Pengakuan mereka adalah mentauhidk an Allah ‘Azza wa Jalla dan mengikuti syariatNya , memberanta s syirik, tahayul, bid’ah dan khurafat. Namun tampaknya kenyataan berbeda antara pengakuan dengan sikap dan perbuatan mereka
Contoh sederhana mereka membuat larangan-l arangan maupun kewajiban seperti,
tidak boleh mengungkap kan cinta kepada Rasulullah dengan matan/ redaksi sholawat sebagaiman a yang kita inginkan
atau
wajib bersholawa t sebagaiman a yang dicontohka n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Larangan adalah perkara yang jika dikerjakan berdosa.
Kewajiban adalah perkara yang jika tidak dikerjakan berdosa.
Berdasarka n akal pikiran, mereka membuat larangan atau kewajiban yang tidak pernah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla atau tidak pernah disampaika n oleh RasulNya. Mereka tanpa disadari telah membuat perkara baru (bid’ah) atau mengada-ad a dalam urusan agama atau dalam perkara syariat.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggal kan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjaka n berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu (dikerjaka n berdosa), maka jangan kamu pertengkar kan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincang kan dia.” (Riwayat Daraquthni , dihasankan oleh an-Nawawi)
Perkara kewajiban (ditinggal kan berdosa), perkara larangan (dikerjaka n berdosa) maupun perkara pengharama n (dikerjaka n berdosa) adalah berasal dari Allah Azza wa Jalla atau ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya (wajib dikerjakan dan wajib dijauhi)
Urusan agama atau perkara syariat atau perkara yang diwajibkan Nya (wajib dikerjakan dan wajib dijauhi) telah sempurna.
Rasulullah shallallah u ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatka n kamu dari surga dan menjauhkan mu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatk an dari surga” = perkara kewajiban (ditinggal kan berdosa)
“menjauhka n dari neraka” = perkara larangan dan perkara pengharama n (dikerjaka n berdosa)
Baik atau buruk bagi manusia yang mengetahui adalah Allah Azza wa Jalla
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Katakanlah ! Siapakah yang berani mengharamk an perhiasan Allah yang telah diberikan kepada hamba-hamb aNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah ! Tuhanku hanya mengharamk an hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadany a dan apa yang tersembuny i dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutuk an Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui .” (QS al-A’raf: 32-33)
“Hai orang-oran g
yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhn ya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-se but oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-ad akan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhn ya orang-oran g yang mengada-ad akan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116].
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hamb aKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokka n mereka dari agamanya, dan mengharamk an atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaru hi supaya mereka mau menyekutuk an Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim).
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda : “Barangsiap a menghalalk an sesuatu yang haram atau mengharamk an sesuatu yang halal, maka dia telah kafir.”
Mereka tanpa disadari bisa terjerumus dalam kekufuran karena menjadikan ulama sebagai tuhan-tuha n selain Allah. Mereka menyembah para ulama yang menetapkan larangan maupun kewajiban
Allah Azza wa Jalla berfirman,
اتَّØ®َØ°ُوا Ø£َØْبَارَÙ‡ ُÙ…ْ ÙˆَرُÙ‡ْبَان َÙ‡ُÙ…ْ Ø£َرْبَابًا Ù…ِÙ†ْ دُونِ اللَّÙ‡ِ
“Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah?”
Nabi menjawab, “tidak”
« أما أنهم لم يكونوا يعبدونهم ولكنهم كانوا إذا Ø£Øلوا لهم شيئاً استØلوه وإذا Øرموا عليهم شيئاً Øرموه »
“Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalk an sesuatu bagi mereka, mereka menganggap nya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamk an bagi mereka sesuatu, mereka mengharamk annya“
Pada riwayat yang lain disebutkan , Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalk an sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutin ya. Yang demikian itulah penyembaha nnya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
PerintahNy a adalah bersholawa tlah namun tidak ada larangan menggunaka n matan/ redaksi sholawat yang dibuat sendiri.
Firman Allah Azza wa Jalla, “Sesungguhn ya Allah dan malaikat-m alaikat-Ny a bershalawa t untuk Nabi. Hai orang-oran g yang beriman, bershalawa tlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormat an kepadanya” (QS (QS Al Ahzab [33]: 56)
Imam Sayyidina Ali Karramalla hu Wajhah, Imam Syafi’i ~ rahimahull ah dan ulama-ulam a terdahulu lainnya mempunyai matan/ redaksi sendiri sesuai bagaimana mereka mengungkap kan kecintaann ya kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Shalawat Sayyidina ‘Ali Karramalla hu Wajhah:
صَÙ„َÙˆَاتُ اللهِ ÙˆَÙ…َلاَئِÙƒ َتِÙ‡ِ ÙˆَØ£َÙ†ْبِÙŠَ ائِÙ‡ِ ÙˆَجَÙ…ِÙŠْعِ Ø®َÙ„ْÙ‚ِÙ‡ِ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØَÙ…َّدٍ Ùˆَآلِ Ù…ُØَÙ…َّدٍ ÙˆَعَÙ„َÙŠْÙ‡ِ Ù…ُ السَّلاَÙ…ُ ÙˆَرَØْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَات ُÙ‡ُ
Shalawatul lahi wa malaa’ikat ihi wa anbiyaa’ih i wa jamii’i khalqihii
‘alaa Muhammad wa aali Muhammad wa ‘alaih
wa ‘alaihimus salaamu wa rahmatulla ahi wa barakaatuh
“Shalawat Allah, para MalaikatNy a dan para NabiNya serta semua mahlukNya
semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad Saw dan Keluargany a dan keturunann ya,
dan semoga keselamata n Allah, rahmat Allah serta berkahNya terlimpahk an kepada Mereka“.
Imam Syafi’i ~rahimahul lah pun mempunyai matan/ redaksi sholawat yang dibuatnya sendiri seperti.
“Ya Allah, limpakanla h shalawat atas Nabi kami, Muhammad, selama orang-oran g yang ingat menyebut-M u dan orang-oran g yang lalai melupakan untuk menyebut-M u ”
atau
“Ya Allah, limpahkanl ah shalawat atas cahaya di antara segala cahaya, rahsia di antara segala rahasia, penawar duka, dan pembuka pintu kemudahan, yakni Sayyidina Muhammad, manusia pilihan, juga kepada keluargany a yang suci dan sahabatnya yang baik, sebanyak jumlah kenikmatan Allah dan karunia-Ny a.”
Tulisan tentang matan/ redaksi atau lafadz sholawat lainnya pada
Salah satu matan / redaksi sholawat yang mereka kritisi adalah sholawat badar.
Shalawat Badar
Shalatulla h salamullah , 'ala Thaha Rasulillah
Shalatulla h salamullah , 'ala Yasin Habibillah
Semoga shalawat dan salam selalu kepada Thaaha, Rasulullah
Semoga shalawat dan salam selalu kepada Yasin, Rasulullah
(Thaha dan Yaasin adalah panggilan / gelar untuk Rasulullah)
Tawasalna bibismilla h, wa bilhadi Rasulillah ,
wa kulli mujahidin lillah, bi ahli badri, ya Allah
Kami bertawasul dengan bismillah, petunjuk Rasulillah ,
dan dengan seluruh mujahidin Badar, ya Allah
Ilahi sallimil ummah, minal afaati wa niqmah
wa min hammin wa min ghummah, bi ahli badri, ya Allah
Tuhanku, selamatkan lah umat ini, dari derita dan bencana
dan dari belenggu serta kebekuan, demi ahli Badar ya Allah
Ilahi-ghfi r wa akrimna, binaili mathalibi minna (dikabulka n
Wa daf'i masaa-atin 'anna, bi ahli badri, ya Allah
Tuhanku, ampuni dan muliakan kami, dengan dikabulkan nya permohonan kami,
dan dijauhkann ya kami dari tragedi yang memilukan, demi ahli Badar ya Allah
Sholawat Badar adalah doa yang diawali dengan sholawat
berisikan tawassul dengan nama Allah, dengan Junjungan Nabi shallallah u alaihi wasallam serta para mujahidin teristimew anya
para pejuang Badar. Sholawat ini adalah hasil karya Kiyai Ali Manshur,
yang merupakan cucu Kiyai Haji Muhammad Shiddiq. Selengkapn ya dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/05/02/ sholawat-ba dar/
Inti doanya adalah
“Tuhanku, selamatkan lah umat ini, dari derita dan bencana dan dari belenggu serta kebekuan”
dan
“Tuhanku, ampuni dan muliakan kami, dengan dikabulkan nya permohonan kami, dan dijauhkann ya kami dari tragedi yang memilukan”
Bertawassu l adalah adab berdoa, berperanta ra pada kemuliaan seseorang, kemuliaan tempat, kemuliaan benda, kemuliaan waktu, kemuliaan doa atau dzikrullah dihadapan Allah Azza wa Jalla
Tawassul dengan kemuliaan seseorang disisiNya adalah pembuka doa yang disampaika n sebelum doa inti , berisikan syair atau ungkapan kecintaan, penghormat an, pengakuan keutamaan derajat mereka (yang ditawasulk an) di sisi Allah Azza wa Jalla atau berisikan rasa syukur kita akan peran mereka (yang ditawasulk an) menyiarkan agama Islam sehingga kita dapat mendapatka n ni’mat Iman dan ni’mat Islam.
Contoh:
“Hai sebaik-bai k orang yang dikebumika n di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran keharumann ya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuniny a; di dalamnya terdapat kehormatan , kedermawan an, dan kemuliaan.“
Selengkapn ya pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2011/09/ ikjuz5p281_ 285.pdf
atau contoh syair sholawat nariyah yang artinya “yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik”
Syair sholawat nariyah tersebut berisi ungkapan cinta sehingga memahaminy a dengan bahasa cinta atau balaghoh / majaz. Maknanya, dengan peran Beliau shallallah u
alaihi wasallam pembawa Al Qur’an, pembawa hidayah, pembawa risalah,
yang dengan itu semualah kita menjadi muslim sehingga terurai segala
ikatan dosa dan sihir, hilang segala kesedihan yaitu dengan sakinah,
khusyu dan selamat dari siksa neraka, dipenuhi segala kebutuhan oleh
Allah subhanahu wa ta’ala, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang
baik yaitu husnul khatimah dan sorga. Hal ini serupa dengan ungkapan
cinta seorang pemuda pada kekasihnya seperti , “Kehadiranm u membuatku senang dan bahagia tanpamu dunia ini bagiku adalah penjara” padahal kita paham bahwa yang membuat pemuda itu senang dan bahagia hanyalah Allah Azza wa Jalla perantaraa n kehadiran kekasihnya .
Boleh berperanta ra
pada kemuliaan seseorang baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat
karena kemuliaan seseorang di hadapan Allah tak akan sirna walaupun
mereka sudah wafat.
Justru mereka yang membedakan bolehnya bertawassu l pada yang hidup saja dan mengharamk an pada yang sudah wafat, maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrika n karena menganggap
makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah
semua yang hidup dan yang sudah wafat tak bisa memberi manfaat apa
apa kecuali karena Allah ta’ala memuliakan nya,
bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah,
berarti si hidup itu sebanding dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala?, si
hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah ?
Orang yang bertawassu l tidak boleh berkeyakin an bahwa perantaran ya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya dan jika ia berkeyakin an bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraa n
menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala itu bisa memberi manfaat dan
madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa
memberi manfaat dan madlorot sesungguhn ya hanyalah Allah semata.
Selengkapn ya tentang bertawassu l dengan yang dimuliakan Nya telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/01/21/ perantaraan -yang-dimu liakannya/
Doa dengan diawali bertawassu l dalam sholawat badar memenuhi sunnah Rasulullah
Anas bin Malik r.a meriwayatk an bahwa Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Tiada doa kecuali terdapat hijab di antaranya dengan di antara langit, hingga bershalawa t atas Nabi shallallah u alaihi wasallam, maka apabila dibacakan shalawat Nabi, terbukalah hijab dan diterimala h doa tersebut, namun jika tidak demikian, kembalilah doa itu kepada pemohonnya“
Rasulullah bersabda “Jika salah seorang di antara kalian berdoa maka hendaknya dia memulainya dengan memuji dan menyanjung Allah, kemudian dia bershalawa t kepada Nabi -shallalla hu alaihi wasallam-, kemudian setelah itu baru dia berdoa sesukanya.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan dishahihka n oleh At Tirmidzi)
Salah satunya mereka mempermasa lahkan nama lain Rasulullah yakni Thaha dan Yaasiin. Padahal Allah Azza wa Jalla memanggil RasulNya dengan panggilan / gelar tersebut.
Firman Allah ta'ala,
"Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah". (QS.Thaha 20:1-2)
"Yaa siin. Demi al-Quran yang penuh hikmah. Sesungguhn ya kamu salah seorang dari Rasul-rasu l", (QS.Yasin 36:1-3)
Mereka juga mempermasa lahkan syair yang berisikan tawassul dengan ahli Badar. Padahal di zaman Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam , syair berisikan tawassul dengan ahli Badar umum dipergunak an bahkan dilantunka n dengan diiringi rebana sebagaiman a terlukiska n dalam hadits berikut
Telah menceritak an kepada kami Musaddad Telah menceritak an kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritak an kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallah u ‘alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaiman a posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-buda k wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewa an-keistim ewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-ten gah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalka nlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.“ (HR Bukhari 4750)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam hanya mengkoreks i perkataan “Dan di tengah-ten gah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari” karena Beliau tahu sebatas yang diwahyukan namun beliau tidak melarang ungkapan cinta (sholawat) sebagaiman a kita ingin mengungkap kannya dengan pernyataan “katakanla h apa yang ingin kamu katakan“
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830