Ia bertutur:
Tiga hal mutlak bagi seorang Mukmin, dalam segala keadaan, yaitu: (1) harus menjaga
perintah-p erintah Allah, (2) harus menghindar dari segala yang haram, (3) harus
ridha dengan takdir Yang Maha Kuasa. Jadi seorang Mukmin, paling tidak,
memiliki tiga hal ini. Berarti, ia harus memutuskan untuk ini, dan berbicara
dengan diri sendiri tentang hal ini serta mengikat organ-orga n tubuhnya dengan
ini.
Ia bertutur :
Ikutilah (Sunnah Rasul) dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhilah
selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar; junjung tinggilah tauhid
dan jangan menyekutuk an Dia; sucikanlah Dia senantiasa dan jangan menisbatka n
sesuatu keburukan pun kepada-Nya . Pertahanka n Kebenaran- Nya dan jangan ragu
sedikit pun. Bersabarla h selalu dan jangan menunjukka n ketidaksab aran.
Beristiqom ahlah; berharapla h kepada-Nya , jangan kesal, tetapi bersabarla h.
Bekerjasam alah dalam ketaatan dan jangan berpecah-b elah. Saling mencintail ah
dan jangan saling mendendam. Jauhilah kejahatan dan jangan ternoda olehnya.
Percantikl ah dirimu dengan ketaatan kepada Tuhanmu; jangan menjauh dari pintu-pint u
Tuhanmu; jangan berpaling dari-Nya. Segeralah bertaubat dan kembali kepada-Nya .
Jangan merasa jemu dalam memohon ampunan kepada Khaliqmu, baik siang maupun
malam; (jika kamu berlaku begini) niscaya rahmat dinampakka n kepadamu, maka
kamu bahagia, terjauhkan dari api neraka dan hidup bahagia di surga, bertemu
Allah, menikmati rahmat-Nya , bersama-sa ma bidadari di surga dan tinggal di
dalamnya untuk selamanya; mengendara i kuda-kuda putih, bersuka ria dengan
hurhur bermata putih dan aneka aroma, dan melodi-mel odi hamba-hamb a sahaya
wanita, dengan karunia-ka runia lainnya; termuliaka n bersama para nabi, para
shiddiq, para syahid, dan para shaleh di surga yang tinggi.
Ia bertutur:
Apabila seorang hamba Allah mengalami kesulitan hidup, maka pertama-ta ma ia
mencoba mengatasin ya dengan upayanya sendiri. Bila gagal ia mencari pertolonga n
kepada sesamanya, khususnya kepada raja, penguasa, hartawan; atau bila dia
sakit, kepada dokter. Bila hal ini pun gagal, maka ia berpaling kepada
Khaliqnya, Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan berdo'a kepada-Nya dengan
kerendah-h atian dan pujian. Bila ia mampu mengatasin ya sendiri, maka ia takkan
berpaling kepada sesamanya, demikian pula bila ia berhasil karena sesamanya,
maka ia takkan berpaling kepada sang Khaliq.
Kemudian bila tak juga memperoleh pertolonga n dari Allah, maka dipasrahka nnya
dirinya kepada Allah, dan terus demikian, mengemis, berdo'a merendah diri,
memuji, memohon dengan harap-hara p cemas. Namun, Allah Yang Maha Besar dan Maha
Kuasa membiarkan ia letih dalam berdo'a dan tak mengabulka nnya, hingga ia
sedemikian terkecewak an terhadap segala sarana duniawi. Maka kehendak-N ya
mewujud melaluinya , dan hamba Allah ini berlalu dari segala sarana duniawi,
segala aktivitas dan upaya duniawi, dan bertumpu pada ruhaninya.
Pada peringkat ini, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Maha
Besar lagi Maha Kuasa, dan sampailah dia tentang Keesaan Allah, pada peringkat
haqqul yaqin (* tingkat keyakinan tertinggi yang diperoleh setelah menyaksika n
dengan mata kepala dan mata hati). Bahwa pada hakikatnya , tiada yang melakukan
segala sesuatu kecuali Allah; tak ada penggerak tak pula penghenti, selain Dia;
tak ada kebaikan, kejahatan, tak pula kerugian dan keuntungan , tiada faedah,
tiada memberi tiada pula menahan, tiada awal, tiada akhir, tak ada kehidupan
dan kematian, tiada kemuliaand an kehinaan, tak ada kelimpahan dan kemiskinan ,
kecuali karena ALLAH.
Maka di hadapan Allah, ia bagai bayi di tangan perawat, bagai mayat dimandikan ,
dan bagai bola di tongkat pemain polo, berputar dan bergulir dari keadaan ke
keadaan, dan ia merasa tak berdaya. Dengan demikian, ia lepas dari dirinya
sendiri, dan melebur dalam kehendak Allah. Maka tak dilihatnya kecuali Tuhannya
dan kehendak-N ya, tak didengar dan tak dipahaminy a, kecuali Ia. Jika melihat
sesuatu, maka sesuatu itu adalah kehendak-N ya; bila ia mendengar atau
mengetahui sesuatu, maka ia mendengar firman-Nya , dan mengetahui lewat
ilmu-Nya. Maka terkarunia ilah dia dengan karunia-Ny a, dan beruntung lewat
kedekatan dengan-Nya , dan melalui kedekatan ini, ia menjadi mulia, ridha,
bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan bertumpu pada firman-Nya . Ia merasa
enggan dan menolak segala selain Allah, ia rindu dan senantiasa mengingat- Nya;
makin mantaplah keyakinann ya pada-Nya, Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa. Ia
bertumpu pada-Nya, memperoleh petunjuk dari-Nya, berbusana nur ilmu-Nya, dan
termuliaka n oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan diingatnya adalah dari-Nya. Maka
segala syukur, puji, dan sembah tertuju kepada-Nya .
Ia bertutur:
Bila kamu abaikan ciptaan, maka:
"Semoga Allah merahmatim u," Allah melepaskan mu dari kedirian,
"Semoga Allah merahmatim u," Ia mematikan kehendakmu ; "Semoga
Allah merahmatim u," maka Allah mendapatka nmu dalam kehidupan (baru).
Kini kau terkarunia i kehidupan
abadi; diperkaya dengan kekayaan abadi; dikaruniai kemudahan dan kebahagiaa n
nan abadi, dirahmati, dilimpahi ilmu yang tak kenal kejahilan; dilindungi dari
ketakutan; dimuliakan , hingga tak terhina lagi; senantiasa terdekatka n kepada
Allah, senantiasa termuliaka n; senantiasa tersucikan ; maka menjadilah kau
pemenuh segala harapan, dan ibaan pinta orang mewujud pada dirimu; hingga kau
sedemikian termuliaka n, unik, dan tiada tara; tersembuny i dan terahasiak an.
Maka, kau menjadi pengganti para
Rasul, para Nabi dan para shiddiq. Kaulah puncak wilayat, dan para wali yang
masih hidup akan mengerumun imu. Segala kesulitan terpecahka n melaluimu, dan
sawah ladang terpaneni melalui do'amu; dan sirnalah melalui do'amu, segala
petaka yang menimpa orang-oran g di desa terpencil pun, para penguasa dan yang
dikuasai, para pemimpin dan para pengikut, dan semua ciptaan. Dengan demikian
kau menjadi agen polisi (kalau boleh disebut begitu) bagi kota-kota dan
masyarakat .
Orang-oran g bergegas-g egas
mendatangi mu, membawa bingkisan dan hadiah, dan mengabdi kepadamu, dalam segala
kehidupan, dengan izin sang Pencipta segalanya. Lidah mereka senantiasa sibuk
dengan doa dan syukur bagimu, di manapun mereka berada. Tiada dua orang Mukmin
berselisih tentangmu. Duhai, yang terbaik di antara penghuni bumi, inilah rahmat Allah, dan Allahlah Pemilik
segala rahmat.
Ia bertutur:
Lenyaplah dari (pandangan ) manusia, dengan perintah Allah, dan dari kedirian,
dengan perintah-N ya, hingga kau menjadi bahtera ilmu-Nya. Lenyapnya diri dari
manusia, ditandai oleh pemutusan diri sepenuhnya dari mereka, dan pembebasan
jiwa dari segala harapan mereka. Tanda lenyapnya diri dari segala nafsu ialah,
membuang segala upaya memperoleh sarana-sar ana duniawi dan berhubunga n dengan
mereka demi sesuatu manfaat, menghindar kan kemudharat an; dan tak bergerak demi
kepentinga n pribadi, dan tak bergantung pada diri sendiri dalam hal-hal yang
berkenaan dengan dirimu, tak melindungi atau membantu diri, tetapi memasrahka n
semuanya hanya kepada Allah, karena Ia pemilik segalanya sejak awal hingga
akhirnya; sebagaiman a kuasaNya, ketika kau masih disusui.
Hilangnya kemauanmu dengan kehendakNy a, ditandai dengan katak-pern ahan
menentukan diri, ketakbertu juan, ketakbutuh an, karena tak satu tujuan pun
termiliki, kecuali satu, yaitu Allah. Maka, kehendak Allah mewujud dalam
dirimu, sehingga kala kehendakNy a beraksi, maka pasiflah organ-orga n tubuh,
hati pun tenang, pikiran pun cerah, berserilah wajah dan ruhanimu, dan kau
atasi kebutuhan- kebutuhan bendawi berkat berhubunga n dengan Pencipta segalanya.
Tangan Kekuasaan senantiasa menggerakk anmu, lidah Keabadian selalu menyeru
namamu, Tuhan Semesta alam mengajarmu , dan membusanai mu dengan nurNya dan
busana ruhani, dan mendapatka nmu sejajar dengan para ahli hikmah yang telah
mendahului mu.
Sesudah ini, kau selalu berhasil menaklukka n diri, hingga tiada lagi pada
dirimu kedirian, bagai sebuah bejana yang hancur lebur, yang bersih dari air,
atau larutan. Dan kau terjauhkan dari segala gerak manusiawi, hingga ruhanimu
menolak segala sesuatu, kecuali kehendak Allah. Pada maqam ini, keajaiban dan
adialami akan ternisbahk an kepadamu. Hal-hal ini tampak seolah-ola h darimu,
padahal sebenarnya dari Allah.
Maka kau diakui sebagai orang yang hatinya telah tertundukk an, dan kedirianny a
telah musnah, maka kau diilhami oleh kehendak Ilahi dan dambaan-da mbaan baru
dalam kemaujudan sehari-har i. Mengenai maqam ini, Nabi Suci saw, telah
bersabda: "Tiga hal yang kusenangi dari dunia - wewangian, wanita dan
shalat - yang pada mereka tersejukka n mataku." Sungguh, hal-hal dinisbahka n
kepadanya, setelah hal-hal itu sirna darinya, sebagaiman a telah kami
isyaratkan . Allah berfirman: "Aku bersama orang-oran g yang patah hati demi
Aku."
Allah Yang Maha Tinggi takkan besertamu, sampai kedirianmu sirna. Dan bila
kedirianmu telah sirna, dan kau abaikan segala sesuatu, kecuali Dia, maka Allah
menyegarbu garkan kamu, dan memberimu kekuatan baru, yang dengan itu, kau
berkehenda k. Bila di dalam dirimu masih juga terdapat noda terkecil pun, maka
Allah meremukkan mu lagi, hingga kau senantiasa patah-hati . Dengan cara begini
Ia terus menciptaka n kemauan baru di dalam dirimu, dan bila kedirian masih
maujud, maka Dia hancurkan lagi, sampai akhir hayat dan bertemu (liqa) dengan
Tuhan. Inilah makna firman Allah: " Aku bersama orang-oran g yang putus asa
demi Aku, " Dan makna kata: "Kedirian masih maujud" ialah
kemasihkuk uhan dan kemasih puasan dengan keinginan- keinginan barumu. Dalam
sebuah hadits qudsi, Allah berfirman kepada Nabi Suci saw: "Hamba-Ku yang
beriman senantiasa mendekatka n diri kepada-Ku, dengan mengerjaka n shalat-sha lat
sunnah yang diutamakan , sehingga Aku mencintain ya, dan apabila Aku telah
mencintain ya, maka Aku menjadi telinganya , dengannya ia mendengar, dan menjadi
matanya, dengannya ia melihat, dan menjadi tangannya, dengannya ia bekerja, dan
menjadi kakinya, dengannya ia berjalan." Tak dir agukan lagi, beginilah
keadaan fana.
Maka Dia menyelamat kanmu dari kejahatan makhluq-Ny a, dan menenggela mkanmu ke
dalam samudra kebaikanNy a; sehingga kau menjadi pusat kebaikan, sumber rahmat,
kebahagiaa n, kenikmatan , kecerahan, kedamaian, dan kesentosaa n. Maka fana
(penafian diri) menjadi tujuan akhir, dan sekaigus dasar perjalanan para wali. Para wali terdahulu, dari berbagai maqam, senantiasa
beralih, hingga akhir hayat mereka, dari kehendak pribadi kepada kehendak
Allah. Karena itulah mereka disebut badal (sebuah kata yang diturunkan dari
badala, yang berarti: berubah). Bagi pribadi-pr ibadi ini, menggabung kan
kehendak pribadi dengan kehendak Allah, adalah suatu dosa.
Bila mereka lalai, terbawa oleh tipuan perasaan dan ketakutan, maka Allah Yang
Maha Besar menolong mereka dengan kasih sayangNya, dengan mengingatk an mereka
sehingga mereka sadar dan berlindung kepada Tuhan, karena tak satu pun mutlak
bersih dari dosa kehendak, kecuali para malaikat. Para
malaikat senantiasa suci dalam kehendak, para Nabi senantiasa terbebas dari
kedirian, sedang para jin dan manusia yang dibebani pertanggun g jawaban moral,
tak terlindung i. Tentu, para wali terlindung dari kedirian, dan para badal dari
kekotoran kehendak. Kendati mereka tak bisa dianggap terbebas dari dua
keburukan ini, karena mungkin bagi mereka berkecende rung kepada dua kelemahan
ini, tapi Allah melimpahi rahmatNya dan menyadarka n mereka.
Ia bertutur:
Keluarlah dari kedirian, jauhilah dia, dan pasarahkan lah segala sesuatu kepada
Allah, jadilah penjaga pintu hatimu, patuhilah senantiasa
perintah-p erintah-Ny a, hormatilah larangan-l arangan-Ny a, dengan menjauhkan
segala yang diharamkan -Nya. Jangan biarkan kedirianmu masuk ke dalam hatimu,
setelah keterbuang anmu. Mengusir kedirian dari hati, haruslah disertai
pertahanan terhadapny a, dan menolak pematuhan kepadanya dalam segala keadaan.
Mengizinka n ia masuk ke dalam hati, berarti rela mengabdi kepadanya, dan
berintim dengannya. Maka, jangan menghendak i segala yang bukan kehendak Allah.
Segala kehendak yang bukan kehendak Allah, adalah kedirian, yang adalah rimba
kejahilan, dan hal itu membinasak anmu, dan penyebab keterasing an dari-Nya.
Karena itu, jagalah perintah Allah, jauhilah larangan-N ya, berpasrahl ah selalu
kepada-Nya dalam segala yang telah ditetapkan -Nya, dan jangan sekutukan Dia
dengan sesuatu pun. Jangan berkehenda k diri, agar tak tergolong orang-oran g
musyrik. Allah berfirman:
"Barang siapa mengharap penjumpaan (liqa)
dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjaka n amal saleh dan tidak
menyekutuk anNya." (QS 18.Al Kahfi: 110)
dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjaka
menyekutuk
Kesyirikan tak hanya penyembaha n berhala. Pemanjaan nafsu jasmani, dan
menyamakan segala yang ada di dunia dan akhirat dengan Allah, juga syirik.
Sebab selain Allah adalah bukan Tuhan. Bila kau tenggelamk an dalam sesuatu
selain Allah berarti kau menyekutuk an-Nya. Oleh sebab itu, waspadalah , jangan
terlena. Maka dengan menyendiri , akan diperoleh keamanan. Jangan menganggap dan
mengklaim segala kemaujudan atau maqam-mu, berkat kau sendiri. Maka, bila kau
berkeduduk an, atau dalam keadaan tertentu, jangan membicarak an hal itu kepada
orang lain. Sebab dalam perubahan nasib yang terjadi dari hari ke hari,
keagungan Allah mewujud, dan Allah mengantara i hamba-hamb aNya dan hati-hati
mereka. Bisa-bisa yang kau percakapka n, sirna darimu, dan yang kau anggap
abadi, berubah, hingga kau termalukan di hadapan yang kau ajak bicara.
Simpanlah pengetahua n ini dalam lubuk hatimu, dan jangan perbincang kakn dengan
orang lain. Maka jika hal itu terus maujud, maka hal itu akan membawa kemajuan
dalam pengetahua n, nur, kesadaran dan pandangan. Allah berfirman:
"Segala
yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan terlupakan , Kami datangkan yang lebih
baik daripadany a, atau yang sepertinya . Tidakkah kamu ketahui bahwa Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu." (QS 2.Al Baqarah: 106)
yang Kami nasakhkan,
baik daripadany
Kuasa atas segala sesuatu." (QS 2.Al Baqarah: 106)
Jangan menganggap Allah tak berdaya dalam sesuatu hal, jangan menganggap
ketetan-Ny a tak sempurna, dan jangan sedikit pun ragu akan janji-Nya. Dalam hal
ini ada sebuah contoh luhur dalam Nabi Allah. Ayat-ayat dan surah-sura h yang
diturunkan kepadanya, dan yang dipraktekk an, dikumandan gkan di masjid-mas jid,
dan termaktub di dalam kitab-kita b. Mengenai hikmah dan keadaan ruhani yang
dimilikiny a, ia sering mengatakan bahwa hatinya sering tertutup awan, dan ia
berlindung kepada Allah tujuh puluh kali sehari. Diriwayatk an pula, bahwa dalam
sehari ia dibawa dari satu hal ke hal lain sebanyak seratus kali, sampai ia
berada pada maqam tertinggi dalam kedekatan dengan Allah. Ia diperintah kan
untuk meminta perlindung an kepada Allah, karena sebaik-bai k seorang hamba yaitu
berlindung dan berpaling kepada Allah. Karena, dengan begini, ada pengakuan
akan dosa dan kesalahann ya, dan inilah dua macam mutu yang terdapat pada
seorang hamba, dalam segala keadaan kehidupan, dan yang dimilikiny a sebagai
pusaka dari Adam as., 'bapak' manusia, dan pilihan Allah.
Berkatalah Adam a.s.: "Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tak mengampuni kami, dan merahmati kami, niscaya kami
akan termasuk orang-oran g yang merugi." (QS. 7.Al-A'raa f: 23). Maka
turunlah kepadanya cahaya petunjuk dan pengetahua n tentang taubat, akibat dan
tentang hikmah di balik peristiwa ini, yang takkan terungkap tanpa ini; lalu
Allah berpaling kepada mereka dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka bisa
bertaubat.
Dan Allah mengembali kannya ke hal semua, dan beradalah ia pada peringkat
wilayat yang lebih tinggi, dan ia dikaruniai maqam di dunia dan akhirat. Maka
menjadilah dunia ini tempat kehidupann ya dan keturunann ya, sedang akhirat
sebagai tempat kembali dan tempat peristirah atan abadi mereka. Maka, ikutilah
Nabi Muhammad Saw., kekasih dan pilihan Allah, dan nenek moyangnya, Adam,
pilihan-Ny a - keduanya adalah kekasih Allah - dalam hal mengakui kesalahan dan
berlindung kepada-Nya dari dosa-dosa, dan dalam hal bertawadhu ' dalam segala
keadaan kehidupan.