PERTANYAAN
:
Assalamu 'alaikum ada
sebagian yang mengatakan jam 3 itu belum masuk waktu sahur dan mencantumkan
waktu imsak itu bid'ah ? [IzZa
Anisatul Husna].
JAWABAN
:
Waktu sahur sepanjang malam
sebelum masuk waktu subuh dan mengenai waktu imsak demikian ini uraiannya
:
WAKTU
IMSAK TIDAKLAH SESAT ( MENOLAK FATWA SESAT ULAMA SALAFY )
MUKADDIMAH
Dalam beberapa tahun ini
muncul fatwa dari Ulama Wahaby yang menfatwakan tentang terlarangnya dan
sesatnya jadwal waktu Imsakiyah yang muncul pada bulan Ramadhan, fatwa ini
menurut pandangan para wahaby disebabkan ada beberapa hal yaitu waktu imsak
adalah bid’ah dan tidak ada pada zaman nabi, waktu imsak di asumsikan wahaby
sebagai awal waktu berpuasa padahal mengakhirkan waktu sahur adalah sunnah dan
utama, waktu imsak termasuk dalam kategori membuat syareat baru dan kalaupun ada
tentu nabi telah melakukannya. Beberapa alas an tersebut begitu mengemuka di
permukaan dan difatwakan untuk mensesatkan jadwal waktu imsakiyah yang
berkembang di masyarakat, utamanya di daerah muslim Sunni.
PERSPEKTIF
IMSAK MENURUT ILMU FALAK
Waktu imsak adalah waktu
tertentu sebelum shubuh, saat kapan biasanya seseorang mulai berpuasa[1].
Mengenai watu imsak ada yang berpendapat 15 menit[2],10 menit[3], dan ada yang
menggunakan 18 menit dan 20 menit sebelum fajar shodiq yang merupakan awal waktu
shubuh dan juga awal berpuasa[4]. Dalam hal ini para ahli astronomi berbeda
pendapat mengenai irtifa’ (ketinggian matahari ) fajar shadiq yang pada waktu
itu dibawah ufuq (horizon) ada yang berpendapat -18,-19,dan -20[5].
Fenomena ini dalam
astronomi disebut dengan Twilight, fenomena ini muncul dibawah horizon sampai
matahari terbit pada pagi hari atau setelah matahari terbenam pada sore hari[6].
Pada waktu itu cahaya kemerahan dilangit sebelah timur sebelum matahari terbit,
yaitu saat matahari menuju terbit pada posisi jarak zenith 108 derajad dibawah
ufuq sebelah timur[7]. Dalam Explanatory Supplemen to The Astronomical Almanac
dijelaskan” this is caused by the scattering of sunlight from upper layer of the
earth atmosphere. It begins at sunset (ends at sunrise) and is conventionally
taken to end (or begin) when the center of the sun reaches an altitude of
-18”.[8]
Fajar sendiri dibagi
menurut ahli astronomi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fajar waktu pagi dan
fajar waktu senja hari, secara fiqhi fajar dibagi menjadi dua juga yaitu fajar
shodiq dan fajar kadzib, dalam hal ini K. Maisur mengatakan
وهو
المنتشر ضوؤه معترضا ينواحى السماء. بخلاف الكاذب فإنه يطلع مستطيلا ثمّ يذهب
ويعتقبه ظلمة.وذالك قبل الصادق[9]
Dalam ranah fiqih fajar
dapat dibagi atas dua macam yaitu fajar shadiq dan fajar kadzib, fajar kadzib
adalah fenomena cahaya kemerahan yang tampak dalam beberapa saat kemudian
menghilang sebelum fajar shadiq, dalam dunia ilmu astronomi sering disebut
Twilight False atau Zodiacal light, Fajar kadzib terjadi akibat hamburan cahaya
matahari oleh debu-debu antar planet di ekliptika,sedangkan fajar shadiq adalah
fenomena astronomical twilight yang muncul setelah fajar kadzib. Para Ahli Fiqih
memberi gambaran bahwa fenomena fajar shadiq ketika mega putih (biyadh) dari
horizon telah tampak dari arah timur, hal tersebut telah dijelaskan dalam surat
Al-Baqoroh ayat 187 dimana waktu melakukan puasa adalah ketika terbitnya fajar
(fajar shadiq) sampai tenggelamnya matahari.[10]
WAKTU
IMSAK DALAM PERDEBATAN
Dalam pemaparan diatas
waktu imsak adalah suatu waktu sebelum waktu shubuh dimana juga menjadi awal
untuk menjalankan ibadah Puasa, dari gambaran ini sungguh salah apabila diyakini
bahwa awal berpuasa dimulai pada waktu imsak ini dan ini kemudian yang disalah
persepsikan oleh ulama-ulama salafy, penggunaan waktu imsak ternyata berkaitan
dengan kehati-hatian (ikhtiyat) dalam menjalankan awal ibadah puasa, dalam
menyikapi fatwa sesat dari salafy setidaknya ada beberapa hal yang bias kita
fahami, antara lain:
Pertama, masalah auqot
terkait dengan masalah fenomena alam untuk itu kita harus memahami bahwa masalah
auqot berkaitan dengan Sunnatulloh, Sunnatullah mengatur dan berlaku untuk alam
semesta (makro kosmos) dan alam manusia (mikro kosmos), hukum ini tidak
diwahyukan, tetapi dihamparkan dalam bentangan realitas alam semesta dan alam
manusia, yang semuanya tunduk patuh kepadanya dengan sukarela maupun terpaksa,
hukum ini berlaku obyektif, pasti dan tetap, diperoleh melalui observasi dan
lahirlah science dengan berbagai disiplin ilmu yang melingkupinya, berbeda
dengan Dienullah yang khusus mengatur alam manusia yaitu tentang bagaimana harus
berprilaku terhadap penciptanya,dirinya sendiri, dan lingkungannya, hukumnya
bersifat subyektif, tidak pasti, tidak tetap, hukum ini diwahyukan dan terangkum
di dalam Alqur’an dan Hadist, pengetahuannya di peroleh dari telaah kita
terhadap teks-teks wahyu, maka lahirlah ilmu fiqih, tafsir, hadits, dll, derajad
kebenarannya seberapa akurat ia didukung oleh dalil-dalil naqli yang sifatnya
legal formal, ayat-ayat yang berkiatan dengan fajar nampak jelas merupakan
bagian dari ayat-ayat kauniyah dan akan dapat difahami dari Sunnatullah.
Kedua, waktu imsak
merupakan bagian dari ikhiyat, artinya waktu imsak diperlukan dalam rangka untuk
menjauhkan kita dari kesalahan untuk makan dan minum, maksudnya supaya kita
hati-hati dan tidak makan dan minum ketika waktu puasa telah tiba[11]. Hal ini
sangat jelas bahwa dalam waktu imsak bukanlah awal melaksanakan puasa dan dugaan
serta tuduhan dari salafy salah besar, ihtiyat sangat penting sekali dalam
menjalankan ibadah kita, Syekh Ali al-Shobuni mengisyaratkan hal tersebut dengan
sebuah qoidah :
أمور
العبادة ينبغي فيها الإحتياط[12]
Akhirnya dari pemaparan
tersebut, maka waktu Imsak yang banyak beredar bukanlah suatu bid’ah yang sesat
tetapi bagian dari bid’ah hasanah dalam rangka memudahkan kita dalam menjalankan
ibadah Puasa. [oleh Aqil Fikri pada 28 Juli 2011 jam 22:01 via Mbah
Jenggot II ].
-----------------
[1] Nur Ahmad Shadiq bin
Saryani, Abu Saiful Mujab, Nur al-Anwar min Muntaha al-Aqwal, Madrasah Tasywiq
al-Thullab al-Salafiyah, Kudus, 1407H/1986M, hal 66
[2] ……..opcit, hal 66
[3] Sjamsul Arifin,Drs.H,
Ilmu Falak, STAIN PONOROGO, Ponorogo, 1997M. hal 56
[4] Al Istanbuly, Sa’id bin
Husaein Hamly, Kitab Mawaqit al-Sholat, Hakikat Kitabevi, Istanbul, 1988 M, hal
33
[5] ……..opcit, hal 33.
[6] Azhari, Susiknan,
Ensiklopedia Hisab Rukyat, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2005, hal 156.
[7] …….opcit, hal 53
[8] Yallop, B.D,
Astronomical Phenomena, Explanatory Supplemen to The Astronomical Almanac,
University Science, California, 1992, hal 492
[9] Al-Tursidi, Maisur,K,
Al-Hawashil , PP. Mahir al-Riyadh, Kediri, tt, hal 50
[10] Sabiq, Sayyid,
al-Syekh, Fiqh al-Sunnah, Dar el-Fikr,Beirut, 1403H/1983M, hal 369
[11] Al Istanbuly, Sa’id
bin Husaein Hamly, Kitab Mawaqit al-Sholat, Hakikat Kitabevi, Istanbul, 1988 M,
hal 33
[12] Al-Shobuny, Mohammad
Ali, Al-Syekh, Rawai’ al-Bayan Tafsir ayat al-Ahkam min al-Qur’an, jilid 2, Dar
el-Fikr, Beirut,tt,, hal 205