Salah satu penghasutn ya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidik i dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpu lan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab ) dan istiqomah mengikuti tharikat-t harikat tasawuf.
Laurens mengupah ulama-ulam a yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemah kan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis .
Cara ulama-ulam a yang anti tasawuf dan anti mazhab menghasut adalah memotong-m otong dan mengalihka n makna firman Allah, hadits Rasulullah , perkataan Salafush Sholeh maupun perkataan ulama-ulam a terdahulu seperti perkataan Imam Mazhab yang empat.
Perkataan Imam mazhab yang empat yang sering disalahpah ami adalah seperti
al-Imam as-Syafi’i Rahimahull ah:
إِنْ صَحَّ الْحَدِيْث ُ فَهُوَ مَذْهَبِيْ
“Jika hadits tersebut shahih, maka itu adalah madzhabku.”
Perkataan al-Imam as-Syafi’i Rahimahull ah tersebut adalah contoh sikap tawadhu atau rendah hati. Beliau hanya ingin mengingatk an kita bahwa mengikuti pendapat mereka tetap merujuk kepada dari mana mereka mengambiln ya yakni Al Qur'an dan As Sunnah.
Al-Imam as-Syafi’i Rahimahull ah menghafal dan mendapatka n hadits langsung dari para Salafush Sholeh. Beliau melihat sendiri penerapan, perbuatan serta contoh nyata dari Salafush Sholeh.
Hadits-had its yang dihafal dan diketahui oleh beliau lebih banyak dari hadits yang telah dibukukan. Bahkan Imam Bukhari dan Imam Muslim tetap bertalaqqi (mengaji ) dengan ulama-ulam a bermazhab.
Jadi aneh kalau ada ulama yang berpendapa t bahwa dia telah menemukan sebuah hadits shahih pada suatu kitab sehingga tidak perlu mengikuti pendapat Imam Mazhab yang empat. Haditsnya shahih namun pemahaman mereka terhadap hadits tersebut yang menyelisih i pemahaman Imam Mazhab yang empat.
Para ulama menjelaska n, bahwa maksud perkataan Al-Imam Al-Syafi’i , “Idza shahha al-hadits fahuwa madzhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah madzhabku) ”, adalah bahwa apabila ada suatu hadits bertentang an dengan hasil ijtihad Al-Imam Al-Syafi’i , sedangkan Al-Syafi’i tidak tahu terhadap hadits tersebut, maka dapat diasumsika n, bahwa kita harus mengikuti hadits tersebut, dan meninggalk an hasil ijtihad Al-Imam Al-Syafi’i . Akan tetapi apabila hadits tersebut telah diketahui oleh Al-Imam Al-Syafi’i , sementara hasil ijtihad beliau berbeda dengan hadits tersebut, maka sudah barang tentu hadits tersebut memang bukan madzhab beliau. Hal ini seperti ditegaskan oleh Al-Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzd zab 1 / 64.
Oleh karena demikian, para ulama menyalahka n Al-Imam Al-Hafizh Ibn Al-Jarud, seorang ulama ahli hadits bermadzhab Al-Syafi’i , di mana setiap ia menemukan hadits shahih bertentang an dengan hasil ijtihad Al-Imam Al-Syafi’i , Ibn Al-Jarud langsung mengklaim bahwa hadits tersebut sebenarnya madzhab Al-Syafi’i , berdasarka n pesan Al-Syafi’i di atas, tanpa meneliti bahwa hadits tersebut telah diketahui atau belum oleh Al-Imam Al-Syafi’i .
Al-Imam Al-Hafizh Ibn Khuzaimah Al-Naisabu ri, seorang ulama salaf yang menyandang gelar Imam Al-Aimmah (penghulu para imam) dan penyusun kitab Shahih Ibn Khuzaimah,ketika ditanya, apakah ada hadits yang belum diketahui oleh Al-Imam Al-Syafi’i dalam ijtihad beliau ? Ibn Khuzaimah menjawab, “Tidak ada”. Hal tersebut seperti diriwayatk an oleh Al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitabnya yang sangat populer Al-Bidayah wa Al-Nihayah (juz 10, hal. 253).
Cobalah pakai akal sehat , mana yang lebih baik
1. Mengikuti pendapat atau pemahaman ulama yang mengaku-ak u mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun kenyataann ya tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh.
Atau
2. Mengikuti pendapat atau pemaham Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Bahkan kita sudah mengetahui bahwa Imam Mazhab yang empat telah disepakati oleh jumhur ulama dari dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak). Imam Mazhab yang empat mengetahui dan mengikuti pemahaman Salafush Sholeh melalui lisannya Salafush Sholeh.
Imam Mazhab yang empat melihat sendiri penerapan, perbuatan serta contoh nyata dari Salafush Sholeh.
Apa yang mereka katakan sebagai pemahaman Salafush Sholeh pada dasarnya adalah pemahaman mereka sendiri berdasarka n belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri (pemahaman secara ilmiah)
Para ulama telah menyampaik an bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri, kemungkina n besar akan berakibat negative seperti,
1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang kehilangan ruhnya atau aspek bathin
2. Tasybihill ah Bikholqihi , penyerupaa n Allah dengan makhluq Nya
Rasulullah telah melarang kita untuk memahami Al Qur’an dengan akal pikiran kita sendiri
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Barangsiap a menguraika n Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhn ya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkan nya.” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda…”Barangsiap a yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediaka n tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmid zi)
Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla h mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami y , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahf i 60) ; “Barangsiap a tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Baya n Juz 5 hal. 203
Sanad ilmu / sanad guru sama pentingnya dengan sanad hadits.
Sanad hadits adalah otentifika si atau kebenaran sumber perolehan matan/ redaksi hadits dari lisan Rasulullah .
Sedangkan Sanad ilmu atau sanad guru adalah otentifika si atau kebenaran sumber perolehan penjelasan baik Al Qur’an maupun As Sunnah dari lisan Rasulullah .
Hal yang harus kita ingat bahwa Al Qur’an pada awalnya tidaklah dibukukan. Ayat-ayat Al Qur’an hanya dibacakan dan dihafal (imla) kemudian dipahami bersama dengan yang menyampaik annya.
Hal yang akan dipertanya kan terhadap sebuah pendapat / pemahaman seperti :
“Apakah yang kamu pahami telah disampaika n / dikatakan oleh ulama-ulama terdahulu yang tersambung lisannya kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam” ?
“Siapakah ulama-ulam a terdahulu yang mengatakan hal itu” ?
“Dari siapakah mendapatka n pemahaman seperti itu” ?
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikan nya (sanad ilmu)”
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda yang artinya “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanl ah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-si aplah menempati tempat duduknya di neraka” (HR Bukhari)
Hakikat makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaik an satu ayat yang diperoleh dari orang yang disampaika n secara turun temurun sampai kepada lisannya Sayyidina Muhammad bin Abdullah Shallallah u alaihi wasallam.
Kita tidak diperkenan kan menyampaik an apa yang kita pahami dengan akal pikiran sendiri dengan cara membaca dan memahami namun kita sampaikan apa yang kita dengar dan pahami dari lisan mereka yang sanad ilmunya tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam karena hanya perkataan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam yang merupakan kebenaran atau ilmuNya.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menyampaik an agama kepada Sahabat. Sahabat menyampaik an kepada Tabi’in. Tabi’in menyampaik an pada Tabi’ut Tabi’in. Para Imam Mazhab yang empat, pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim pada umumnya, mereka berijtihad dan beristinba t berlandask an hasil bertalaqqi (mengaji ) pada Salafush Sholeh
Contoh sanad Ilmu atau sanad guru Imam Syafi’i ra
1. Baginda Nabi Muhammad Shallallah u alaihi wasallam
2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
3. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
4. Al-Imam Malik bin Anas ra
5. Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra
“Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann ya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya, maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika kita mendapatka n masalah” (Habib Munzir).
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaik an bahwa “maksud dari pengijazah an sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatk an tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadany a, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadany a dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaa n al-Qur’an itu benar-bena r sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
“Sanad adalah bagai rantai emas terkuat yg tak bisa diputus dunia dan akhirat, jika bergerak satu mata rantai maka bergerak seluruh mata rantai hingga ujungnya, yaitu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam,” (Habib Munzir)
Keistimewa an syari'at Islam adalah adanya sanad atau mata rantai yang bersambung hingga pembawa syari'at itu sendiri; Rasulullah . Karena itulah munculnya faham-faha m menyimpang yang dapat menyesatka n umat Islam sangat kecil kemungkina nnya untuk tidak terdeteksi jika berpegang teguh kepada sanad.
Sanad inilah yang kemudian menjadi tradisi di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk selalu dilestarik an, karena dengan terus membudayak annya akan terjamin kemurnian ajaran agama Allah ini tidak bercampur dengan akal pikiran manusia yang didalamnya ada unsur hawa nafsu atau kepentinga n.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830