Mereka berpendapa t, “Jangan pusingkan guru anda bersanad atau tidaknya, namun sembarang atau tidaknya dalam menyampaik an hadits-had its yang mulia. Kalau asal sanad, maka Iblis lebih bersanad kepada Allah Jalla wa ‘Ala ... Allahu a’lam”
Iblis tidak dikatakan bersanad kepada Allah Azza wa Jalla karena Iblis tidak mengikuti Allah Azza wa Jalla
Jika ada guru mengaku “saya bersambung kepada Rasulullah ” maka periksa apa guru tersebut mengikuti guru-guru sebelumnya atau tidak. Kalau dia tidak mengikuti guru-guru sebelumnya maka tentunya kita juga berfikir, walaupun guru punya seribu sanad yang jelas, kalau tidak mengikuti guru-guru sebelumnya berarti sanadnya terputus dan umumnya berhenti pada akal pikirannya sendiri yang didalamnya ada unsur hawa nafsu atau kepentinga n.
Telah bercerita kepada kami Abu 'Ashim adl-Dlahha k bin Makhlad telah mengabarka n
kepada kami Al Awza'iy telah bercerita kepada kami Hassan bin
'Athiyyah dari Abi Kabsyah dari 'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi
shallallah u 'alaihi wasallam bersabda: "Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanl ah
(apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa (dosa).
Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-si aplah menempati tempat duduknya di neraka" (HR Bukhari 3202)
Hakikat makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaik an satu ayat yang diperoleh (didengar) dari guru-guru sebelumnya disampaika n secara turun temurun sampai kepada lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam. Kita tidak diperkenan kan menyampaik an akal pikiran kita semata.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Barangsiap a menguraika n Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhn ya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama,
kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja
yang mau dengan apa saja yang diinginkan nya.” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda…”Barangsiap a yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediaka n tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmid zi)
Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla h mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami y , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahf i 60) ; “Barangsiap a tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Baya n Juz 5 hal. 203
Sanad ilmu / sanad guru sama pentingnya dengan sanad hadits.
Sanad hadits adalah otentifika si atau kebenaran sumber perolehan matan/ redaksi hadits dari lisan Rasulullah .
Sedangkan Sanad ilmu atau sanad guru adalah otentifika si atau kebenaran sumber perolehan penjelasan baik Al Qur’an maupun As Sunnah dari lisan Rasulullah .
Hal yang harus kita ingat bahwa Al Qur’an pada awalnya tidaklah dibukukan. Ayat-ayat Al Qur’an hanya dibacakan dan dihafal (imla) kemudian dipahami bersama dengan yang menyampaik annya.
Sanad adalah silsilah atau rantai yang menyambung kan
kita dengan yang sebelum kita, hubungan, sanad adalah hubungan kalau
secara bahasa sanad adalah sesuatu yang terkait kepada sesuatu yang
lain atau sesuatu yang bertumpu pada sesuatu yang lain, tapi didalam
maknanya ini secara istilah adalah bersambung nya ikatan bathin kita, bersambung nya ikatan perkenalan kita dengan orang lain, sebagian besar adalah guru-guru kita.
"Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann ya
karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia
salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia
tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya, maka oleh sebab
itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja
boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika
kita mendapatka n masalah" (Habib Munzir).
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaik an bahwa "maksud dari pengijazah an sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatk an tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadany a, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadany a dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaa n al-Qur’an itu benar-bena r sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan"
"Sanad adalah bagai rantai emas terkuat yg tak bisa
diputus dunia dan akhirat, jika bergerak satu mata rantai maka bergerak
seluruh mata rantai hingga ujungnya, yaitu Rasulullah saw," (Habib Munzir)
Kita jangan mengulang apa yang telah terjadi pada kaum Nasrani
dimana ilmu agama mereka sanadnya terputus dari lisannya Nabi Isa
a.s. Kitab suci yang ditangan mereka telah bercampur dengan akal
pikiran mereka sendiri di mana di dalamnya ada unsur hawa nafsu atau
kepentinga n manusia belaka sehingga mereka tidak “mengenal” Rasul Allah yang terakhir , Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Orang-oran g (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anakn ya sendiri. Dan sesungguhn ya sebahagian diantara mereka menyembuny ikan kebenaran, padahal mereka mengetahui .” ( QS Al Baqarah [2]:146 )
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “ Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangp un
dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian
tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam
neraka.”
Kaum Nasrani tanpa sanad ilmu maka para rahib atau pendeta mereka dapat berfatwa berdasarka n apa yang mereka inginkan. Sehingga mereka memberhala kan akal pikiran mereka sendiri yang didalamnya ada unsur hawa nafsu atau kepentinga n.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama,
kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja
yang mau dengan apa saja yang diinginkan nya.” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Allah Azza wa Jalla berfirman,
اتَّخَذُوا أَحْبَارَه ُمْ وَرُهْبَان َهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah?”
Nabi menjawab, “tidak”
« أما أنهم لم يكونوا يعبدونهم ولكنهم كانوا إذا أحلوا لهم شيئاً استحلوه وإذا حرموا عليهم شيئاً حرموه »
“Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalk an sesuatu bagi mereka, mereka menganggap nya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamk an bagi mereka sesuatu, mereka mengharamk annya“
Pada riwayat yang lain disebutkan , Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalk an sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutin ya. Yang demikian itulah penyembaha nnya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi).
Kaum Zionis Yahudi telah menghasut segelintir ulama untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikirannya sendiri tidak lagi memperhati kan sanad ilmu, tidak lagi memperhati kan pendapat-p endapat ulama-ulam a terdahulu yang tersambung sanadnya kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam. Ulama-ulam a yang terhasut berakibat mereka meninggalk an
pemahaman Imam Mazhab yang empat, pemimpin atau imam ijtihad kaum
muslim pada umumnya (Imam Mujtahid Mutlak) yang bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salafush Sholeh. Imam Mazhab yang empat mengetahui
dan mengikuti pemahaman Salafush Sholeh melalui lisannya Salafush
Sholeh. Para Imam Mazhab yang empat melihat sendiri penerapan, perbuatan serta contoh nyata dari Salafush Sholeh
Slogan yang disebarlua skan seperti “Mari Kembali Kepada Al Qur'an dan As Sunnah dengan Pemahaman Para Salaf”
Selintas terlihat slogan tersebut benar namun tidak jelas para salaf (orang orang terdahulu) yang mana yang dimaksud karena salaf (orang orang terdahulu) ada yang sholeh dan ada pula yang tidak sholeh seperti kaum khawarij. Contohnya Abdurrahma n ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu.Namun terpangaru h oleh hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) orang-oran g Khawarij yang selalu berbicara mengatasna makan Islam. Sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.
Kesalahan redaksi tersebut selintas seperti masalah kecil namun hakikatnya mereka tidak paham indikator siapa orang yang layak untuk diikuti yakni orang-oran g sholeh, muslim yang sholeh, muslim yang disisiNya. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/01/23/ ikuti-yang- sholeh/
Setinggi apapun ilmu agama seorang ulama jika tidak berakhlak baik
maka ulama tersebut tidak patut diikuti. Perawi hadits hanya karena
pernah buang air kecil di jalan atau berucap kata kotor maka dia telah
dianggap tidak adil karena tidak memelihara muruu’ah (harga diri).
Seorang Muslim yang dikatakan telah mengikuti atau mentaati Allah dan RasulNya sehingga mendapatka n maqom disisiNya adalah 4 golongan manusia sebagaiman a firmanNya yang artinya “Dan barangsiap a yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqii n, orang-oran g yang mati syahid, dan orang-oran g saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-bai knya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Pada hakikatnya seseorang yang tidak berakhlak baik (tidak sholeh) atau tidak mencapai muslim yang ihsan adalah bukan ulama
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Sesungguh nya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamb a-Nya, hanyalah ulama, sesungguhn ya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampu” (QS Al Faathir [35]:28)
Muslim yang berakhlak baik atau muslim yang ihsan adalah
muslim yang takut kepada Allah baik karena dia selalu yakin diawasi
oleh Allah Azza wa Jalla atau takut kepada Allah karena dia dapat
menyaksika n Allah (berma’rif at)
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a (berma’rif at), maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ’ (HR Muslim 11)
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaim u dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah- Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Ny a? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Seseorang walaupun berilmu agama yang tinggi namun tidak dapat menyaksika n Allah dengan hati (berma’rif at) atau tidak selalu yakin bahwa Allah Azza wa Jalla melihat segala sikap dan perbuatann ya sehingga berakhlak tidak baik maka hal itu menunjukka n ketidak dekatannya dengan Allah Azza wa Jalla
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Barangsiap a yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya , maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“
Jika belum dekat dengan Allah atau belum dapat menyaksika n Allah dengan hati atau belum mencapai ma’rifat maka setiap kita akan bersikap atau melakukan perbuatan, ingatlah selalu perkataan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bahwa “Jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ’ (HR Muslim 11)
Sungguh luas ilmuNya, semakin kita mendalami ilmuNya semakin tersungkur sujud kepadaNya
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830