, Mausu’ah Al-Qawa’id
Al-Fiqhiyyah, 12/200).
Sedekah kepada pengemis
juga menjadi haram, jika diketahui pengemis itu tidak termasuk orang yang boleh
mengemis (meminta-minta), misalnya bukan orang miskin. Dalam masalah ini ada
dalil khusus yang mengharamkan meminta-minta, kecuali untuk tiga golongan
tertentu. Sabda Nabi SAW,”Meminta-minta tidaklah halal kecuali untuk tiga
golongan : orang fakir yang sangat sengsara (dzi faqr mudqi’), orang yang
terlilit utang (dzi ghurm mufzhi’), dan orang yang berkewajiban membayar diyat
(dzi damm muuji’).” (HR Abu Dawud no 1398; Tirmidzi no 590; Ibnu Majah no 2198).
(Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 194).
Jadi kalau seorang pengemis
sebenarnya bukan orang miskin, haram baginya meminta-meminta. Demikian pula
pemberi sedekah, haram memberikan sedekah kepadanya, jika dia mengetahuinya.
Dalam kondisi ini pemberi sedekah turut melakukan keharaman, karena dianggap
membantu pengemis tersebut berbuat haram. Kaidah fikih menyebutkan : “Man a’ana
‘ala ma’shiyyatin fahuwa syariik fi al itsmi” (Barangsiapa membantu suatu
kemaksiatan, maka dia telah bersekutu dalam dosa akibat kemaksiatan itu.).
(Syarah Ibnu Bathal, 17/207).
2. PENGAMEN itu termasuk
dihukumi sebagai sail (pengemis) dan bukan termasuk pekerja (ajir). Kita
diperbolehkan memberi mereka selama tidak menduga uang pemberian itu digunakan
untuk maksiat. Jika kita menduga digunakan untuk maksiat, maka hukumnya haram,
selama tidak takut dilecehkan oleh sail tersebut. Adapun hukum mengamen adalah
haram, selama dia mampu bekerja di tempat lain menurut qaul yang lebih
kuat.
Dasar Pertimbangan Hukum
:
- Kifayat al Akhyar I hal
298 :
وحق
عقد الإجارة: عقد على منفعة مقصودة معلومة قابلة للبدل والإباحة بعوض معلوم ... إلى
ان قال: وقولنا قابلة للبذل والإباحة فيه احتراز عن استئجار آلات اللهو كالطنبور ،
والمزمار، والرباب ونحوها، فإن استئجارها حرام، ويحرم بذل الأجرة في مقابلتها،
ويحرم أخذ الأجرة لأنه من قبيل أكل أموال الناس بالباطل، وكذا لا يجوز استئجار
المغاني
- Ahkam al Quran li al
Jassos II hal 303 :
(ولاتعاونوا
على الإثم و العدوان) أي نهى عن معاونة غيرنا على معاصى الله تعالى
3. Menjilati bibir sendiri
tidak apa-apa saat berpuasa, sepanjang tidak membuat suatu benda lain yang
menempel di bibirnya itu ditelannya, bila hanya untuk agar membuat basah
bibirnya insya Allah tidak apa-apa. Wallohu a'lam. [Mbah
Jenggot II, Zaine].