Firman Allah ta’ala,
alaa lillaahi alddiinu alkhaalish u waalladzii na ittakhadzu u min duunihi awliyaa-a maa na'buduhum illaa liyuqarrib uunaa ilaa allaahi zulfaa inna allaaha yahkumu baynahum fii maa hum fiihi yakhtalifu una inna allaaha laa yahdii man huwa kaadzibun kaffaarun
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-oran g yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatka n kami kepada Allah dengan sedekat-de katnya". Sesungguhn ya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhn ya Allah tidak menunjuki orang-oran g yang pendusta dan sangat ingkar” (QS Az Zumar [39]: 3 )
Sebagian orang menyalahgu nakan firman Allah ta’ala ini untuk mensesatka n atau bahkan mengkafirk an kaum muslim yang berdoa dengan bertawassu l dengan orang sholeh yang sudah wafat.
Padahal “maa na'buduhum illaa liyuqarrib uunaa ilaa allaahi” (QS Az Zumar [39]:3]) menjelaska n bahwa mereka menyembah selain Allah untuk mendekatka n diri kepada Allah. Juga ditegaskan dalam ayat tersebut bahwa mereka adalah orang-oran g pendusta dengan kata lain apa yang mereka katakan "mendekatk an diri kepada Allah" adalah dusta belaka
Sedang orang yang bertawassu l dengan orang sholeh yang sudah wafat sama sekali tidak menyembahn ya. Tetapi ia mengetahui bahwa orang sholeh itu memiliki kemuliaan di sisi Allah lalu ia bertawassu l dengannya karena dimuliakan Nya.
Berdoa dengan bertawassu l adalah perintahNy a
Firman Allah ta'ala yang artinya
“Hai orang-oran g yang beriman, bertakwala h kepada Allah dan carilah jalan (washilah) yang mendekatka n diri kepada-Nya , dan berjihadla h pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntun gan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”
Bertawassu l adalah adab berdoa, berperanta ra pada kemuliaan seseorang, kemuliaan tempat, kemuliaan benda , kemuliaan waktu, kemulian doa atau dzikrullah dihadapan Allah Azza wa Jalla
Boleh berperanta ra
pada kemuliaan seseorang baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat
karena kemuliaan seseorang di hadapan Allah tak akan sirna walaupun
mereka sudah wafat. Terlebih lagi mereka yang meraih kemuliaan
disisiNya tetap hidup sebagaiman a para Syuhada
Firman Allah ta’ala yang artinya
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-oran g yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarny a) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarin ya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-oran g yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-c akap dan mendengark an percakapan . Amal perbuatan kalian disampaika n kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatk an oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutka nnya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkatego rikannya sebagai hadits shahih dengan komentarny a : hadits diriwayatk an oleh Al Bazzaar dan para perawinya sesuai dengan kriteria hadits shahih)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda:
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا
استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما
هديتنا)
“Sesungguh nya perbuatan kalian diperlihat kan kepada karib-kera bat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatka n
kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata:
“Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya) .
Justru mereka yang membedakan bolehnya bertawassu l pada yang hidup saja dan mengharamk an pada yang sudah wafat, maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrika n karena menganggap
makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua
yang hidup dan yang sudah wafat tak bisa memberi manfaat apa apa
kecuali karena Allah ta’ala memuliakan nya,
bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah,
berarti si hidup itu sebanding dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala?, si
hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah ?
Orang yang bertawassu l tidak boleh berkeyakin an bahwa perantaran ya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya dan jika ia berkeyakin an bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraa n
menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala itu bisa memberi manfaat dan
madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa
memberi manfaat dan madlorot sesungguhn ya hanyalah Allah semata.
Bertawassu l adalah adab berdoa , salah satu usaha agar do’a yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah Subhanahu wa ta’ala
Bertawassu l dengan kemulian orang yang sudah wafat, sebagaiman a yang tercantum dalam Tafsir Ibnu Katsir surat An-nisa ayat 64, http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2011/09/ ikjuz5p281_ 285.pdf
**** awal kutipan ****
Al-Atabi ra menceritak an bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi Shallallah u alaihi wasallam, datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapka n,
“Assalamu’ alaika, ya Rasulullah (semoga kesejahter aan terlimpahk an kepadamu, wahai Rasulullah ). Aku telah mendengar Allah ta’ala berfirman yang artinya, ‘Sesungguh nya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang‘ (QS An-Nisa: 64),
Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosak u (kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada Tuhanku.”
Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapka n syair berikut , yaitu:
“Hai sebaik-bai k orang yang dikebumika n di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran keharumann ya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuniny a; di dalamnya terdapat kehormatan , kedermawan an, dan kemuliaan. “
Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-mert a mataku terasa mengantuk sekali hingga tertidur.
Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan Nabi shallallah u alaihi wasallam., lalu beliau shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Hai Atabi, susullah orang Badui itu dan sampaikanl ah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya! ”
***** akhir kutipan *****
Bertawassu l dengan kemulian tempat seperti berdoa di Multazam, Raudoh, Maqam Ibrahim dll
Bertawassu l dengan waktu seperti berdoa pada sepertiga malam terakhir, berdoa ketika wukuf di pada Arafah, dll
Bertawassu l dengan kemuliaan benda seperti berdoa memohon kesembuhan kepada Allah dengan perantaraa n ludah orang-oran g yang mulia disisi Allah
Telah menceritak an kepadaku Shadaqah bin Al Fadl telah mengabarka n kepada kami Ibnu ‘Uyainah dari ‘Abdurrabb ihi bin Sa’id dari ‘Amrah dari ‘Aisyah dia berkata; Biasanya dalam meruqyah, beliau membaca: BISMILLAHI
TURBATU ARDLINA BI RIIQATI BA’DLINA YUSYFAA SAQIIMUNA BI IDZNI RABBINA
(Dengan nama Allah, Debu tanah kami dengan ludah sebagian kami semoga
sembuh orang yang sakit dari kami dengan izin Rabb kami. (HR Bukhari
5305)
Telah menceritak an
kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Zuhair bin Harb serta Ibnu
Abu ‘Umar dan lafazh ini miliknya Ibnu Abu ‘Umar dia berkata; Telah
menceritak an kepada kami Sufyan dari ‘Abdu Rabbih bin Sa’id dari ‘Amrah dari ‘Aisyah bahwa apabila seseorang mengadukan suatu penyakit yang dideritany a kepada Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam, seperti sakit kudis, atau luka, maka Nabi shallallah u ‘alaihi wasallam berucap sambil menggerakk an anak jarinya seperti ini -Sufyan meletakkan telunjukny a ke tanah, kemudian mengangkat nya- Bismillahi
turbatu ardhina biriiqati ba’dhina liyusyfaa bihi saqiimuna bi idzni
rabbina. (Dengan nama Allah, dengan debu di bumi kami, dan dengan ludah
sebagian kami, semoga sembuhlah penyakit kami dengan izin Rabb kami).
Ibnu Abu Syaibah berkata; ruqyah tersebut berbunyi; Yusyfaa saqiimunaa ’. Dan Zuhair berkata; Doa ruqyah tersebut berbunyi; Liyusyfaa saqiimunaa .’ (HR Muslim 4069)
Yang dimaksud ludah sebagian kami adalah ludah hambaNya yang disisiNya
Bertawassu l dengan kemuliaan doa atau dzikrullah seperti berdoa memohon kesembuhan kepada Allah dengan perantaraa n bacaan surat Al Fatihah
Telah menceritak an kepada kami Yahya bin Yahya At Tamimi; Telah mengabarka n kepada kami Husyaim dari Abu Bisyr dari Abu Al Mutawakkil dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa beberapa orang sahabat melakukan perjalanan jauh dan berhenti untuk istirahat pada salah satu perkampung an
‘Arab, lalu mereka minta dijamu oleh penduduk kampung itu. Tetapi
penduduk enggan menjamu mereka. Penduduk bertanya kepada para sahabat;
‘Adakah di antara tuan-tuan yang pandai mantera? Kepala kampung kami
digigit serangga.’ Menjawab seorang sahabat; ‘Ya, ada! Kemudian dia mendatangi kepala kampung itu dan memanterai nya
dengan membaca surat Al Fatihah. Maka kepala kampung itu pun sembuh.
Kemudian dia diberi upah kurang lebih tiga puluh ekor kambing. Tetapi
dia enggan menerima seraya mengatakan ; ‘Tunggu! Aku akan menanyakan nya lebih dahulu kepada Nabi shallallah u ‘alaihi wasallam, apakah aku boleh menerimany a.’ Lalu dia datang kepada Nabi shallallah u ‘alaihi wasallam menanyakan nya hal itu, katanya; ‘Ya, Rasulullah ! Demi Allah, aku telah memanterai seseorang dengan membacakan surat Al Fatihah.’ Beliau tersenyum mendengar cerita sahabatnya dan bertanya: ‘Bagaimana engkau tahu Al Fatihah itu mantera? ‘ Kemudian sabda beliau pula: ‘Terimalah pemberian mereka itu, dan berilah aku bagian bersama-sa ma denganmu.’ Telah menceritak an
kepada kami Muhammad bin Basysyar dan Abu Bakr bin Nafi’ keduanya dari
Ghundar Muhammad bin Ja’far dari Syu’bah dari Abu Bisyr melalui jalur
ini, dia menyebutka n di dalam Haditsnya; ‘Kemudian orang itu mulai membacakan Ummul Qur’an, dan mengumpulk an ludahnya lalu memuntahka nnya, setelah itu orang itu sembuh. (HR Muslim 4080)
Berdoa dengan bertawassu l perantaraa n sholawat kepada Nabi Muhammad Shallallah u alaihi wasallam
Anas bin Malik r.a meriwayatk an bahwa Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Tiada doa kecuali terdapat hijab di antaranya dengan di antara langit, hingga bershalawa t atas Nabi shallallah u alaihi wasallam, maka apabila dibacakan shalawat Nabi, terbukalah hijab dan diterimala h doa tersebut, namun jika tidak demikian, kembalilah doa itu kepada pemohonnya“
Rasulullah bersabda “Jika salah seorang di antara kalian berdoa maka hendaknya dia memulainya dengan memuji dan menyanjung Allah, kemudian dia bershalawa t kepada Nabi -shallalla hu alaihi wasallam-, kemudian setelah itu baru dia berdoa sesukanya.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan dishahihka n oleh At Tirmidzi)
Mereka bertanya kenapa kita harus bertawasul dalam berdoa sedangkan kita dijanjikan oleh Allah Azza wa Jalla akan mengabulka n segala permohonan hambaNya sebagaiman a firmanNya yang artinya
“Dan apabila hamba-hamb a-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) , bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulka n permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-K u) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS Al Baqarah [2]:186 )
Kadang kita dalam memahami ayat di atas mengambil hanya sebagaian dari ayat itu yakni “Aku mengabulka n permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku“. Sehingga sebagian muslim, ketika selesai berdoa, seolah-ola h “menagih janji” Allah Subhanahu wa Ta’ala berdasarka n apa yang dipahaminy a itu.
Padahal dalam ayat itu juga telah dijelaskan jalan/ cara/ syarat agar Allah ar Rahmaan ar Rahiim mengabulka n doa hambaNya pada kalimat berikutnya “maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-K u) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” maknanya doa akan terkabul tergantung kedekatan kita kepada Allah Azza wa Jalla atau tergantung kadar ketaatan kepada Allah dan RasulNya.
Seorang Muslim yang dikatakan telah mentaati Allah dan RasulNya sehingga mendapatka n maqom disisiNya adalah 4 golongan manusia sebagaiman a firmanNya yang artinya “Dan barangsiap a yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqii n, orang-oran g yang mati syahid, dan orang-oran g saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-bai knya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Maqom Shiddiqin atau kedekatan dengan Allah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/09/09/ 2011/09/28/ maqom-wali- allah/
Semakin dekat kita kepada Allah bahkan sampai menjadi kekasihNya (Wali Allah) maka Allah telah menjanjika n pasti akan mengabulka n segala permintaan
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah bersabda, Allah ta’ala berfirman “jika Aku sudah mencintain ya, maka Akulah pendengara nnya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangann ya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikann ya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku , pasti Kuberi, dan jika meminta perlindung an kepada-KU, pasti Ku-lindung i. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaiman a keragu-rag uan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya. (HR Bukhari 6021)
Contohnya bagaimana Sayyidina Umar bin Khathab ra yang kita
tahu setingkat beliau tentu bisa berdoa langsung kepada Allah ta'ala ,
namun beliau menjadikan Uwais ra seorang Tabi'in menjadi perantara bagi doanya kepada Allah Azza wa Jalla mengikuti pesan dari Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
Suatu hari Umar r.a. kedatangan rombongan dari Yaman, lalu ia bertanya :
“Adakah di antara kalian yang datang dari suku Qarn?”.
Lalu seorang maju ke dapan menghadap Umar. Orang tersebut saling bertatap pandang sejenak dengan Umar. Umar pun memperhati kannya dengan penuh selidik.
“Siapa namamu?” tanya Umar.
“Aku Uwais”, jawabnya datar.
“Apakah engkau hanya mempunyai seorang Ibu yang masih hidup?, tanya Umar lagi.
“Benar, Amirul Mu’minin”, jawab Uwais tegas.
Umar masih penasaran lalu bertanya kembali “Apakah engkau mempunyai bercak putih sebesar uang dirham?” (maksudnya penyakit kulit berwarna putih seperti panu tapi tidak hilang).
“Benar, Amirul Mu’minin, dulu aku terkena penyakit kulit “belang”, lalu aku berdo’a kepada Allah agar disembuhka n. Alhamdulil lah, Allah memberiku kesembuhan kecuali sebesar uang dirham di dekat pusarku yang masih tersisa, itu untuk mengingatk anku kepada Tuhanku”.
“Mintakan aku ampunan kepada Allah”.
Uwais terperanja t mendengar permintaan Umar tersebut, sambil berkata dengan penuh keheranan. “Wahai Amirul Mu’minin, engkau justru yang lebih behak memintakan kami ampunan kepada Allah, bukankah engkau sahabat Nabi?”
Lalu Umar berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallah u alaihi wasallam berkata “Sesungguh nya sebaik-bai k Tabiin adalah seorang bernama Uwais, mempunyai seorang ibu yang selalu dipatuhiny a, pernah sakit belang dan disembuhka n Allah kecuali sebesar uang dinar di dekat pusarnya, apabila ia bersumpah pasti dikabulkan Allah. Bila kalian menemuinya mintalah kepadanya agar ia memintakan ampunan kepada Allah”
Uwais lalu mendoa’kan Umar agar diberi ampunan Allah. Lalu Uwais pun menghilang dalam kerumunan rombongan dari Yaman yang akan melanjutka n perjalanan ke Kufah. (HR Ahmad)
Hadits senada diriwayatk an oleh Imam Muslim
Telah menceritak an kepadaku Zuhair bin Harb; Telah menceritak an kepada kami Hasyim bin Al Qasim; Telah menceritak an kepada kami Sulaiman bin Al Mughirah; Telah menceritak an
kepadaku Sa'id Al Jurairi dari Abu Nadhrah dari Usair bin Jabir bahwa
penduduk Kufah mengutus beberapa utusan kepada Umar bin Khaththab,
dan di antara mereka ada seseorang yang biasa mencela Uwais. Maka Umar
berkata; Apakah di sini ada yang berasal dari Qaran. Lalu orang itu
menghadap Umar. Kemudian Umar berkata: 'Sesungguh nya Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam telah bersabda: Sesungguhn ya
akan datang kepadamu seorang laki-laki dari Yaman yang biasa dipanggil
dengan Uwais. Dia tinggal di Yaman bersama Ibunya. Dahulu pada
kulitnya ada penyakit belang (berwarna putih). Lalu dia berdo'a kepada
Allah, dan Allahpun menghilang kan penyakit itu, kecuali tinggal sebesar uang dinar atau dirham saja. Barang siapa di antara kalian yang menemuinya , maka mintalah kepadanya untuk memohonkan ampun kepada Allah untuk kalian. Telah menceritak an kepada kami Zuhair bin Harb dan Muhammad bin Al Mutsanna keduanya berkata; Telah menceritak an kepada kami 'Affan bin Muslim; Telah menceritak an
kepada kami Hammad yaitu Ibnu Salamah dari Sa'id Al Jurairi melalui
jalur ini dari 'Umar bin Al Khaththab dia berkata; Sungguh aku telah
mendengar Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam bersabda: Sebaik-bai k
tabi'in, adalah seorang laki-laki yang dibiasa dipanggil Uwais, dia
memiliki ibu, dan dulu dia memiliki penyakit belang ditubuhnya . Carilah ia, dan mintalah kepadanya agar memohonkan ampun untuk kalian.' (HR Muslim 4612)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830